04

150K 7.9K 378
                                    

Melihat mobil hitam dengan plat mobil yang di sudah di hafal nya beberapa bulan ini mata Baby langsung berbinar senang. Ia menepuk pundak Hilma-- teman sebangkunya. "Gue duluan!"

Baby langsung berlari menuju mobil itu dan membuka pintu samping kemudi. Wajah Agam yang menawan, di tambah kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancung itu membuat Baby tidak bisa menahan senyumnya.

"Kangen banget ya sama saya?"

Baby mengulum senyumnya. Ia melempar tas ranselnya ke jok belakang dan menutup pintu mobil. "Mana oleh-oleh nya? Album? Boneka?"

Senyum di wajah Agam langsung sirna. Ia mulai melajukan mobilnya sambil menatap lurus ke depan. "Saya kira kamu seneng karena saya dah pulang."

"Baby ke penthouse om boleh?"

"Mau ngapain? Saya gak jualan apa-apa di sana."

Baby menahan tawanya. "Ya masa main ke tempat om gak boleh? Om aja sering ke rumah Baby."

"Bilang mama kamu dulu. Tapi, oleh-oleh kamu di rumah kamu, gak ada di penthouse saya."

"Iya."

Baby menelpon mamanya. "Ma, Baby main ke penthouse om Agam. Siapa tau di sana dapat lebih banyak oleh-oleh, ma, Baby bisa ngerampok entar."

"Jangan aneh-aneh!"

"Baby mau ngapain coba? Iya, tenang aja."

"Habis magrib harus udah pulang."

"Siap, ibu negara."

Agam melirik Baby yang sudah selesai menelpon dari ekor matanya. "Udah saya bilang di penthouse gak ada apa-apa."

"Ih, itu cuma alasan aja, om."

"Oh."

Hening beberapa saat. Agam melirik Baby yang sudah sibuk dengan ponselnya. "Kamu beneran gak kangen saya?"

"Berisik, Baby jadi keganggu liat tiktok nya."

Agam semakin menekan pedal gas nya. Dan tidak lama kemudian ia sampai di parkiran. Ia keluar dari mobil tanpa memperdulikan Baby.

"Om! Tungguin Baby!"

Dan entah kenapa tubuhnya seperti kaku saat mendengar suara Baby. Ia membalikkan tubuhnya dan melipat tangannya di dada, memperhatikan Baby yang masih sibuk memakai sepatunya. Kebiasaan Baby yang akan melepas sepatu di mobil membuat gadis itu pasti akan selalu memakai sepatunya dahulu saat turun.

Saat Baby sudah sepenuhnya turun dari mobil, Agam mengunci mobilnya dan gadis itu dengan berlari menghampiri Agam. "Om kok ninggalin sih? Gak suka Baby dateng ke tempat om?"

"Saya lagi kesel sama kamu."

Melihat punggung yang sudah berjalan beberapa langkah dari nya, Baby terkikik sendiri. "Dasar baperan."

"Om."

"Hmm?"

"Om nanya Baby kangen gak sama om, emang om kangen sama Baby?"

Agam berdehem sambil memencet tombol lift untuk naik ke atas. "Menurut kamu?"

"Enggak sih, masa om kangen sama cewek cerewet dan ngeselin kayak Baby? Kayak gak mungkin."

Agam melirik tajam Baby. Ia meninggalkan Baby keluar dari lift. Ia memencet sandi penthouse nya dan mulai masuk.

"Ih, Baby di tinggal terus."

Agam tidak memperdulikan itu. Ia berjalan ke dapur untuk meminum air dingin. Kekesalannya sepertinya akan sedikit berkurang dengan air dingin.

Tangan kecil yang melingkar di perutnya membuat Agam langsung terbatuk. Tangan itu menepuk-nepuk pelan dadanya. "Jangan kesel sama Baby, Baby kangen sama om."

Om CEO [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang