"Hai cantik."
Baby tersenyum, baru saja bangun di tidurnya pagi ini sapaan dan senyuman hangat itu langsung menyambutnya. Semalam juga begitu, saat ia terbangun dari pingsannya, Agam juga yang tepat ada di depannya.
"Udah enakan badannya?" tanya Agam sambil mengelus pipi Baby. Lelaki itu tidak menghilangkan senyumnya, bahkan lengkungan di bibir itu semakin tertarik ke atas kala Baby tersenyum Indah hingga sudut mata gadis itu terlihat berkerut.
"Udah."
"Ada yang sakit?"
"Enggak kok, tapi cuma masih pengen muntah aja."
"Gak papa, kalau mau muntah, muntah aja, jangan di tahan. Minum obatnya teratur pasti sembuh kok."
"Iya, om." Mata Baby mengelilingi ruangannya yang sepi. "Pada ke mana?"
"Sarapan ke bawah."
Baby berusaha mendudukkan tubuhnya dan Agam langsung membantu gadis itu. "Makasih, om. Om gak sarapan?"
"Nanti aja."
"Harusnya makan dulu, nanti om juga sakit."
"Aku kuat, apalagi demi si cantik ini."
Pipi Baby bersemu. "Bisa aja."
"Mau minum?"
Baby mengangguk. Entahlah, Baby juga merasa hubungannya canggung. Mungkin hanya ia yang merasa seperti ini karena masih terpikirkan masalah kemarin.
"Abang kan yang mukulin wajah om?"
Agam menatap Baby sebentar, kemudian menggeleng. Ia menyodorkan melon yang sudah ia tusuk menggunakan garpu ke depan mulut Baby. "Makan dulu."
"Gak mau makan, om jujur dulu. Abang kan? Kenapa om gak cerita?"
Agam menghela nafas kasar. "Sayang, janji deh habis kamu sarapan aku cerita. Sarapan dulu."
"Awas kalau ingkar!"
Agam tersenyum sambil mengangguk, ia menyuapi gadis itu dan di terima dengan baik olehnya. "Padahal mah aku gak papa, cowok punya luka kan tambah keren."
Baby berhenti mengunyah, ia menatap Agam tajam. "Gak ada, gak ada gantengnya kalau ada luka-luka gitu."
"Kan tambah macho, yang."
"Gak ada!"
Agam terkekeh melihat wajah kesal Baby, gadis itu sepertinya sebentar lagi pasti sembuh karena sudah bisa memberengut lucu seperti itu. "Iya, iya."
Baby menggeleng saat Agam menyuapi nya lagi. "Enough om, udah gak kuat Baby."
Agam menatap bubur yang ada di tangannya. "Tinggal satu suapan padahal."
"Om kira mulut Baby sebesar itu, itu bisa tiga."
"Fine." Agam menyuapkan bubur yang tersisa itu ke mulutnya sendiri. Dahinya mengerut, tidak seburuk yang ia kira.
Baby menyerahkan gelas yang dari tadi ia genggam ke Agam. "Makasih om."
"Sure honey."
"Saatnya om cerita."
"Bentar, toilet dulu, panggilan alam ini."
Baby menahan kaos belakang Agam yang sudah akan berlari saja. Ia memanyunkan bibirnya. "Mau kabur pasti."
"Enggak, ini beneran panggilan alam."
"Mau buat Baby lupa, mentang-mentang Baby pikun, seenaknya mau buat lupa apa topik yang lagi kita bahas." Mendengar tidak ada respon Agam, Baby menghela nafas panjang. "Ya udah kalau om gak mau cerita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Om CEO [Selesai]
Romance"Lah, om Agam gak mau jadi suami Baby?" Agam menghentikan langkahnya. "Kamu ngelamar saya?" "Gak lah, Baby cuma nanya aja. Om mana mau sama bocil. Tapi, kalau Baby mah mau-mau aja sama om." Agam menarik tangan Baby hingga gadis itu masuk ke dalam pe...