26

84.9K 3.5K 74
                                    

"Duduk."

Baby menatap papa dan mamanya heran dan dengan ragu ia duduk di sofa ruangan papanya dengan heran. "Kenapa?"

Dendi melempar sebuah surat ke meja depan Baby. "HP kamu mana?"

Baby menatap bergantian kertas putih di meja depannya dan Dendi. "Untuk apa, Pa?"

"HP kamu mana Baby."

Baby menggaruk kepalanya, sebenarnya ini ada apa? Ia mengeluarkan ponsel lilac itu dari saku rok nya dan meletakkan di meja. "Dah."

"Masuk kamar, baca surat ini, renungin kesalahan apa yang kamu buat. HP sama papa dulu."

"Ha? Pa, papa gak pernah nyita-nyita HP Baby dari Baby kecil sampe segede ini. Sekarang kenapa?"

"Renungin kesalahan kamu." Sekarang ganti mamanya yang menjawab.

"Baby gak ngerasa ngelakuin kesal-"

"Keluar dari sini terus masuk kamar kamu Baby!"

Baby tersentak, ia mengambil surat di atas meja dan berjalan keluar ruangan kerja papanya dengan pelan. Di otaknya masih mencerna sebenarnya apa yang terjadi? Apa yang ia lakukan sampai mama dan papanya semarah ini? Seingat Baby, ia tidak melakukan kesalahan apapun. Di sekolah nilainya selalu baik dan tidak ada kasus. Lagi pula tidak mungkin karena nilai, karena orang tuanya bukan tipekal orang tua yang mempermasalahkan soal nilai.

"Bang, kenapa? Baby bingung," tanya gadis 18 tahun itu saat menatap Denand yang ada di depan ruangan kerja papanya.

Dan yang membuat Baby semakin bingung adalah Denand menatapnya dengan dingin dan mengintimidasi. What? Apa salahnya?

Baby memasuki kamarnya dengan lesu, kenapa tiba-tiba semua orang rumah marah kepadanya? Ulang tahunnya sudah lewat.

Gadis yang masih memakai seragam nya itu melempar sepatunya ke sembarang arah. Ia duduk di samping jendela, menatap taman rumahnya dengan bingung. Ia kemudian menatap kertas putih yang masih terlipat di tangannya. Dengan ragu ia membuka itu.

"Surat izin tidak masuk?"

Baby berjalan dengan cepat keluar kamar, kenapa sampai ada surat izin tidak masuk? Baru saja pintu kamarnya terbuka, terlihat Ana yang sedang bersidekap di depannya. "Ma, apa ini?"

"Tiga hari cukup bukan untuk kamu renungin apa salah kamu?"

"Baby gak paham, ini apa? Ini kenapa? Baby salah apa, mama ...."

"Masih awal udah kayak gini, mama kecewa sama kamu."

Baby semakin mengerutkan keningnya. "Kenapa, ma?"

Ana mendorong tubuh Baby memasuki kamar gadis itu. "Tiga hari gak ada keluar rumah dan kamar, renungin kesalahan kamu. Makan sama minum biar nanti di antar sama mbak."

Dan pintu kamar di depannya yang tertutup dengan kencang membuat Baby semakin menatap bingung mamanya. Matanya membulat saat terdengar suara keclekan pintu kamarnya dan kunci yang biasanya menggantung di pintu sudah tidak ada, dan itu berarti ia di kunci dari luar?

Baby menggedor pintu di depannya. "Ma! Jangan kayak gini! Baby gak tau salah Baby apa!"

"Punya otak kan? Pikirin!"

Buliran bening meluncur begitu saja di pipi gadis yang sekarang terduduk lemas di pinggir ranjangnya. Tidak ada yang menjelaskan apa salahnya dan ia di suruh merenung. Merenung? Ia bahkan tidak tau apa yang harus ia renungkan.

Om CEO [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang