37

72.6K 3.1K 116
                                    

Melepas masa putih abu-abu sudah di lakukan gadis yang baru saja pulang dari sekolah untuk mengambil surat keterangan lulus itu. Dengan celana jeans hitam, tanktop hitam dan kemeja flanel berwarna coklat yang sengaja tidak di kancingkan membuatnya di lirik beberapa lelaki yang ada di koridor kampus. Surai coklat yang tergerai dan hentakan sepatu sneakers air jordan membuat kehadirannya juga di lirik kakak tingkat yang sedang ada keperluan di kampus.

"Udah semua kan pendaftarannya? Masuk kapan?"

Baby menoleh, ia menggidikkan bahunya. "Gak tau, ma, nanti dapat email atau whatsapp dari kampus kok, tapi kalau sesuai jadwal ya dua bulan lagi, masih lama banget sih."

Ana mengangguk, putrinya benar-benar memilih jurusan kedokteran. "Yakin bener ambil kedokteran?"

"Lah kenapa enggak? Mama jangan ragu gitu dong sama anak mama yang cantik ini, otak mungiel Baby pasti bisa mencerna semua pelajaran kok."

Ana terkekeh. "Ya udah mama selalu dukung kamu, asalkan kamu gak hamil duluan aja."

"Ih mama pikirannya! Baby juga gak mau! Sesayang Baby sama om Agam gak bakalan juga Baby kasih itu sebelum nikah."

Ana duduk dengan anggun di sebelah Baby, mereka berdua sudah ada di mobil dengan pak Supri yang jadi supir mereka. "Kamu dah berapa sama Agam?"

"Satu tahun lima bulan dua puluh satu hari."

"Gak sekalian jam, menit, sama detiknya kamu sebutin?"

Baby menyengir, ia menaikkan kedua kakinya ke atas kursi setelah membuka sepatunya tadi. "Mama mau? Emm bentar Baby inget. Tujuh jam, empat puluh tujuh menit, detiknya susah ngitungnya."

Ana menyentil dahi Baby pelan. "Bucin."

"Emang mama dulu gak bucin apa sama papa? Pasti bucin kan? Ya udah jangan salahin Baby, sifat Baby pasti ngikut kalian berdua."

"Agam gak pernah minta aneh-aneh kan sama kamu?"

"Ya ampun ma, mama kenal om Agam udah lama loh, pasti tau gimana. Kalau om Agam minta aneh-aneh gak mungkin Baby masih sama dia."

"Bisa gak sih manggilnya jangan om gitu? Itu pacar kamu bukan sugar daddy ya sayang."

"Baby coba, kemarin mau manggil mas atau abang tapi canggung banget."

"Gak baik takutnya pandangan orang ke kamu kalau denger kamu nyebut Agam om."

"Iya, iya, Baby coba terus." Baby menatap sang mama yang sudah sibuk bermain ponsel. "M-" Baby berhenti bicara, sejujurnya ragu untuk mengatakan ini.

"Kamu manggil mama?"

Baby tersenyum manis, ia menggenggam lengan Ana. "Emm ...."

"Apa?"

"Baby boleh gak kalau ...."

"Kamu ngomong berhenti-berhenti lagi gak bakalan mama bolehin."

"Ih, kok gitu?"

"Makannya cepet mau ngomong apa?"

"Baby boleh liburan sama om Ag-"

"Ha?"

"Ada bang Denand, sumpah!"

"Denand? Abang kamu aja belum ada bilang mama."

Baby mengerucutkan bibirnya. "Baby yang minta izin, kemarin Baby kalah suit jadi akhirnya Baby yang minta izin ke mama."

"Kapan? Mau ke mana?"

"Belum tau nunggu izin mama dulu. Kalau mau ke mana, mau ke Bali aja sih."

"Masih di Indo kan belum mau keluar negeri? Kalau di Indo mama bolehin."

Om CEO [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang