❤ 56 ❤

125K 3.1K 113
                                    

Maaf lamaa, gak nyangka bakalan tembus. Emang salah nantangin readers di sini 😞

Up terakhir di detik-detik terakhir hari ini.

Happy reading ^^
Kalau banyak typo maklumin, nulisnya ngebut soalnya 😭

***

Agam berdecak saat merasakan tepukan kuat di bahunya. "Lo diem dulu, Nand."

"Panggil gue abang, njing. Gue jadi abang ipar lo sekarang."

"Kampret, diem dulu, Nand."

Denand terkekeh, ia menepuk bahu Agam. "Kenapa? Lo lagi nervous ya?"

"Sumpah, kalau lo nikah bakalan gue gangguin semaleman. Diem dulu, bang Denand yang ganteng."

"Bagus, gitu dong dari tadi biar gak gue gangguin."

Agam menatap dirinya di cermin yang ada di hadapannya. Ia sudah rapi dengan setelah putih yang melambangkan kesucian ini. Memejamkan matanya sambil menghafal lagi teks ijab qabul.

"Sini, latihan sama gue."

Agam membuka matanya, ia menatap Daren yang ikut masuk ke dalam kamar Denand. "Bang, deg deg an gue."

"Duduk sini, latihan dulu lo. Malu-maluin kalau gak sekali ngucapnya."

Agam membalikkan tubuhnya, ia berjalan menuju sofa kamar Denand dan duduk di depan Daren. Ia sebelumya melirik ke Denand dan lelaki itu malah menutup mulutnya untuk menahan tawa.

Daren terkekeh saat Agam menjabat tangannya. "Lo cuma latihan sama gue, Gam, belum akad beneran. Santai, santai, jangan dingin kayak gini."

"Bang, serius gue mau kencing!"

"Latihan dulu sekali habis itu kencing, jam sembilan kurang lima belas lo harus udah ke bawah."

"Saya terima nikahnya dan kawinnya Baby Auristela Hardyanto binti Dendi Hardyanto dengan mas kawinnya tersebut, tunai!"

Denand menepuk tangannya setelah Agam mengucapkan itu dengan lantang. "Bagus! Adik ipar gue pinter!"

Kurang mendengar pujian dari Denand, Agam menatap Daren. "Gimana, bang?"

"Udah pas, yang pasti intinya lo harus rileks."

Agam mengangguk, ia langsung berlari begitu saja ke kamar mandi tanpa mengucapkan apapun.

Daren yang melihat itu tersenyum kecil dan menatap Denand. "Semoga princess beneran bahagia sama dia."

"Gue yakin sama dia karena dia bukan orang sembarangan, bang."

***

Dendi tersenyum tipis, ia menggerakkan tangannya yang sudah dijabat oleh Agam. "Santai Gam, rileks, papa gak makan orang. Dingin banget tangan kamu."

Agam tersenyum kaku, ia mengangguk. "Iya, pa."

"Tarik nafas dulu, Baby sebentar lagi bakalan milik kamu seutuhnya."

Agam memejamkan matanya, menarik nafas panjang dan kembali membuka matanya. Senyum hangat Dendi menyambutnya walaupun terlihat tatapan sedih dari lelaki berumur 60-an itu karena akan melepaskan anak perempuan satu-satunya. "Makasih, pa."

"Sudah siap?"

Agam tersenyum dan mengangguk ramah kepada penghulu. "Sudah, pak."

Om CEO [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang