Kakak-kakak Baby yang cantik jangan pada ngamuk dulu ya 🥺
***
"Jadi, kayaknya hubungan kita sampai di sini aja."
"Ha?" Agam meneliti ekspresi Baby. Wajah memelas, mata yang berkaca-kaca dan bibir yang gadis itu gigit membuatnya langsung panik. "Yang, jangan gini ...."
Baby menatap Agam sambil tersenyum tipis. "Maaf, om."
Agam menatap Baby dengan tidak percaya. Air mata yang sudah merembes di pipinya tidak ia pedulikan lagi. Ia hanya ingin menemukan tanda-tanda bahwa gadis ini sedang mengerjainya, tetapi tidak ada. Agam membasahi bibir dengan lidahnya, ia tersenyum tipis membalas senyuman Baby. "Kalau memang keputusan kamu itu, aku cuma bisa nerima."
Baby menarik tangan Agam saat lelaki itu sudah berdiri. Ia dengan cepat langsung duduk di atas pangkuan Agam dan melingkarkan kakinya dengan erat di pinggang Agam. "Cengeng pacarnya Baby. Masa gak mau bujuk atau ngapain dulu gitu sih?"
Tubuh Agam menegang, tangannya masih berada di sisi-sisi tubuhnya untuk menahan agar tetap bisa duduk. "Baby ...."
"Mana panggilan sayangnya? Udah gak mau manggil Baby sayang nih?"
Agam menatap netra coklat Baby, kemudian turun melihat bibir Baby yang mengerucut. "Kat- katanya ...."
Baby memukul dada Agam. "Baby cuma bohong aja ih! Lagian bisa aja di bohongin sama bocah SMA."
"K- kok?"
"Kok om jadi gagu gini sih? Gak mungkin kali Baby ninggalin om gitu aja. Baby tau restu orang tua penting, tapi kita masih bisa nyarinya. Baby bakalan buktiin kalau Baby bukan gadis childish yang kayak mama om bilang. Baby bakalan jadi calon menantu yang baik. Yang penting, selama om ada sama Baby dan Baby ada sama om, semuanya pasti berlalu kan? Setelah Baby mediasi di dalam kamar, Baby sadar, mama om bilang gitu ke Baby karena gak mau anak tertuanya ini dapat pilihan yang salah, dan Baby mau buktiin kalau Baby adah pilihan yang tepat untuk om."
Agam menatap tidak percaya lagi kepada gadisnya, bagaimana bisa gadisnya berpikir se-positif itu kepada mamanya? Agam yakin, gadisnya tadi juga pasti sudah menangis karena melihat jejak air mata yang ada di pipi gadisnya, tetapi bagaimana bisa gadis ini masih berpikir begitu?
Baby mencubit jakun Agam. "Om, gak seneng ya? Kok gak ada respon apa-apa sih, ckk."
"Kamu beneran?"
"Maunya bohongan?" Baby berdiri dari pangkuan Agam. "Oke, kita put- aaaa!"
Baby melingkarkan tangannya di leher Agam dengan erat karena Agam sekarang memutar-mutar tubuhnya. Baby menepuk punggung Agam. "Ahh, Baby pusing tau!"
Agam memberhentikan putarannya, tangannya berada di paha Baby menahan agar tubuh itu tidak terjatuh. Agam menatap Baby. "Nakal emang, kamu ngerjain aku!"
"Lagi pula, gak ada sanggahan, bantahan, atau apa dulu gitu, ini cuma nerima-nerima aja. Mana langsung nangis lagi, kan Baby jadinya gemes."
Agam tidak membalas itu, ia hanya membawa Baby ke sofa dan tetap mendudukkan gadisnya di pangkuannya. "Maaf, aku terlalu sayang sama kamu sampe udah gak bisa mikir waktu kamu bilang udahan."
Baby menggerakkan jarinya dengan abstrak di punggung Agam. "Jadi orang kok aneh, biasanya orang kalau panik tuh langsung nyerocos gak mau di putusin ini malah nerima. Om kayaknya bucin banget ya sama Baby."
"Banget." Agam mengecup pipi Baby. "Maaf, aku udah buat kamu nangis."
"It's okay, Baby orangnya malah kalau nangis bisa mikir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Om CEO [Selesai]
Romantik"Lah, om Agam gak mau jadi suami Baby?" Agam menghentikan langkahnya. "Kamu ngelamar saya?" "Gak lah, Baby cuma nanya aja. Om mana mau sama bocil. Tapi, kalau Baby mah mau-mau aja sama om." Agam menarik tangan Baby hingga gadis itu masuk ke dalam pe...