13

125K 4.9K 58
                                    

"Agam, anak setan lo, ya!"

Agam menatap pintu yang terbuka dengan keras dan menampilkan pemuda tinggi yang tengah menunjuk ke arahnya. Teriakan Denand tadi sepertinya Agam paham apa yang terjadi.

"Kenapa lo ngomong kalau Karina pacar gue, anj-!"

Agam mengulum senyumnya, ia kemudian menepuk dadanya sendiri. "Sabar, sabar, orang sabar burungnya besar. Jadi sabar."

Denand rasanya ingin menampar wajah tidak bersalah Agam. Sedangkan yang ingin di tampar masih mengelus dadanya sendiri.

"Duduk dulu bapak Denand yang terhormat. Bisa di bicarakan baik-baik kan? Ini masih pagi, tolong, masih jam delapan lewat lima belas."

"Sengaja kan lo gak jemput Baby tadi karena lo tau gue pasti ngamuk?!"

"Abang ipar, duduk dulu yuk."

Denand dengan kasar duduk di sofa ruangan Agam. Agam tersenyum, ia berdiri dan ikut duduk di sofa single depan Agam. "Jadi?"

"Gue di introgasi habis-habisan sama Baby, anjeng!"

"Terus, ketauan?"

"Ya iya! Lo kira gue bisa bohong sama princess gue yang satu itu? Jelas enggak! Apalagi lo dah bocorin."

Agam menggaruk kepalanya. "Bagus kan? Gue bantu lo secara gak langsung memperkenalkan pacar lo ke adek lo yang susah untuk cocok sama pacar lo."

"Harusnya gue yang ngomong sendiri. Ihh, gemes gue sama lo!"

"Nanti atau sekarang Baby bakalan tau juga kan? Apa gak mau di kenalin sekarang karena lo takut putus?"

"Bodo! Yang pasti ini salah lo!"

"Heeleh, abang jelek, nyalahin pacar Baby pula."

Kedua pemuda yang sama-sama masih menggunakan jas itu langsung menoleh ke pintu. Di sana gadis berseragam SMA lengkap dengan tas ransel yang ada di bahunya berdiri.

"Bolos?!"

Baby melotot sambil menutup telinganya. Abang dan kekasihnya dengan kompak berteriak seperti itu. "Fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan!"

Agam berdiri menghampiri Baby, kemudian merangkul bahu Baby. "Terus kok udah pulang, sayang?"

Gadis yang sedang berulang tahun ke 18 itu cemberut. "Males sekolah."

"Kenapa cantik?"

Baby menatap Denand. "Jahat semuanya."

Dan lagi-lagi dengan kompak Denand dan Agam berteriak. "Siapa yang jahatin?!"

"Semuanya."

Denand langsung duduk di samping kiri Baby. "Kenapa? Kamu di apain? Abang juga?"

Baby mengangguk. "Iya semuanya. Mau abang, mama, papa, pacar Baby."

"Kok aku?"

Mata Baby memicing. "Emang iya, om gak peka!"

"Nah loh, Gam, lo gak peka, mampus lo!"

"Abang juga."

"Abang ngapain?"

Baby menggeleng. Ia menghempaskan kedua tangan yang berada di pahanya. "Dah lah, kayaknya Baby salah nyari tempat kabur ke sini. Baby malah emosi yang ada. Jangan ada yang ikutin Baby, Baby mau sendiri!"

"Tapi kan kamu gak biasa sen-"

"Sekarang di biasain!"

Denand mengulum bibirnya mendengar jawaban Baby. "Oke, abang gak bakalan ikutin Baby."

Om CEO [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang