49

76K 2.7K 76
                                    

Baby berjalan di lorong kampusnya dengan santai, ia masuk kelas jam setengah sepuluh tapi di jam delapan ia sudah ada di kampus. Tujuannya hanya untuk menghindari Agam kampret itu. Ini hari kedua setelah acara yang ada di club itu dan selama dua hari Baby tidak bertemu dengan Agam. Entah alasan apa saja pokoknya yang Baby gunakan, di kos temen, kerja kelompok, lagi di lab, dan lainnya. Kalau malam Baby menggunakan alasan, capek seharian di kampus, tidur kesorean dan masih banyak lagi. Yang pasti sebisa mungkin ia tidak bertemu Agam dan tidak menerima video call ataupun call biasa dari Agam.

Ia masih kesal dengan lelaki itu. Baby akan memperbolehkan Agam untuk menyentuhnya lebih jauh, tapi tidak dengan kemauan Agam sendiri. Agam seharusnya sadar, Baby sudah berapa kali mengatakan kalau 'jangan sampai menyentuh bawah'. Tetapi lelaki itu malah menyentuhnya, walaupun dengan halus dan lembut tetapi membuat Baby langsung berpikir yang tidak-tidak kepada Agam.

Tinggal belok kanan dan melewati satu ruangan lagi untuk menuju perpustakaan, suara yang sudah lama tidak Baby dengar memanggilnya. Baby membalikkan tubuhnya dan matanya terbelalak. "Mama!"

Baby langsung memeluk tubuh Hilma yang berlari ke arahnya. Mereka satu kampus tetapi berbeda fakultas, itu yang membuat mereka berakhir jarang bertemu. "Aaaa ... Kangennn."

"Sama, gue kangen sama bocil gue."

Baby terkekeh. "Bukan bocil lagi, udah jadi tunangan orang."

Hilma melepaskan pelukannya, ia mengangguk-anggukkan kepalanya. "Lupa gue bentar lagi jadi istri om-om ganteng."

"Ishh Baby kesel tau sama om Agam." Baby menutup mulutnya setelah mengatakan itu. Ia ingin bercerita, tetapi kan tidak mungkin mengatakan 'masa om Agam nyentuh segitiga bermuda Baby' kan tidak mungkin.

Melihat gerak-gerik Baby, Hilma menyenggol bahu gadis yang sudah menjadi sahabatnya tiga tahun itu. "Hayo loh, lo pasti baru keceplosan kan? Ngapain aja lo sama om Agam? Baby ngapain hayoo?"

Baby berdecak, ia menghentakkan kakinya kesal. "Ihh, enggak, Baby gak aneh-aneh. Baby kesel karena om Agam sering nggombalin Baby terus."

Hilma terkekeh. "Percaya aja deh gue. Yang penting jangan sampai lo rusak sama om ganteng itu ya. Gue tau lo kepoan tapi jangan nyoba hal-hal yang buat lo nyesel nantinya."

"Iya, iya, bu psikolog."

"Masih lama, baru semester 2 belum lagi S2 nya."

"Mama selesai S2 Baby baru siap co-ass. Mama gimana? Ada cowok gak? Baby nungguin cerita mama soal cowok padahal. Dari putus dari si 'itu' mama belum percaya cowok lagi?"

Hilma mencubit pipi Baby gemas. "Ada, tapi lo belum boleh tau, masih bocil, dedek gemes gue."

"Beneran ada?"

"Huum, tapi tunggu bentar gue kasih tau."

"Baby tunggu!"

Hilma mengacak rambut Baby yang tidak gadis itu ikat. "Lo ngapain sepagi ini di kampus? Ada kelas?"

"Jam sepuluh nanti."

"Masih lama, By."

"Emang, Baby kan gak mau ketemu om Agam."

"Oke, oke. Mau ke perpus?"

"Iya dong, sebagai anak kuliah yang baik nongkrongnya di perpus aja, siapa tau dapat cogan."

"Inget Agam, Baby! Udah tunangan juga."

"Kalau bisa dua kenapa enggak?"

"Makin gila."

Baby hanya terkekeh mendengar ucapan itu. Ia menggandeng Hilma menuju perpustakaan, sudah lama ia tidak begini. Baby merasa ada yang janggal saat Hilma mengatakan 'tapi lo belum boleh tau', entahlah firasatnya ada yang berbeda dari biasanya.

Om CEO [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang