08

140K 5.7K 112
                                    

"Mama cayang!"

Teriakan itu menggema di dalam ruang kelas yang sudah di isi beberapa siswa itu. Baby menyengir melihat tatapan teman-temannya. "Maaf ya teman-teman Baby yang cantik dan ganteng, Baby hari ini terlalu seneng."

Setelah mengucapkan itu Baby langsung ke tempat duduknya, duduk di barisan paling depan. Matanya berbinar saat melihat sahabatnya menatapnya dengan bingung. "Mama tau gak?"

Hilma menggeleng, ia sudah terbiasa dengan panggilan gadis ini. "Gak."

"Ih, Baby belum selesai cerita!"

Hilma menutup novelnya setelah memberi pembatas di sana. Ia menghadap penuh ke Baby. "Silahkan cerita tuan putri."

"Baby." Baby memberi sedikit jeda dalam kalimatnya, ia kemudian mendekati telinga Hilma dan berbisik di sana. "Pacaran!"

Beberapa detik tubuh di depan Baby seperti patung, tapi setelah sadar Hilma langsung menatap horor gadis di depannya. "LO PACARAN? SAMA SIAPA, ANJER!" teriakan itu tanpa sadar di ucapkan Hilma yang membuat wajah Baby memerah malu.

Baby memukul lengan Hilma. "Jangan teriak! Malu tau Baby jadinya."

Hilma menutup mulut dengan tangannya. "Maaf, maaf. Lo sama siapa pacarannya? Lo gak pernah deket sama orang."

"Tau orang yang sering jemput Baby akhir-akhir ini."

Hilma berdecak. "Gue cuma tau mobilnya doang. Orangnya mana?"

"Masa Mama belum tau sih? Emang Baby belum ada ngasih tau?"

"Belum, lo cuma ngasih tau kalau yang sering jemput lo temen abang lo."

Baby mengangguk-anggukkan kepalanya, ia mengutak-atik ponselnya dan menunjukkan foto Agam ke Hilma. "Nih."

"Waw."

Baby tersenyum melihat Hilma yang terpesona. "Ganteng kan?"

"Ganteng sih, tapi kalau sama lo jadi kayak sugar daddy."

Wajah Baby cemberut. "Om Agam gak setua itu."

"Ya siapa yang bilang dia tua sih? Bentar, bentar, lo panggil pacar lo apa? Om?"

Baby mengangguk polos. "Iya."

"Astaga, gak habis pikir gue ada orang pacaran manggil om. Oh iya, maksud gue tadi tuh bukan dia yang tua, tapi lo yang jadi terlalu mini untuk dia."

"Baby gak pendek, Ma!"

"Lo terlalu imut," ucap Hilma sambil mencubit kedua pipi Baby.

"Gak papa, awet muda kok nanti. Jadi nanti kalau jadi istrinya om Agam selalu lucu gitu, gemesin."

Hilma memperagakan gerakan seperti ingin muntah, walaupun sejujurnya yang Baby bilang gadis itu gemesin emang iya, Hilma juga kadang rasanya ingin mengarungi gadis itu. "Belum lulus otak lo dah mikirin istri aja. Jarak berapa taun?"

Baby mengetuk dagunya menggunakan jari. "Tu- eh delapan deh, eh atau tujuh ya?"

"Umur lo berapa sekarang? Belum 18 kan?"

"Lusa 18, jangan bilang mama lupa!"

"Enggak, gue cuma ngetes lo masih inget umur lo atau enggak. Terus si om-om lo berapa?"

"Mama jangan panggil om Agam pakai om! Itu panggilan kesayangan Baby!"

"Beneran deh baru kali ini gue nemuin orang pacaran manggilnya om," gumam Hilma sambil menatap Baby heran. "Iya, iya, gue manggilnya ayang beb aja. Jadi, berapa umur ayang beb lo?"

Om CEO [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang