29

84.3K 3.9K 69
                                    

30 komen dulu baru kita lanjottt

***

"Makan ya?" Baby menggeleng.

"Sayang ... kamu baru aja sembuh loh, dikit aja gak papa, tiga sendok aja."

"Enggak, om."

Agam mengelus pipi Baby. Gadis itu bahkan sedari tadi tidak menatapnya sama sekali. Entahlah apa yang terjadi di sekolah tadi hingga gadis itu menjadi pendiam seperti ini. "Di sekolah kenapa?"

Baby menggeleng, ia menepis tangan Agam yang ada di pipinya. "Om pulang aja, Baby habis ini mau belajar, besok mau ganti ulangan waktu Baby gak masuk."

"Kenapa?"

"Om pulang aja, Baby mau belajar."

"Baby Auristela Hardyanto, kamu kemarin yang bilang kalau ada masalah cerita, sekarang apa? Kamu bahkan gak nepatin itu."

Isakan Baby membuat Agam meletakkan piring di meja taman sampingnya. Tangan besarnya menangkup wajah Baby. Ah shit! Mengapa air yang tidak Agam inginkan itu keluar? Agam menarik tubuh Baby ke pelukannya, ia tidak bisa lama-lama melihat air yang merembes di pipi gadisnya itu. Agam mengecup puncak kepala Baby, tangannya mengusap punggung Baby. "Aku di sini, kalau nangis emang bisa luapin emosi kamu, nangis aja."

Dan benar, tangisan Baby semakin keras. Tangan gadis itu bahkan memukul-mukul dada Agam. Agam mengulum bibirnya, mengapa sepupunya tidak memberitahu apa-apa tentang yang terjadi dengan Baby hari ini? Sebenarnya apa yang membuat Baby sampai tidak bisa menahan ini?

"Ma- maafin Baby O- om ...."

Ucapan Baby membuat kening Agam berkerut. Tangannya mengusap halus rambut Baby. "Kenapa sayang? Kamu gak salah apa-apa."

Baby menggeleng di dada Agam. Tangannya meremas kaos nya sendiri, bingung harus jujur atau tidak kepada kekasihnya. Kalau jujur Agam bisa saja marah dan pasti lelaki itu akan berkelahi. Kalau tidak kejadian tadi pasti berulang-ulang di kepala Baby dan membuatnya selalu merasa bersalah kepada Agam.

"Hei honey, what's wrong? Kenapa sama kamu?"

Baby menggigit bibirnya kuat, ia harus bisa menghentikan tangisannya. Dengan perlahan ia mengangkat kepalanya dari bahu Agam.

Tangan Agam langsung bergerak memisahkan bibir Baby yang tengah di gigit gadis itu. "No, jangan di gigit nanti berdarah."

"Ka- kalau Baby cerita ja- jangan marah."

"Sure, gak bakalan. I promise." Agam memberikan gelas yang berisi air putih ke Baby. "Minum dulu, tenangin diri, stabilin nafasnya. Kalau udah baru cerita."

Baby meneguk dengan cepat satu gelas penuh itu. Ia menghirup udara sebelum mengalirkan ceritanya. Baby menunduk, tidak berani menatap Agam yang menatapnya secara intens. "Ta-"

"Cerita sama aku atau sama rumput? Kalau cerita ke aku, tatap aku."

Baby berdecak. "Nanti Baby nangis!"

"Ya udah, jangan nunduk, mahkota cantiknya nanti jatuh."

Baby akhirnya mengangguk, ia memilih menatap dada Agam saja. "Tadi di sekolah Arga-"

"Arga ngapain kamu? Ha!"

Baby menggenggam tangan Agam yang sudah terkepal. "Baby bilang jangan marah, om dah janji juga."

"Oke."

"Tadi kan pelajaran olahraga, Baby sama Bryen yang jadwalnya ambil bola. Baby udah bilang sama guru kalau Baby mau sama cewek aja, tapi kata gurunya karena udah jadwal gak bisa di ganti. Bryen itu satu geng sama Arga makannya Baby gak mau."

Om CEO [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang