12

123K 5.1K 269
                                    

Agam menepuk bibir Baby yang sedang menatap nya polos. "Otak kamu ternyata beneran kotor. Ngomongnya kenapa gak di saring?"

"Saringannya rusak. Tapi, bener kan apa yang Baby bilang? Om mau ke nen-"

Agam menindih Baby dengan cepat untuk menghentikan gadis itu. Menyusupkan kepalanya di leher Baby. "Berhenti bilang itu, entar aku kepengen bener gimana?"

"Ya gak gimana-gimana."

Tangan Agam ternyata tidak seiras dengan otaknya. Tangannya menyusup masuk ke baju Baby dan mengelus lembut pinggang Baby.

"Nah kan." Baby menghentikan pergerakan tangan Agam. "Om baru di kasih restu sama papa, masa mau grepe-grepe anak gadis papa di kamarnya sendiri? Entar ketauan papa gimana? Restunya langsung di cabut terus kita jadi melawan restu gimana?"

Mendengar itu Agam dengan cepat mengeluarkan tangannya. Ia juga dengan gerakan cepat bangkit dari atas tubuh Baby dan duduk di pinggir ranjang gadis itu. "Aku pulang aja deh, di sini kayaknya bahaya banget."

Baby ikut duduk di kepala ranjang. "Otak om aja yang gak bisa positif pikirannya."

"Kamu sih negatif mulu masalahnya auranya."

Baby melempar Agam dengan gulingnya. "Emang Baby setan!"

Agam menyengir. Ia menghampiri Baby, mengurung tubuh Baby di kepala ranjang dengan tangannya. "Aku pulang dulu, ya?"

Baby melirik jam dindingnya. "Bentar lagi makan malem, di sini aja dulu, abang bentar lagi juga pulang jadi om bisa sama abang aja."

"Gak usah deh."

"Baby maksa nih, atau om mau Baby masakin?"

Dahi Agam mengernyit, ia mengecup pipi Baby sekilas. "Masakin apa?"

"Om tinggal pilih mau apa. Soto? Bisa. Rendang? Bisa. Ayam geprek? Jelas bisa. Kari ayam? Ah, gak usah di tanya, pasti bisa."

"Masaknya di mimpi?"

Baby menarik hidung Agam. "Gak percayaan banget Baby bisa masak itu."

"Kamu masakan simple kayak nasi goreng aja bingung, apalagi ini?"

"Jujur amat pak bos," gumam Baby pelan. Ia kemudian mengerucutkan bibirnya. Lalu, wajah cantik itu mendekat ke Agam. "Itu semua Baby masak dalam bentuk Indomie," bisik Baby sambil menyengir lebar.

Agam tersenyum gemas. Ia menahan tengkuk Baby dan mencium bibir Baby yang menggemaskan baginya. Hanya sebentar, karena jujur setelah mendengar perkataan Baby tadi Agam jadi was-was.

"Kalau itu sih aku percaya kamu pasti bisa."

Baby menjilat bibirnya sambil tersenyum. "Tunggu aja, ya?"

Agam mengangguk. "Jangan di kamar bisa gak? Sumpah, aku takut khilaf, yang."

Baby tertawa, ia berdiri dari ranjang dan berjalan menuju meja riasnya. "Bentar, Baby pakai ini dulu."

Agam mengangguk. Ia menatap Baby dari kaca rias gadis itu. Jelas, masih terlihat garis wajah muda Baby. Gadis itu besok masih 18 tahun dan ia sud-- sebentar, besok Baby 18 tahun? Agam mengumpat dalam hatinya, ia belum membelikan gadis itu kado!

"Om!"

"Anjing!"

Baby memegang dadanya mendengar umpatan kasar Agam. Salahnya di mana hingga Agam mengumpat begitu kasarnya?

Agam yang sadar membulatkan matanya. Ia menghampiri Baby dan memeluk leher Baby dari belakang. "Sorry honey, sorry. Aku tadi lagi mikirin sesuatu jadi kaget kamu manggil aku teriak gitu. Reflek aku emang gitu."

Om CEO [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang