Karena tidak ada masalah selama beberapa bulan ini, Kiprang dan Estrogen kembali bersekolah seperti biasa meski tidak terasa karena mereka selama ini bersekolah jalur dunia maya.
Ketika sekolah kembali dibuka untuk alasan tertentu, keduanya pun bersekolah dan siap menerima ilmu baru meski sedikit mengantuk.
Kiprang mengamati kelasnya yang lebih kotor dibandingkan kamarnya sendiri, melihat buku dan meja serta kursi sudah berdebu dan tampak lapuk, membuat hatinya bergidik lantaran semangat belajarnya berkurang melihat pemandangan ini.
Sementara Estrogen sedang menggaruk tangannya yang gatal karena tidak sengaja bersentuhan dengan debu (yes, dia alergi) sambil memegang handphone-nya yang selalu ada di tangannya.
"Ini ruang kelas apa kandang hewan, sih?" tanya Estrogen masih dengan acara menggaruknya. Kali ini lebih kencang.
"Kandang Babi, Gen," jawab Kiprang. "Mana nih tukang piket? Sepi bat sekolah kaya lapak ceritaku."
"Mana ada orang muncul jam tujuh," tukas Estrogen.
Ya, teman-temannya bilang jam tujuh itu mentari belum menampakkan diri sehingga bukan waktu yang tepat untuk beraktivitas. Kedua spesies ini terbilang rajin di mata mereka. Murid teladan yang tidak begitu teladan.
"Masa kita yang bersihin?" Kiprang jelas jijik, padahal dianya malas membersihkan kamar sendiri apalagi ruang umum milik bersama ini.
"Lu mau bersihin, nggak?" tanya Estrogen.
"Dahlah, mending nongkrong." Kiprang berpaling.
"Tungguin, weh!" Estrogen menyusul.
Kelas pun ditinggalkan, terbengkalai lagi setelah setahun lebih diabaikan bahkan oleh tukang kebersihan sekali pun.
Kedua spesies ini mengelilingi area sekolah yang sudah tidak dikunjungi lebih dari setahun lamanya dan bukannya rindu, mereka lebih merindukan kantin beserta isinya, selain sampahnya tentu saja. Siapa yang tidak merindukan kantin?
"Eh, harusnya kita minta Dukuniwati yang bersihin," usul Kiprang di tengah perjalanan.
"Lu kira dia mau?" balas Estrogen. "Sudah lihat rumahnya? Cuma ada doujin sama komik yaoi kutengok."
Ya, semenjak mereka hidup satu komplek dengan kedua spesies baru itu, hidup tidak banyak berubah.
Dukuniwati akan membeli buku aneh-aneh di Sopi, Tokpet, bahkan semua sosmed dibabat hanya demi memuaskan kegabutannya sebagai dukun sakti.
Kakeru? Hanya bisa menemaninya sebagai ... Teman. Lebih tepatnya penggalang dana.
Bosan berkeliling, akhirnya mereka sampai dekat pintu gerbang.
"Ih, kangen dulu sempet ribut sama anak orang," keluh Kiprang.
Ada dua tipe manusia : tidak bisa hidup tanpa cinta, dan tidak bisa hidup tanpa keributan karena life is never flat.
Keduanya sudah bosan berkeliling. Sekarang hampir jam delapan, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan murid lain, bahkan satpam yang tadinya berjaga justru hilang.
"Pada ke mana orang?" Estrogen-lah yang pertama menyadari kejanggalan.
Mereka mendengar lantunan lagu dari TokTik yang diputar tepat di pos tempat satpam bersemayam. Hanya ada handphone-nya yang sedang menyanyikan lagu epik sementara orangnya tidak terlihat.
"Panggil Dukuniwati, nggak?" Kiprang yang curiga pun hanya bisa memikirkan solusi dengan mencari bantuan.
Estrogen sudah lelah, kian emosi mendengar ucapan spesies itu. "Daritadi Dukuniwati mulu, nge-fans, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tujuh Pecel, Pembawa Senter, dan Seekor Gurita
FantasyKiprang dan Estrogen tidak sengaja melempar diri mereka ke dalam dunia fantasi aneh. Di sanalah, mereka bertemu dengan beragam spesies terutama yang pernah mereka kenal sebelumnya. Agar bisa kembali dan menikmati bubur ayam bersama, Kiprang dan Est...