👑 9 : The Wedding Day 👑

29 6 0
                                    

Estrogen sekali lagi tepok jidat melihat mereka berdua yang sedang ber-hah ria.

"Jadi gini, kek, ne– wati," ucap Estrogen memulai. "Si Dukun pen nikahin si Kakek, tapi si Kakek ga peka, ngira si Dukun ga punya duit buat jajan. Si Kakek nerima, tapi si Dukun ga mau si Kakek nerima demi alasan si Dukun butuh duit. Gitu," ujarnya panjang lebar.

Estrogen meminum jusnya setelah itu, haus.

"Hah? Jadi apa maksudnya melamarku?" tanya Kakeru bingung. Kalau bukan untuk uang jajan, terus apa?

"Si Dukun kebelet nikah, Kek," jawab Kiprang.

"Elina?" tanya Kakeru memastikan.

Dukuniwati memalingkan wajahnya.

"Hm, Hmm ... iya. Tapi nggak juga. Aku ... cuma ... um ... nggak mau ... hubungan ambigu ..." ucap Dukuniwati dengan suara yang semakin mengecil di akhir.

Kakeru pun melamun. Dia bingung dengan semua ini.

"Hadueh!" Kiprang mengelus dada. "Gen, bilangin dong gimana tuh. Kan yang baca romance kebanyakan 'kan elu."

"Yaudah, yaudah." Estrogen mengingat kembali adegan uke dipinang seme atau sebaliknya. Dia berusaha, berpikir keras, karena kali ini berhadapan dengan pasangan straight.

Kakeru yang lelah berpikir akhirnya menyuarakan isi hatinya.

"Elina." Dia memanggil, tapi Dukuniwati tidak juga menengok. "Kalau butuh sesuatu, bilang saja kepadaku. Aku punya cukup uang."

"ASTOGEH!"

Kiprang dan Estrogen sama-sama frustrasi mendengar ketidakpekaan kakek muda ini.

Dukuniwati menggerakkan tangannya dengan agresif. Betapa gugupnya dia menyadari konsekuensi dari ucapan dan keputusannya. Tapi, dia tidak menyesal. Semua sudah dipendam sejak lama.

"Kairav."

"Elina."

Dengan dramatisnya, Dukuniwati memanggil Kakeru dengan nama asli dan sebaliknya.

Dukuniwati menarik napas lalu mengeluarkannya.

"Sejak kecil, aku dipandang aneh oleh orang sekitar, me ... Melihat kegiatanku yang suka membaca doujin anu. Ta-tapi, kadang aku baca yang aman, kok. Um, semua itu karena ibuku. Aduh!"

Dukuniwati menutup kedua wajahnya, malu telah menyebut aib keluarga.

"Ya." Hanya itu balasan Kakeru.

"Bertahun-tahun aku mendapat perlakuan yang sama, setiap orang yang konsul ke aku hanya bertahan sementara." Dukuniwati melanjutkan kisahnya. "Aku, pada akhirnya, mendapat gelar ini, Dukuniwati, yang diwariskan oleh ibuku. Tapi tetap saja orang-orang memandangku aneh karena kebiasaanku mengabut."

Estrogen manggut-manggut sementara Kiprang tidak bisa melepas pikiran tentang temannya ini ketika mendengar kata "doujin" atau hal berbau anu lainnya.

"Tapi, aku kemudian menemukanmu." Dukuniwati menatap Kakeru, matanya berkaca sementara pipinya merona merah. "Satu-satunya orang yang tidak memandangku aneh, meski aku punya kesukaan yang anu."

Kakeru diam saja, tapi terlihat sudah wajahnya yang tampak mendengarkan Dukuniwati dengan sungguh-sungguh.

"Kamu bahkan mau membelikanku manga yaoi full color edisi lengkap, yang mana menghabiskan sebagian harta warisanmu." Dukuniwati menunduk. "Padahal aku bercanda. Tapi, tidak kusangka kau anggap serius. Aku pun dengan iseng memintamu menemaniku membaca ini dan berdiskusi mengenai dunia per-yaoi-an. Kukira, perlahan kamu akan meninggalkanku. Tapi, justru sebaliknya. Kamu tetap di sisiku. Mendengarkan dan memahami setiap ilmu anehku. Aku ingat betul ketika kamu bilang 'Jika kamu ingin memiliki uke, maka aku akan menjadi uke bagimu.' Di saat itulah aku menyadari betapa tulusnya engkau kepadaku, Kairav."

Tujuh Pecel, Pembawa Senter, dan Seekor GuritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang