👑 18 : Tampan dan Berani 👑

16 6 0
                                    

"ASTAGA PREN GABOLE GITU!" teriak Estrogen sambil menghindar, tentakel di punggungnya keluar saking terkejutnya dia.

"TBL TBL," timpal Kiprang yang tubuhnya di angkat oleh tentakel Estrogen.

Sementara Dukuniwati sudah melesat mengejar orang yang melempari mereka es tadi.

[PELINDUNG : TAMENG]

Terbentuklah lingkaran pelindung bak tudung yang biasa dipakai ibu-ibu untuk melindungi makanan dari segala ancaman seperti lalat dan penghuni rumah itu sendiri.

Dari jauh pun dapat didengar bunyi seperti tabrakan antara besi yang dipantulkan bola bertubi-tubi. Ya, tameng ciptaan Dukuniwati dihajar oleh bongkahan es dan salju.

Sementara itu, kedua tokoh utama belum juga bisa melihat siapa gerangan lawan mereka selain fakta kalau itu Pecel.

"Tumben Pecel yang nyerang duluan," bisik Kiprang.

Memang sebelumnya para Pecel hanya akan mengajak berbasa-basi dulu baru kemudian menyerang. Sementara ini tanpa pembukaan maupun salam langsung terobos saja.

"Keknya ada dendam, deh," sahut Estrogen. "Lu ga bisa cek pakai senternya?"

"Mana bisa," sahut Kiprang. "Siang bolong, lagi terang ini."

Keduanya kembali mengamati Pecel yang menyerang tameng ciptaan Dukuniwati. Sementara dukun itu masih berusaha menahan serangan. Perlahan, sepatu hak tingginya semakin terbenam ke tanah, tanda bahwa dia mulai melemah.

"Hei, bocah-bocah!" seru Dukuniwati. "Bantuin dong!"

"Siap!" sahut keduanya, meski dari lubuk hati terasa ragu.

"Eh, gimana nih?" tanya Kiprang.

"Gatau," balas Estrogen, dia kembali mengamati serangan bertubi-tubi dari arah berlawanan. "Eh, lu lihat tuh siluetnya?"

Kiprang bilang "hah" sebelum akhirnya menengok ke arah yang ditunjuk. Begitu melihatnya, dia pun berucap kata yang sama lagi, kali ini nadanya lebih keras.

"Hah?!" ulangnya lagi biar dramatis.

"Apaan, sih?!" sahut suara dari kejauhan.

Perlahan, dari balik serpihan es dan salju yang bertebaran di udara, tampak sosok yang selama ini mereka lupakan.

Wajahnya begitu tampan, berkulit putih serta mulus ditambah rahang tegas dengan bentuk badan layaknya model yang sempurna. Ditambah sorot mata misterius menambah kesan dingin darinya. Membuat lelaki di hadapan mereka laksana cogan wetpet idaman wanita halu.

"Siapa dia?" bisik Estrogen.

Dukuniwati melotot melihat makhluk itu. "I ... Itu Pecel Glow In The Dark! Pecel yang bernyala ketika semua hal di sekitarnya mulai mengabaikan dirinya. Dia simbol dari kebangkitan setelah keterpurukan–Pecel Tampan dan Berani!"

"HUAHAHA ...!"

Mulai tampak semakin jelas wujud Pecel yang menyerang mereka kali ini. Yang dulu jerawatan kini mulut dengan tubuh sempurna layaknya dipahat langsung oleh seniman.

Alvaro Septian Putra.

"Kiprang! Senterrr ... !" teriak Dukuniwati sampai suaranya serak. Dia sudah mengangkat tangannya di atas mata demi menghalau silaunya pria di depannya walaupun dia sudah mempunyai pelindung.

"O-oke!" sahut Kiprang panik, lalu sambil terangkat di atas udara, dia merogoh kedua sakunya, mencari sosok senter yang bisa menyusut secara ajaib.

Dia kemudian menemukannya, "Terima ini!"

Tujuh Pecel, Pembawa Senter, dan Seekor GuritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang