Estrogen melambatkan laju terbangnya ketika mereka melintasi sebuah hutan lebat.
"Heh, Kakek, kenapa ada hutan di sini?" tanya Estrogen.
"Mana kutahu, 'kan aku ikan," jawab Kakeru sambil menebas-nebaskan pedangnya.
"Lah, 'kan elu tinggal di sini sejak lama," balas Estrogen.
"Hm," timpal Kakeru, merasa malas berdebat.
"Aneh," gumam Estrogen.
"Tidak perlu sok, kamu saja belum tentu tahu sepenuhnya keadaan perumahan sekitarmu sendiri," balas Kakeru. "Tugas kita sekarang, mencari Dukuniwati-san dengan temanmu itu."
"Ah, siap!" Estrogen pun melanjutkan terbangnya.
Dia menyadari kalau kekuatannya melamban, tapi tidak banyak menganggu karena efeknya hanya sekadar melambatkan.
"Pasti karena aku bakal dikawinkan sama babi hutan itu," batin Estrogen. Dia pun kembali fokus ke hutan lebat di depan mata.
Seperti kebanyakan hutan gelap di dunia fantasy, hutan ini dipenuhi pepohonan serba hitam hingga ke tanahnya. Meski hitam, tapi hutan ini tampak asri meski kesannya suram sekilas.
"Ini hutan apa?" Estrogen bertanya.
"Sudah kubilang, aku tidak tahu," jawab Kakeru. "Tapi, aku bisa merasakan keberadaan Dukuniwati-san dari kejauhan."
Estrogen curiga. "Kalian bisa saling deteksi keberadaan meski berjauhan? Kalian pasangan sejiwa?"
"Hm?" Kakeru menyarung pedangnya. "Aku dan Dukuniwati-san ibarat lebah dan bunga. Aku butuh dia, dia butuh aku."
"Simbiosis mutualisme?" tebak Estrogen, sambil menginggat pelajaran sekolah dasar.
"Kurang lebih begitu," jawab Kakeru. Dia kembali fokus menatap pepohonan di bawahnya. "Turun!"
"Eh?"
Estrogen perlahan menurunkan mereka di antara hutan.
"Kamu lihat sesuatu?" tanya Estrogen.
Tubuh Kakeru seketika mengeluarkan cahaya putih menyilaukan. Ia kembali menjelma menjadi kesatria cahaya.
Syuut!
"Eh?!"
Kakeru melayang melewati Estrogen layaknya sepeda rem blong.
Lenyap.
"Woy! Jangan tinggalin akuh!" jerit Estrogen sambil berusaha mengejarnya dalam wujud manusia.
"Aduhhh!!1!1! Ini kenapa gue ga bisa berubah sih?! Kenzolol as*" Estrogen pun mulai toxic.
Estrogen berlari dengan kecepatan larinya yang lambat. Belum 10 meter, dia sudah ngos-ngosan.
"Ka–hah hah, Kakek– tungguh–" ucapnya di sela-sela nafasnya.
JEDARRRR!
"EH, ASTAGHFIRULLAH, CUMI!" latah Estrogen. Entah apa yang dia pikirkan sampai menyebut kata cumi.
Seketika itu dia nyaris ditabrak lari oleh sepeda motor dengan kekuatan petir. Telat sedikit, dia akan jadi cumi bakar.
Estrogen mengatur napas, sudah berlari, mana jantungan lagi.
Sepeda motor itu berhenti di depannya.
"Hm, hm, orang yang diramalkan," ucap pengendaranya. Masih mengenakan jaket hitam terbuat dari kulit dengan tulisan ANDROMEDA di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tujuh Pecel, Pembawa Senter, dan Seekor Gurita
FantasyKiprang dan Estrogen tidak sengaja melempar diri mereka ke dalam dunia fantasi aneh. Di sanalah, mereka bertemu dengan beragam spesies terutama yang pernah mereka kenal sebelumnya. Agar bisa kembali dan menikmati bubur ayam bersama, Kiprang dan Est...