CEKLEK!
Estrogen yang sudah memasang ancang-ancang untuk lari pun tiba-tiba mematung setelah mendengar suara tadi.
"Eh, Dyn, bentaran," ucap Estrogen sambil mengangkat telapak tangannya di depan wajah Oodyn.
Oodyn yang mengira si Estrogen bakal menamparnya lagi pun sedikit terperanjat, matanya tertutup menunggu datangnya geplakan tangan dari Estrogen.
Merasa yang ditunggu-tunggu tidak datang, Oodyn pun membuka mata, "Apaan?" ujarnya.
"Lu denger bunyi tadi ga? Ceklek-ceklek gitu loh," celetuk Estrogen sambil celingak-celinguk mencari sumber suara.
"Apaan, gaada tuh. Halu kali lu," ujar Oodyn yang ikutan celingak-celinguk.
CEKLEK!
"NAH KAN BENER BUNYI LAGI, ENGGA HALU GUE, DYN!" teriak Estrogen.
"Ya gausah ngegas juga kali ah!" timpal Oodyn yang merasa telinganya diserang.
Estrogen pun kembali celingak-celinguk dan berhasil menemukan sumber suara, Kiprang.
"Eh–"
[SINAR SENTER 30 WATT]
Oodyn hanya planga-plongo menyaksikan cahaya menyilaukan itu mengarah padanya akan menumbangkan dia untuk kesekian kalinya.
Estrogen menyadari bahwa gelombang cahaya itu melesat ke arah mereka. Dengan gerakan cepat layaknya pekerja akhir waktu, dia mundur dan membiarkan Oodyn ternganga.
Oodyn menatap cahaya itu. Entah apa yang dia pikirkan. Tanpa melawan, membiarkan cahaya pada akhirnya sampai padanya.
DUAR!
Estrogen yang berada dekat dengan ledakan pun sedikit terpental.
Dirinya pun membatin, '30 watt doang segini kekuatannya? Ngeri bosquuu.'
"Eh gitu doang?" ucap Estrogen yang bangkit dari posisi terduduknya.
"Hooh kok gitu doang ya?" sahut Kiprang yang masih berdiri dengan wajah plonga-plongo sambil memegang senter 30 watt-nya.
"Perasaan tadi si Dokter kek susah bet ngalahin si Oodyn, kok lu sekali ceklek senter meledak?" tanya Kakeru yang juga ikut plonga-plongo dan sesekali menoleh ke belakang, mengecek Dukuniwati yang syukurnya masih tertidur pulas. Walaupun di atas tanah.
"Entah, mungkin karena aku author dia," balas Kiprang dengan enteng.
"Kenapa ga dari tadi?" Kakeru melotot. Berarti seluruh tenaga yang mereka kerahkan sia-sia jika saja Kiprang tidak insecure.
"Ehhe." Hanya itu balasan dari Kiprang.
"Hoam." Dukuniwati seketika bangkit dari tidur. Dia mengucek kedua mata neapolitan-nya sambil berusaha mencerna apa gerangan yang terjadi. "Ada apa, nih?"
Kakeru orang pertama yang menghampirinya. "Dia sudah dikalahkan."
"Lah, serius?" komentar Dukuniwati. "Cepat amat."
"Lah, harusnya bersyukur lah," balas Kakeru, sedikit lebih kalem dari balasannya pada Kiprang.
"Iya, deh. Iya." Dukuniwati lalu berdiri. "Pyuh, enaknya tidur tadi."
"Enak, ya," balas Kiprang yang sudah biasa merasa kurang tidur tapi tidak bisa tidur cepat.
"Ohoho, mana Oodyn?" Dukuniwati menatap sekitar sambil berkacak pinggang.
"Keknya kepental gegara senternya Kiprang," jawab Estrogen.
"Woaw, kalian sungguh luar biasa, sudah berkembang rupanya," ujar Dukuniwati dengan logat berbi. Dia langsung saja berlari sambil membawa sebuah botol penyegel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tujuh Pecel, Pembawa Senter, dan Seekor Gurita
FantasyKiprang dan Estrogen tidak sengaja melempar diri mereka ke dalam dunia fantasi aneh. Di sanalah, mereka bertemu dengan beragam spesies terutama yang pernah mereka kenal sebelumnya. Agar bisa kembali dan menikmati bubur ayam bersama, Kiprang dan Est...