"Halo, gadis kecil! Apa kabarmu?" sapa Dukuniwati sambil menangkis tinju Kamito.
Kamito langsung terhuyung-huyung ke belakang karena itu.
"Huaaa! Neneee'!" seru Kiprang dengan mata yang berkaca-kaca dan berjendela.
"Siapa yang kau sebut Nene' hm?" tanya Dukuniwati sambil membalikkan badannya menghadap Kiprang.
"Eh, bukan bukan, Dukuniwati-san!" jawab Kiprang panik.
"Jangan panggil Nene' ya! Aku masih muda!"
"I ... Iya."
"Good."
Dukumiwati berjalan gaya catwalk mendorong Kamito jauh-jauh. "Kamu ini, seenaknya datang dan memancing keributan. Padahal aku mau ikut, lho!"
Kamito berdecak. "Kamu siapa, sih? Beraninya melawanku!"
"Namaku Dukuniwati!" Dia berpose dengan jari bentuk V ditambah senyuman ala idol. "Salah satu dukun di sini. Tidak kenal? Makanya berkenalan!"
Duar!
Tepat saat mengucapkannya, Dukuniwati mengeluarkan kekuatan berwarna merah jambu yang sukses mendorong Kamito hingga menghantam dinding.
Dukuniwati menatap Kiprang. "Ayo, Anak Muda!"
Wanita itu melepaskan ikatan temali dari tangan Kiprang lalu menariknya.
Keduanya pun berlari melewati portal berwarna merah jambu.
"Nek– uh ... Dukuniwati, mau ke mana, nih?" tanya Kiprang. Dia hampir menggigit lidahnya karena salah panggil Dukuniwati.
"Ketemuan sama Kakeru-san. Keknya itu kakek udah selesai jemput Estrogen," jawab Dukuniwati sambil berjalan dengan tangan di pinggang dan gaunnya yang berkibar terkena angin yang datang entah dari mana.
"Berhenti! Kalian berdua!" teriak sebuah suara tiba-tiba.
Kiprang dan Dukuniwati lalu menoleh ke belakang dan melihat Kamito yang mengikuti mereka menggunakan portal yang dia buka sendiri.
"Huaaa! Nenek!" Kiprang refleks memeluk pinggang ramping Dukuniwati.
"Siapa kau bilang 'Nenek' heh?" Dukuniwati hendak mengeplak anak muda itu. Tapi, dia sadar sebagai yang lebih tua harus bersabar. Apalagi mereka sekarang sedang diburu oleh spesies baru.
"Hiyaaat!" Dukuniwati melempar cahaya berwarna putih ke arah Kamito.
DUAR!
Sayangnya, Kamito berhasil menangkis serangan Dukuniwati.
"Hei, Nenek. Kekuatanku cahaya, kenapa lawan pakai cahaya?" ejek Kamito.
"Sudah kubilang jangan panggil aku dengan sebutan Nenek!" teriak Dukuniwati marah.
Aturan tidak tertulis dalam pertemanan absurd mereka adalah, jangan pernah sekali-kali memanggil Dukuniwati "Nenek" meski dia sangat tua. Karena, itu akan membuatnya sensitif hingga ...
DUAR!
Serangan dari cahaya merah jambu begitu dahsyat hingga menghancurkan separuh ruang hitam yang selama ini mengekang mereka. Tampak sinar mentari menerobos masuk hingga menyilaukan mata.
Kiprang yang takut akan kedahsyatan kekuatan sihir Dukuniwati, mempererat pelukannya ke punggung nenek–eh, wanita tua itu.
"Sekali lagi panggil aku 'Nenek' akan kuhabisi!"
Dukuniwati menggeram. Tanah yang mereka pijak seketika bergetar hebat, bahkan sebagian tersentak hingga berhamburan.
Kamito yang sedari tadi terlempar hingga menabrak dinding dengan dramatis, mencoba berdiri. Dia melototi lawannya.
"Seorang dukun, he?" ujar Kamito, mencoba terlihat keren meski keadaannya mengenaskan. "Tidak kusangka bisa melihatmu di usiamu yang setua ini."
Dukuniwati menggeram. "Aku masih muda!"
Ctar! Keluar kilatan putih menghanguskan tanah di sisi Kamito yang tersentak hingga melatah.
Kiprang hanya bisa menatap Dukuniwati memarahi spesies baru itu.
Kamito menatap Kiprang. "Heh! Aku belum selesai denganmu!"
Dukuniwati berdiri tepat di depan Kiprang. "Ada masalah apa, sih?"
"Salah orang diaaa!" geram Kiprang hingga memanjangkan kalimat. Ingin sekali dia menghentak-hentakkan kaki, tapi sadar dengan umur.
"Hah? Emang yang dia sangka elu siapa?" tanya Dukuniwati sambil menyerang Kamito lagi.
"Estrogen," jawab Kiprang. Dia juga bingung, kenapa bisa dia mengira Kiprang itu Estrogen?
"Hah? Kok bisa? Estrogen 'kan Gurita, elu manusia, dah jelas pake mata telanjang," ucap Dukuniwati.
"Ta ... Tapi ... Au ah!" Kiprang lelah dengan kebodohan ini.
Dukuniwati harusnya tahu jika Estrogen itu aslinya berwujud manusia seperti dia, tidak mungkin dua puluh empat jam berwujud gurita. Pada pertemuan pertama saja sudah bisa kembali ke wujud manusia, apalagi sekarang.
"Argh! Itu semua salah ANDROMEDA!" Kamito menggentakkan kaki, lupa umur.
"Salahkan saja orang lain!" balas Dukuniwati. "Tidak mau tanggungjawab! Lempar batu, sembunyi tangan!"
"Tutup mulutmu, wanita tua!" seru Kamito. "Kalau berani, sini kita by one!"
"Okeh! Sini!"
Dukuniwati menggulung lengan baju merah jambutnya, menunjukkan tangannya yang tidak terlalu berotot, tidak juga loyo. Kedua kakinya dengan posisi kuda-kuda, siap menyeruduk lawan.
Kamito lalu mengeluarkan aura putih dari seluruh tubuhnya. Tato di lehernya terlihat tumbuh menjalar dari kepala sampai kakinya. Dia lalu mengeluarkan ledakan Energi.
"Maju kau! Neneeeek!" teriaknya sambil menerjang Dukuniwati menggunakan pedangnya.
"SUDAH KUBILANG JANGAN PANGGIL AKU DENGAN SEBUTAN NENEK KAU BABI PUTIH!" balas Dukuniwati.
DUAR!
"AAA ....!" Kiprang terjungkang begitu kedua penyihir atau dukun ini mengeluarkan kekuatan masing-masing.
Tepat saat itulah terdengar bunyi benda jatuh dari kantongnya.
Kiprang meraih benda itu, yang menariknya, tidak juga rusak setelah terjengkal, tersungkur, terjepit dan ter-ter lainnya.
Kiprang mencengkeram erat benda itu, pusakanya. "Aku, Kiprang sang Cahaya, akan menghukummu!"
CLING!
Seketika itu juga ruangan dipenuhi cahaya putih menyilaukan bak sinar surgawi.
Kamito menjerit kala cahaya itu menusuk matanya. "Argh! Pedih! Perih! Sedih!"
Dukuniwati sempat melindungi matanya dengan kacamata hitam. "Ayo, Anak Muda!"
Dukuniwati serta merta menggendong Kiprang yang masih mengenggam erat senternya.
"Ke mana kita? Cahayaku bakal redup, nih!" kata Kiprang yang tidak melepas pandangan dari Kamito yang berjuang melindungi matanya yang menawan.
"Sudah kubilang, kita cari Kakeru-san dan gurita itu!" Dukuniwati melompat. "Hiyat!"
Jreng!
Terbukalah portal berwarna merah jambu terpampang di depan mata mereka.
Dukuniwati dan Kiprang pun melompatinya, meninggalkan Kamito beserta markasnya yang hancur.
Kamito menggeram di antara reruntuhan. "Kutandai muka kalian!"
Hiya hiyaaa akhirnya update juga. Gimana menurut kalian? Sudah cukup anu, bukan?
Saksikan kelanjutannya di kelurahan terdekat!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tujuh Pecel, Pembawa Senter, dan Seekor Gurita
FantasyKiprang dan Estrogen tidak sengaja melempar diri mereka ke dalam dunia fantasi aneh. Di sanalah, mereka bertemu dengan beragam spesies terutama yang pernah mereka kenal sebelumnya. Agar bisa kembali dan menikmati bubur ayam bersama, Kiprang dan Est...