🗡 2 🗡

121 28 10
                                    

"Oodyn sape?" ucap Estrogen berusaha sadar dari rasa kagetnya setelah melihat Kakek tadi salto 13 kali.

"Oodyn itu spesies yang berkuasa di sini!" seru mereka.

"Dia tampak seperti ikeman atau cogan di anime!" sambung salah satu gadis.

"Wait, apa?!" Kiprang menyadari sesuatu. "Rambutnya cokelat tua dengan mata emas, 'kan? Kek Pico Chisaki?"

"Ho'oh."

Kiprang menatap Estrogen. "Itu orang yang nyerang plus lemparin kita ke isekai!"

Estrogen hanya terdiam, tiba-tiba merasa energinya terkuras ketika mendengar ucapan mereka.

"Pertama-tama, tolong ubah aku menjadi normal lagi," ucapnya dengan lemah.

Sontak sang Kakek dan gadis tadi langsung tersadar dan menuntun mereka ke rumah dukun yang dari tadi mereka cari.

"Mbah!"

Tok tok tok!

Tidak ada balasan. Tapi, mereka tetap membuka pintu.

Sreeekkk ...

Tampaklah sebuah pemandangan indah nian di mata. Permadani lengkap dengan kumpulan manga, light novel hingga doujin tersusun rapi.

Mereka masuk sambil berseru memanggil sang Dukun.

"Dukuniwati!" panggil si Kakek. "Dukuniwati!"

"Diam, lo, Kakeru-san!" seru suara serak.

Muncul seorang wanita berambut seperti es krim neapolitan. Dia cantik lagi berdada besar serta berpakaian tertutup rapi selagi berjalan dengan anggun memesona.

"Kakeru-san, berhenti menyamar dan bantu aku menyusun doujin ini!"

Si Kakek mendadak menjelma menjadi pemuda tampan dan gagah. Tapi, tetap ubanan. Namun, ia tidak berkutik setelahnya.

Dukuniwati menatap Estrogen yang berada di wujud gurita. "Ada masalah apa?"

Estrogen terdiam sekali lagi, kali ini dengan mulut yang terbuka lebar, begitu juga dengan Kiprang yang sudah dia turunkan.

Ya, ya. Ini dunia fantasi, apa saja bisa terjadi. Benar-benar apa saja.

"Anu, Nona? Nyonya? Nenek? Entahlah, terserah. Tolong bantu saya kembali ke bentuk semula saya," ucap Estrogen dengan nada yang semakin melemah.

Kiprang lalu menepuk nepuk salah satu tentakelnya, merasa simpatik dengan temannya.

"Bisa saja. Tapi kau harus menjawab satu pertanyaan dariku," ucap Dukuniwati dengan mata berbinar.

Estrogen hanya balas menatap, mengisyaratkan Dukuniwati untuk melanjutkan kalimatnya.

"Kamu ... Ereri apa Riren?"

"-?!"

Estrogen terkejut, sama sekali tidak menyangka bahwa pertanyaan yang akan ditanyakan ternyata pertanyaan semacam ini.

Kiprang hanya diam menatap Dukuniwati dan Estrogen bergantian, kebingungan.

"Hm ..." gumam Estrogen, tampaknya dia sedang berpikir keras.

"Apa? Apa? Kenapa lu ngegunain otak lu? Ereri apa? Riren apa?" tanya Kiprang dengan cepat.

"Kau akan tahu pada waktunya, Nak. Biarkan temanmu berpikir dulu," jawab Dukuniwati dengan tangan yang sudah bertengger di pinggangnya.

Kiprang semakin kebingungan, apa maksud mereka?

"Haruskah aku memanggilmu 'Senpai'? Pertama-tama, Senpai, pertanyaanmu sungguh bagus dan kedua, senang bertemu dengan sesama kaumku. Lalu, yang terakhir ..." Estrogen menghentikan ucapannya dan meneguk air liurnya, merasa gugup.

Tujuh Pecel, Pembawa Senter, dan Seekor GuritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang