👑 29 : Turu 👑

14 5 0
                                    

"Pulang ke mana?" tanya Estrogen, berniat memancing perdebatan lagi.

"Lah mana saya tau? Saya 'kan ikan," sahut Arzt.

"Lah 'kan elu yang nyeret kami, masa nggak tau," timpal Kiprang sewot.

"Ya udah ah, sini ngebikin rumah lagi!" teriak Dukuniwati prestasi.

Dengan kekuatan jiwa arsitek dan teknik sipil yang dimilikinya, Dukuniwati mampu membangun rumah serta mendesain sesuai kehendaknya.

[TEKNIK SIPIL : MEMBANGUN RUMAH : DI GUNUNG]

CLIIING ...!

Muncul semburat cahaya krem menyelubungi mereka sampai nyaris membutakan. Akhirnya mereka menutup mata dan membiarkan angin menyeret tubuh entah ke mana.

Tibalah mereka di puncak pegunungan, entah di bagian dunia mana. Yang pasti, dingin seperti biasa. Sementara itu, rumahnya tidak menyentuh tanah sehingga tampak mengambang di udara beberapa meter.

"Kok nggak napak? Rumah hantu ya?" celetuk Estrogen random.

"Enak aja bilang gitu. Ini tuh mahakarya tau! Seluruh bangunan rumah ini disumberdayai oleh sihir! S-I-H-I-R! Jangan nuduh hantu-hantu lagi, gedek aku!" sahut Dukuniwati dengan kesal.

"Ih ko ngamok?" timpal Kiprang.

Sementara Kakeru dan Arzt sudah berjalan mendahului mereka bersama dengan Estrogen yang tadinya memulai perkara.

Skill kabur dari amarah emaknya Estrogen memang top tier!

Begitu mereka masuk, sudah dapat diduga, seisi rumah baru ini disusun dengan begitu rapi lengkap dengan perabotan untuk hidup nyaman. Berbeda dengan rumah sebelumnya, isi dari tempat ini terbuat dari marmer kokoh dan tentu saja bersih dan bersinar. Membuatnya tampak megah di tengah udara.

Namun, para tokoh kita tidak sempat mengagumi mahakarya dari dukun sakti kesayangan kita, karena mereka sudah lelah lahir dan batin. Kecuali ...

Kakeru mendorong seseorang.

"Hei!"

Bruk!

Terdengar teriakan Arzt disertai dentuman keras. Lengkap dengan bunyi reretan besi yang mengekangnya seketika. Membuat pria malang itu terjebak dalam jeruji besi.

Sementara si pelaku menandanginya dengan dingin. "Jangan ke mana-mana sebelum diinterogasi!" Kakeru tampak mengintimidasi seperti biasa. Rupanya selain karena kesal akibat pertarungan yang melelahkan tadi, dia juga tidak mau menerima orang asing di rumahnya begitu saja.

"Wah, wah, wah." Dukuniwati tahu ada api menyulut hati suaminya. Dia mendekat sambil memijat pelan kedua bahu Kakeru. "Sudah, sudah. Yuk, kita tidur aja dulu."

Tentu, selalu saja ada yang bisa memadamkan api yang bergejolak. Namun, tetap saja pandangan Kakeru tertuju pada Arzt layaknya seekor anjing penjaga yang mencurigai maling di luar rumah.

"Apa-apaan ini?!" protes Arzt. "Aku tidak melakukan apa pun!"

"Peka dikit kek!" teriak Estrogen sambil duduk di depan jeruji milik Arzt.

"Lah kok? Apaan sih emang cepu dong. Lu 'kan kang cepu, Gen!" sahut Arzt dengan nada mendayu-dayu kepada Estrogen.

"Jangan mau, Gen, bisikan setan," tegur Kiprang.

"Iya. Tau kok. Ya pokoknya peka lah, Dok!" ujar Estrogen.

"Lah apaan kata gue! Emang lu tau apaan?" ucap Arzt yang mulai kesal.

"Ya ngga tau," celetuk Estrogen.

Kiprang pun menepuk jidatnya.

"Kalo gitu napa lu nyuruh gue peka, Bocil?!" ucap Arzt yang emosinya tersulut.

Tujuh Pecel, Pembawa Senter, dan Seekor GuritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang