Setelah merapal mantra pelindung, Dukuniwati menguap lalu menutup kedua matanya. Tak lama, terlihat dadanya naik turun secara teratur.
"Lah kok turu?" tanya Kiprang, tangannya gatel ingin menggeplak wajah Dukuniwati yang glowing kinclong gemilang, tapi takut nanti diamuk massa.
"Biarin, kemarin malam ada anu sama gue," timpal Kakeru.
Estrogen yang mendengar ucapannya dengan cepat mengalihkan pandangannya kepada Kakeru. "Apa maksudnya? Lebih jelas tolong?"
"Otak mesum lu bocah. Orang ngitung duit doang," ujar Kakeru sambil berdecak, menyayangkan Estrogen yang terbilang sedikit pintar tapi otaknya penuh dengan hal yang tidak ramah anak.
"Masa?" Kini Kiprang terjangkit.
"Astaga, Bocah, mending bantuin lawan dah!" bentak Arzt yang lelah karena sedari tadi harus bertarung sendirian menghadapi Oodyn.
"Capek, ya?" Oodyn merasa ini kesempatan.
Dia melesat ke arah Arzt. Tentu semua kembali seperti semula di mana para petarung terpaksa hanya bisa saling menghindar dan menangkis. Fakta ini didukung dengan eskpresi wajah yang tadinya terlihat dingin perlahan menjadi kesal menatap lawan tapi sudah tidak berdaya lagi.
DUAR!
Arzt menghindari ledakan warna merah yang nyaris memotong pipi mulusnya. Menyebabkan pepohonan yang tersisa mulai terkikis.
"Woi! Alam jangan dirusak!" seru Arzt.
"Ya, lawan aku!" balas Oodyn yang sedang pasang kuda-kuda. "Masa menghindar terus?" Rupanya dia belum juga lelah.
Arzt, sebagai sosok genius di luar nalar, harusnya memikirkan cara untuk menyelesaikan pertarungan ini tanpa berkorban lebih. Tapi, Oodyn terlalu bersemangat.
"Hiyat!" Oodyn melempar cahaya putih lurus menyerupai sebilah pedang.
Arzt menarik napas. Dia menyilang tangan, menghalangi cahaya itu membelah dirinya.
Tiupan angin akibat benturan tadi menyebabkan area sekitar terdorong mundur, termasuk para tokoh utama yang sedari tadi menyimak.
"Huaaa ...!" Estrogen dan Kiprang berteriak ketika angin menyapu mereka hingga beberapa meter.
Kakeru refleks memegang Dukuniwati yang terlelap agar tidak terlempar jauh. Menahannya di tempat.
Kini tersisa debu dari tanah yang tersapu angin. Menciptakan kabut pasir yang tentu menyulitkan pandangan.
"Uhuk! Uhuk!" Semua tokoh terbatuk kecuali Dukuniwati yang masih dalam posisi tertidur pulas di pelukan suaminya.
"Sialan! Kapan lu mati?!" seru Oodyn kesal.
"Lah, situ yang duluan!" balas Arzt tidak terima.
Mulai lagi.
"Kalo gini caranya gak kelar-kelar geludnya. Bantu gak ya? Bantu ga yaaa ..?" Dilema Estrogen yang berpegangan pada bahu Kiprang yang terhuyung-huyung dikarenakan Arzt dan Oodyn kembali bertabrakan(?).
"Diem aja lu, kan lu mageran. Jangan OOC," tegur Kiprang sambil berusaha berdiri tegak dan sedikit menangkis tangan Estrogen yang membebaninya.
"Tapi aku suka pergeludan, gimana dong?" timpal Estrogen, kali ini posisinya menunduk di tanah seperti katak.
"Bukan urusan saya," jawab Kiprang.
"Anak cewe gaboleh ngangkang gitu," tegur Kakeru yang duduk anteng.
"Aku non-binary!" seru Estrogen.
"Lah, melunjak," ucap Kiprang yang juga duduk anteng.
"Ih, gatau. Pokoknya aku juga pengen ikutan gelud. Hayaaaa!" teriaknya sambil berlari ke tengah pertempurang seingit antara Oodyn dan Arzt.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tujuh Pecel, Pembawa Senter, dan Seekor Gurita
FantasíaKiprang dan Estrogen tidak sengaja melempar diri mereka ke dalam dunia fantasi aneh. Di sanalah, mereka bertemu dengan beragam spesies terutama yang pernah mereka kenal sebelumnya. Agar bisa kembali dan menikmati bubur ayam bersama, Kiprang dan Est...