Ada bayangan dirimu mengisi hari hari
Meski jarak memisahkan diriku dan dia
Aku tak peduli, dia kekasihku tak ada ragu ku padanya tuan.."J O G J A K A R T A AND ITS BEGINNING"
"Sahar?" Suara yang kian menua itu menyapanya, dari jarak yang tak terbilang jauh. Namun suasana kian berubah, tak se elok paras matahari hari ini.
Winter dan Karina telah sampai dipendopo dengan tangan bertaut, sejak turun dari mobil tak satupun yang enggan melepaskan satu sama lain. Elusan menenangkan terus Winter berikan untuk membuat istrinya tenang, bahkan tangan Karina sudah berkeringt dingin, tak tentu.
Bahkan tongkat yang dulunya tak pernah mereka lihat sudah menjadi teman sang gusti Tatang di usianya kini. Tatapannya sudah tak lagi jernih, Winter tau ayahnya sudah kian merusut dan ringkih.
"Assalamulaikum.. papi." Sapa Karina duluan, melepas genggaman mereka dan berjalan mendekat kearah Gusti Tatang di kursi kebanggannya.
Kilat Winter menatap khawatir kearah sang istri yang berjalan mendekat kearah sang Papi. Dengan perasaan ketir juga berdegup, dia tak ingin istrinya terkena hinaan yang mutlak selalu sang papi sampaikan kepada Karina.
Tangan Karina sudah terlihat terulur untuk mencium tangan sang papi, baginya orang tua harus tetap dihormati jika hidupmu mau bahagia dan tenang.
Meski kenyataannya, sebaik apapun Karina tak bisa merubah tumpukan ke egoisannya sang Gusti dengan muda.
"Adek?" Lagi, suara yang begitu Winter rindukan telah menggema manis di telinganya.
Dengan tatapan berkaca dia menoleh kearah sumber suara, dan benar saja sang kakak sudah menyambutnya dengan senyuman hangat, persis seperti milik maminya.
"MBA!" Tak lagi tatapan menatap khawatir kearah Karina, hanya kerinduannya yang tak lagi terbendung untuk kakak perempuannya ini. Dia sudah terlalu rindu, sungguh.
Keduanya saling memeluk, menyalurkan rasa rindu yang tak bisa diungkapkan dengan kata kata. "Mba delima, adek kangen.."
Hanya itu yang dapat Winter katakan, bahunya lagi lagi bergetar hebat. Dia menumpahkan segala air mata kepundak Delima, seakan dia ingin Delima tahu bahwa rasa rindunya sudah memuncak. Tak peduli dengan kebaya putih yang sudah mereka berdua pakai, asal rasa rindu sudah tersampaikan.
Yah betul, keluarga Winter menerapkan berpakaian kekeratonan selama mereka tinggal di pendopo. Setiap hari.
"Adek, kapan sampai?" Tanya Delima setelah melepas pelukannya.
"Barusan aja," ucap Winter lagi. Dia menghapus air matanya senang, ternyata kakaknya baik baik saja.
"Sama dek Karina?" Winter mangangguk lagi, "mana dia?"
Winterpun membawa netra sang kakak menuju tempat sang papi dan Karina berada, dan sama saja. Lagi lagi hatinya mencelos jatuh melihat salam Karina yang ditolak angkuh oleh papinya.
Delima membawa adeknya menuju rangkulannya, dibawanya duduk di kursi pendopo seraya menenangkan hati sang adek. Delima tau, hancurnya Winter masih terasa, bahkan tak akan pernah hilang untuk selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soerabaja, kota romantis kita
RomanceKarina orang Bali, anak Agung. Winter orang Yogyakarta, anak keraton. Semuanya berawal dari surabaya dan berakhir pada pelaminan sampai maut, semenjak april 2011 hingga ajal memisahkan.