Hubungan itu bukan manis gulanya saja, masih ada asinnya garam.
Sudah siap belum melewati hal baru, bersama sama?"S O E R A B A J A"
Jadi begini ya rasanya didiami seseorang yang sangat mencintai kita, begini rasanya diacuhkan? Kenapa baru terasa sekarang sakitnya setelah berjuta juta kata yang dia lontarkan hanya untuk mengingatkanku dan menegurku atas tidak baiknya sifatku untuk dia. Aku yang pernah menyia-nyiakan dan meremehkan kebaikannya malah sekarang berbanding berbalik bagaikan boomerang ke diriku sendiri. Aku sadar, Karina bawel begitu punya tujuan yang baik untuk aku.
Benar kata orang, terpeleset dulu baru sadar. Karina akhirnya masih mendiami aku tanpa sepatah katapun yang keluar dari dia setelah berdebatan panjang beberapa waktu lalu, bahkan kata kata terakhir yang dia ucapkan masih terdengar halus meski hatinya sedang marah. Aku tahu, puncaknya kemarin sudah membuat aku sadar atas segala kelabilanku.
"Ya aku capek sama kamu, tapi bukan berarti aku berhenti. Aku hanya butuh istirahat sejenak sambil menunggu kamu untuk siap menggandeng tanganku lagi, sayang." Kata katanya begitu menusuk, singkat tapi menusuk hatiku. Itu yang dia rasakan selama beberapa waktu bersama ku, diawal pacaran hingga sekarang.
Karina menangis, dia menangis dihadapanku. Ku dengar air matanya lirih, badannya juga bergetar hebat. "Aku juga mau kamu perjuangin, aku juga mau mendengar kamu untuk mengajakku memperbaiki dan memulai semuanya dari awal. Aku juga mau winter!" Ucapnya dalam, seakan benar benar sudah menyerah untuk menyuarakan isi hatinya yang betubi tubi itu.
Karina benar benar mengeluarkan semua uneg unegnya tanpa ragu, tak peduli lagi apa yang terjadi kedepannya antara kita berdua. Tapi yang aku selalu tau, setiap kali kita berantem pasti Karina akan selalu menyelipkan nasihat untuk aku, dan aku baru menyadarinya sekarang.
"Jangan memelihara sifat burukmu itu, jangan selalu mengandalkan aku saja. Ini hubungan kita, kamu kekasihku bukan orang lain" ucapnya lagi, suasana masih terdiam tak ada khalayak lembut didalam kita berdua kali itu. "Aku juga butuh kaki, tangan dan pikiranmu untuk menjalankan hubungan ini. Bukan hanya punyaku saja, bagaimana kita bisa berimbang sayang.."
"Kamu setiap evaluasi diri, selalu bungkam alih alih menyalahkan diri sendiri dan mencap diri kamu jelek. Winter, aku tulus sama kamu tapi kamu selalu meremehkan aku. Semua nasihatku kamu abaikan bahkan ketika kuajak diskusi kamu hanya mengangguk angguk saja tanpa ada USAHA LEBIH untuk hubungan kita. SADAR GA KAMU?"
Aku bukan tipe yang bisa langsung menyela ketika lagi berantem. Aku tipe yang banyak diamnya, menghilang sebentar lalu kembali lagi. Ya, aku masih suka menyalahkan diriku sendiri karena faktor yang selalu menekanku dikala lalu. Dari Papiku sendiri, dan akhirnya berdampak pada Karina sendiri hingga sekarang. Aku juga mau berusaha dan berjuang, tapi aku tidak tahu caranya bagaimana. Mungkin sedari dulu aku sering di dikte oleh papi hingga aku tidak bisa menentukan pilihanku sendiri sampai detik ini.
Aku masih labil, usiaku jauh lebih muda dari dia. Meski hanya berjarak 4 tahun, tapi Karina sudah memiliki pikiran yang baik, bahkan ketika bersamaku aku bisa merasakan kita adalah seumuran.
Aku masih suka mencari tahu kesana kesini tanpa menahu ada Karina yang siap menemani dan menuntun, aku masih suka kurang puas dengan apa yang aku punya. Disitu salahnya aku. Dan Karina sudah mengingatkan hal itu berulang kali, hingga titik dimana aku dan dia sama sama berdiam seperti sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soerabaja, kota romantis kita
RomanceKarina orang Bali, anak Agung. Winter orang Yogyakarta, anak keraton. Semuanya berawal dari surabaya dan berakhir pada pelaminan sampai maut, semenjak april 2011 hingga ajal memisahkan.