Maaf jika mimpi mimpiku malah membuatmu kalut
takut untuk mewujudkannya dan malah membebani kamu sahar.."Tolong, jangan doakan aku bahagia sama yang lainnya karin.. karena aku maunya sama kamu."
"S O E R A B A J A"
Kamu dan aku berbeda, kaki berjalan tangan menggenggam tetapi perasaan yakin sama sama pernah meluruh. Awalnya kita merasa, ini sebuah kebetulan yang tidak terbayangkan, menebak hal yang tak akan membuat sakit fisik maupun hati, meski sedikit melenceng namun ada sebuah kekuatan yang menancap untuk melawan seluruh dunia demi keutuhan berdua, kamu dan aku jawabnya. Banyak badai sudah dihadapi, bahkan pondasi yang kita bangun hampir saja runtuh karena ragu. Tapi kuyakin, hari demi hari kamu memang untuk aku.
"Aku takut" ucap Winter dengan seksama, membuat kedua suasananya berubah menjadi redup, Karina hanya menghela nafasnya panjang. Tentu dia sudah paham arah kemana yang Winter akan bicarakan. "Aku takut tidak bisa mewujudkan semua impian kita, apa yang kamu harapkan dari aku? Aku zonk asli, parah. Apalagi masalah keluargaku, aku aib."
"Aku minta maaf, mungkin ekspetasiku yang terlalu tinggi ke kamu Winter." Ucap Karina juga, bukan merasa bersalah hanya saja keadaan sedang tak sehangat itu.
"Apa ekspetasimu ke aku, apa??? Aku tanya apa Karina?"
Karina kembali menatap kata Winter tegas, tidak marah hanya sebuah perasaan yang tidak bisa dia jelaskan bagaimana sekarang ini. Aneh dan membingungkan, "aku bereskpetasi kamu untuk selalu bersama sama terus sama aku, apapun itu keadaannya."
Winter memandang dinding dinding langit sembari menautkan kedua tangannya, begitupun dengan Karina yang hanya dapat tersenyum simpul. Lagi dan lagi, pikirnya. Perasaan ragu masih terus saja terbayang, bahkan hingga detik ini. "Jika kamu mau bertanya apakah aku takut? Ya aku juga takut dan mulai meragu sama kamu, Sahar." Ucapnya sarkas.
Ragu dalam diri karina juga sedikit menyerang, takut untuk mempercayai meski sama seperti yang pernah kita tahu, dia sudah memaafkan. Tapi hatinya masih saja wanti wanti semenjak kejadian beberapa waktu yang menyanyat hati itu terjadi. Dia tak memungkiri, hatinya masih maju mundur semenjak itu.
"....." Winter hanya memberikan respon terdiam meski hatinya terkejut dengan ungkapan Karina.
"Iya, aku mulai meragu sama kamu. Kita impas." Marahlah kepada Karina, silahkan. Namun itulah yang dia rasakan sekarang.
Winter merasa ada sebuah besi menancap kedalam relungnya tajam, seakan sebuah benda jatuh menimpanya tanpa permisi.
Jawaban yang dia kira akan menenangkan malah berimbas sadis kehatinya. "Maksud kamu?" Tanya Winter memastikan kembali apa yang dia dengar itu tidak salah."Iya, aku mulai merasa ragu sama kamu. Aku belum sepenuhnya percaya sama kamu kembali" Karina mengatakannya dengan jelas, kakinya dia bawa menuju kursi yang akan menempatkannya dia tenang dan aman disamping jendela. "kamu kira, hanya kamu saja yang boleh takut dan membuat kecewa? Aku pun bisa."
Bagai disambar petir dia siang bolong, hati Winter seakan dihantam ribuan perkakas besi yang langsung meluruh tepat di inti kalbunya, tidak ada yang tahu sehancur apa sekarang. Tapi Karina memang benar, selama ini Winter selalu mengecewakannya tanpa tahu diri, dan berakhir Karina selalu memberi maaf dengan mudah. Dan pada akhirnya, hari ini terjadilah luapan merah milik Karina meledak dengan mudah.
"Aku ga ngerti kamu ngomong apa Karin"
Karina tersenyum, "aku jauh lebih ngga ngerti sama kamu Sahar, kemana hati kamu menetap." Jawabnya enteng. "Kamu egois."
KAMU SEDANG MEMBACA
Soerabaja, kota romantis kita
RomanceKarina orang Bali, anak Agung. Winter orang Yogyakarta, anak keraton. Semuanya berawal dari surabaya dan berakhir pada pelaminan sampai maut, semenjak april 2011 hingga ajal memisahkan.