Keputusan.

1.2K 73 4
                                    

"Rania ? Are you okay ?" Tanya Fachry bingung karena Rania diam membisu saat ini.

"A-aku belum yakin." Hanya tiga kata tapi berhasil membuat mood Fachry hancur saat ini.

"Aku gak bisa lama-lama disini, kamu tau itu." Lanjut Rania dengan sangat ragu.

"Sampai kapan Rania? Kamu mau sampai kapan nolak aku?" Tanya Fachry dengan penuh tuntutan. Ia telah menunggu Rania. Tapi lagi-lagi Rania tetap mementingkan perusahaannya.

"Maafin aku. Aku masih mau fokus sama kerjaan aku. Ini amanat dari orang tua aku Ri. Aku bahkan belum ada rencana buat nikah." Jelas Rania membuat Fachry merasa hancur sekarang.

"Aku gak habis pikir sama kamu Rania. Aku gak nyangka, keputusan kamu belum berubah sama sekali. Sedangkan selama ini, aku terus berusaha biar bisa balik. Biar bisa nemenin kamu lagi." Balas Fachry dan menunjukkan raut wajah kecewa. Ia pergi meninggalkan Rania yang masih terpaku.

Rania sadar, dirinya memang sangat egois. Jujur saja, Rania juga ingin menikah. Ingin memiliki Fachry seutuhnya. Menghabiskan waktu berdua dengan Fachry bersama. Tapi disisi lain, ia tetap ingin menjalankan amanat kedua orang tuanya. Rania bingung harus berbuat apa sekarang.

Pikirannya sangat kacau. Ia takut jika saja nantinya Fachry akan meninggalkannya. Ia takut jika Fachry akan berpaling darinya. Hanya Fachry yang ia punya. Tapi kenapa ini semua terasa begitu rumit. Ia tak bisa memilih antara Fachry dan perusahaannya.

Setelah beberapa menit merenungkan kesalahannya, saat ini ia sedang mengirimkan pesan kepada Devano agar segera menemuinya. Masih di restoran tadi, dengan dekorasi yang telah disiapkan Fachry untuk melamarnya.

Tak perlu menunggu lama, Devano datang dengan raut wajah cemasnya. Ia melihat tatapan kosong Rania. Tapi ia juga bingung dengan dekorasi yang ada dihadapannya saat ini.

"Lo kenapa lagi Rania?" Tanyanya dengan cemas.

"Fachry ngelamar gue kak." Devano membelalakkan matanya tak percaya. Ia sudah menduga jika hal ini akan terjadi. Ia tahu betul apa yang akan menghalangi keduanya untuk menikah.

"Lo nolak dia?" Tanya Devano sambil mengusap pipi Rania yang basah karena tangisannya.

"Gue gak ada pilihan lain kak. Gue gak bisa ninggalin kerjaan gue." Jawab Rania sambil terus menangis.

"Lo harus ingat Rania, gimana perjuangan Fachry selama ini. Lo harus buka mata lo, liat Fachry yang selalu ada buat lo. Soal perusahaan, biar gue yang urus. Beberapa bulan lagi gue bakal pindah ke Amerika bareng Angel. Karena perusahaan gue disini udah cukup sukses. Gue udah serahin sama bawahan gue." Jelasnya membuat Rania menatapnya heran. Untuk apa Devano pindah sejauh itu?

"Lo mau pindah ? Kenapa ?" Tanya Rania heran.

"Angel bakal ngelanjutin studynya disana. Dan ya, gue bakal nemenin dia. Karena selama ini dia udah nunda pendidikannya karena nikah sama gue."

"Jadi lo bakal ngambil alih perusahaan gue?" Rania terlihat menyipitkan matanya menatap Devano dingin.

"Tenang aja, pemilik saham terbesar tetap lo. Gue gak rakus. Gak bakalan ngambil hak lo. Harta gue udah cukup banyak. Sebagai kakak yang baik gue cuma mau bantuin hubungan lo sama Fachry. Terlepas dari lo mau nerima bantuan gue apa nggak ya itu urusan lo." Jelasnya lalu Rania terlihat berpikir. Ide Devano tak ada salahnya.

"Lo mikirin apa lagi Rania? Kejar Fachry sekarang. Lo harus nikah sama dia." Lanjutnya sembari mengacak rambut Rania pelan lalu diangguki oleh Rania. Rania melirik ke atas meja dan melihat cincin yang ingin Fachry berikan kepadanya.

"Gue pinjem mobil lo kak." Ucap Rania terlihat serius lalu segera pergi dari restoran tadi.

Rania berpikir keras untuk menebak dimana Fachry berada sekarang. Setelah beberapa menit berpikir, akhirnya ia mendapatkan titik terang tentang keberadaan Fachry.

Yah taman. Taman tempat pertemuan kedua mereka dulu. Rania segera mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata berharap Fachry ada disana.

-
-
-

Dan benar saja, Rania mendapati Fachry tengah duduk dan melamun. Bahkan disaat sedang kacau seperti saat ini, Fachry tetap tampan menurutnya.

Rania berjalan ke arah Fachry mendekatinya dengan ragu. Lalu segera mendudukkan dirinya di bangku yang berada tepat didepan Fachry.

Fachry sama sekali tidak menyadari keberadaan Rania saat ini. Ia masih terdiam.

Tanpa mengatakan sepatah kata apapun, Rania mengambil cincin tadi lalu meraih tangan Fachry dan memasangkannya pada jari manis Fachry. Fachry terkejut bukan main.

Belum sempat Fachry berbicara, Rania sudah lebih dulu membuka suara.

"Aku mau nikah sama kamu." Ucap Rania sambil menatap jari Fachry dengan mata yang berbinar. Sedangkan Fachry ? Entah sejak kapan ia menintikkan air matanya.

Fachry segera mengambil cincin untuk Rania yang berada digenggaman Rania lalu memasangkan cincin tersebut ke jari manis Rania.

"Maafin aku karena egois sama kamu. Kali ini aku janji bakalan selalu ada untuk kamu." Ucap Rania sambil menautkan tangannya dengan tangan Fachry.

"Makasih Rania. Makasih karena udah mau nerima lamaran aku. Aku gak tau harus ngungkapin kebahagiaan aku kayak gimana." Balas Fachry kali ini sambil memeluk Rania dengan sangat erat.

Rania menjeda pelukan mereka membuat Fachry menatapnya dengan tatapan bertanya-tanya.

"Jadi , kapan kita menikah?" Tanya Rania dengan antusias.

"Kamu gak sabar ya? Hahaha" balas Fachry sambil tertawa karena pipi Rania yang merona saat ini.

"Kita temuin ibu aku dulu ya. Aku yakin ibu juga seneng." Lanjutnya lalu mengecup kening Rania dengan lembut.

Cold couple Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang