Dua hari berlalu, dan hari ini rania beserta teman-temannya berada di salah satu gedung untuk melaksanakan lomba debat yang diadakan oleh rania. Ada banyak peserta, baik itu dikalangan siswa maupun mahasiswa. Rania berharap ia bisa menemukan kakaknya itu.
Lomba debat kali ini dibagi menjadi beberapa tim. Ada beberapa sesi nantinya. Karena peserta yang mendaftar ada 1256 orang. Kemungkinan lombanya akan berlanjut hingga esok hari.
Rania terlihat sangat semangat dengan lomba debat ini. Sekarang, ia tengah duduk ditempat yang telah disediakan untuknya bersama kakaknya devano.
"Ran, lo yakin?" tanya devano.
"Harus yakin kak vano" jawab rania sambil tersenyum.
"Tugas kita cuman dengerin pernyataan mereka?" tanya devano lagi.
"Iya kak. Gini ya, disaat mereka udah keluarin argumen mereka pas debat kita kan pasti punya pemikiran di kepala masing-masing kan? siapa yang pemikirannya sama persis sama kita, kita sisa tes DNA sama dia." jelas rania lalu dijawab anggukan oleh devano.
"Semoga aja dia ada disini ran." ucap devano dengan tatapan sendunya.
"Iya kak, aamiin."
Lomba debat pun dimulai, setelah beberapa sesi devano dan rania masih belum menemukan seseorang yang sepemikiran dengan mereka. Otak cerdas mereka terus bekerja, argumen yang ada di otak mereka tak ada yang sesuai dengan peserta debat. Sudah banyak tim yang tampil. Tapi, tak satupun ada yang pemikirannya sama persis dengan devano dan rania.
Jujur saja, rania sempat putus asa. Jika memang benar kakaknya telah tiada, apa jadinya rania? Tak bisa menuruti keinginan terakhir ayahnya.
"Ran, masih gak ada yang masuk di akal gue." ucap devano.
"Sama, gue juga kak." jawab rania sambil menghela napas berat.
Lomba untuk hari ini di akhiri dengan tepuk tangan meriah para peserta dan penonton. Lomba akan dilanjutkan esok hari, dan semoga saja akan ada titik terang di hari yang akan datang besok.
...
"Fachry" ucap vania sambil mengejar fachry yang mulai menjauh.
"Kenapa?" jawab fachry ketus dan masih tetap berjalan. Bahkan ia mempercepat langkahnya.
"Besok gue mau ijin, mau ikut lomba debatnya pacar lo!" ucap vania membuat langkah kaki fachry berhenti.
"Gak! lo pasti mau ngancurin acara rania kan?" tanya fachry.
"Gue butuh duit." jawab vania menatap fachry dengan serius.
"Berapa?" tanya fachry.
"Lo gak usah tau! Intinya lo harus ngizinin gue!" jawab vania dengan nada tinggi.
"Santai aja kali." ucap fachry lalu berjalan meninggalkan vania.
'Kenapa sih lo gak bisa ditebak? lo kadang jadi suka bercanda,kadang baik juga sama gue, tapi disaat gue ngedeketin lo, kenapa lo malah dingin?' batin vania.
Sedikit tentang vania, Ia memang menyukai fachry sejak masih smp. Dulu, fachry sempat menolongnya. Ya, waktu itu ada yang mengganggu vania. Kebetulan, sekolah mereka berdekatan dan ada fachry yang lewat. Ia menolong vania bagaikan pahlawan. Dan tepat pada saat itu ada rasa suka dihati vania.
Pada saat ia mengetahui ada gadis yang berhasil meluluhkan hati fachry, ia sama sekali tak percaya. Ia berpikir bahwa gadis itu pasti sangat kecentilan. Ia berpikir bahwa fachry terpaksa berpacaran dengannya.
Setelah lulus SMA ia mencoba mencari tahu fachry akan lanjut dimana. Dan ia berhasil, LA adalah pilihan yang tepat. Ia berjuang mendapatkan beasiswa di LA agar bisa lebih dekat dengan fachry. Ia tak pernah lelah untuk mendapatkan hati fachry walau sudah ada yang punya.
Tapi, keadaan orang tuanya membuatnya tak bisa berlama-lama berada di LA. Ayahnya adalah seorang petani dan ibunya sedang sakit-sakitan. Dengan terpaksa ia harus pulang untuk merawat kedua orang tuanya yang terbilang sudah tua. Ia harus menerima kenyataan bahwa ia memang tak ditakdirkan bersama fachry.
Dan, ada hal yang membuatnya kembali berharap. Fachry juga pulang dan sekarang mereka bekerja di perusahaan yang sama. Vania sangat bersyukur, ternyata semua ada hikmahnya.
Alasan vania mengikuti lomba yang diadakan rania adalah uang. Ia membutuhkan uang itu untuk membiayai pengobatan kedua orang tuanya. Gajinya tentu tidak cukup, apalagi sekarang ia adalah tulang punggung dari keluarga kecilnya.
Saat ini, ia sedang berada di jalan pulang dengan mengendarai mobil dinas yang diberikan pihak kantor. Dan ia berpikir akan mengambil formulir di gedung tempat rania mengadakan lomba itu. Ia berharap masih ada formulir yang tersisa.
Tapi nihil, tak ada formulir lagi. Ia meruntuki dirinya sendiri karena tidak mendaftar dari awal saja. Padahal ini adalah kesempatannya untuk mendapatkan uang itu.
"Cari apa mba?" tanya seorang wanita dengan sangat ramah.
"Hmm, ini saya mau nanya. Formulirnya masih ada gak?" tanya vania dengan sedikit gugup.
"Mba mau daftar ya? tulis namanya di kertas ini aja. Soalnya formulir udah habis." Jawab perempuan itu dengan senyuman.
"Oh iya makasih yaa." ucap vania lalu segera mencatat namanya.
"Besok saya bisa tampil?" tanya vania kepada perempuan didepannya ini.
"Iya mbak, tapi sepertinya akan tampil di akhir acara." jawab perempuan itu sekali lagi dengan sangat ramah.
"Oh gapapa, saya boleh minta nomor telfonnya? karena besok saya ada jadwal ketemu client." ucap vania.
"Ini mba, 082xxxxxx." ucap perempuan itu.
"Atas nama?" tanya vania.
"Fany." jawab perempuan itu dengan lembut.
"Oh makasih ya, saya pamit dulu." ucap vania lalu berlalu meninggalkan gedung itu. Perempuan tadi sangat baik menurutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold couple
RomanceRania, seorang gadis yang berharap mendapatkan kebahagiaan kini menemukan kebahagiaannya walau hanya sementara.