Bagian 17

308 18 0
                                    

"tebak tadi gue ketemu siapa?" kata Tasya.

Sekarang Tasya sedang baringan di ranjangnya, ia memutar lagu-lagu Shiloh yang enak didengarkan. Yah, ucapan Maminya tadi cukup menjadi beban pikiran, ia hanya perlu menenggelamkan pikirannya tentang Adra, setelah itu semua akan kembali menjadi baik-baik saja.

"Reynald" balas Donny.

Tasya buru-buru duduk, matanya membulat tak percaya. Frekuensi antara dia dan Donny benar-benar sekuat itu? Ini sudah kali kedua, setelah kejadian di Semarang waktu itu.

"lo kok tau?"

"dia chat gue" ucap Donny santai.

Donny masih tetap sibuk pada tugasnya. Menggambar rancang bangunan yang rumit.

"Reynald curhat? Sumpah?!" suara Tasya naik satu oktaf. Ia membayangkan, seorang Reynald mahasiswa most wanted curhat.

"diem elah, berisik lo! Dia cuma kasih tau doang"

Tasya mangut-mangut ditempatnya.

Pikirannya benar-benar terjebak dengan Adra, ia ingin membuktikan bahwa Adra nyata bukan fana. Tasya meraih ponselnya, disana masih ada Adra yang setia mengiriminya pesan. Ia menimang-nimang, rasanya terlalu keterlaluan kalau harus menghukum kesalahan Adra yang dulu dengan cara seperti ini. Mungkin Adra sudah berubah.

Ia membaca beberapa pesan Adra. Lalu kepalanya memberi bisikan-bisikan, "kenapa baru sekarang? Dulu kemana aja?" Segera diletakkan kembali ponselnya pada meja. Ia berjanji pada dirinya sendiri kalau hari ini Adra menelfonnya Tasya akan langsung mengangkat.

Perasaan gusar menyelimutinya. Beberapa kali matanya berpindah ke arah ponsel diatas meja. Tangannya juga sering meraih ponsel yang biasanya tidak dipedulikannya. Padahal ia sudah memasang mode dering pada ponselnya.

Aneh ya, ia mulai berharap dihubungi lagi setelah dengan sengaja mengabaikan.

"lo kenapa sih? Kaya bocah ayan" cibir Donny.

"pergi kek lo, Don. Brisik" balas Tasya kesal.

"nunggu chat? Kaya laku aja lo" ucap Donny sekali lagi.

Tasya tidak menggubris omongan Donny. Matanya masih melirik ke arah ponselnya yang sedari tadi hanya diam. Ia bertahan sampai satu jam, sampai akhirnya menyerah, "alah bodok!" ucapnya kesal.

Tasya menenggelamkan kepalanya pada bantal, "lo tuh maunya apa sih Dra!!!" ucapnya berkali-kali.

Donny melempar ponsel Tasya yang mengenai siku Tasya, "angkat. Brisik, ganggu orang nugas"

"ya lo ngapain nugas dikamar gue?!" balas Tasya dengan nada nyolot.

Ia tersenyum lega, lalu menoleh ke arah ponselnya. Nama Adra terpampang disana.

Adra; akhirnya diangkat
Tasya; kenapa?
Adra; aku kepikiran kamu, Ra.

Tasya tersipu ditempatnya, ia menggigit bagian bawah bibirnya.

Tasya; tumben?
Adra; selalu gini. Boleh nanya sesuatu?

Jantung Tasya berdebar kencang. Ia belum memikirkan jawaban yang pas kalau Adra memintanya kembali menjadi kekasihnya. Perasaannya masih memupuk ragu.

"pacaran teros!!!" teriak Donny.

Tasya melotot ke arah abangnya yang resek itu. "Mengganggu momen banget sih lo!" batinnya.

Tasya; apa?

"ngomongnya irit banget kaya anak kosan" cibir Donny.

Tasya menyalakan mode mute pada telfonnya, menatap keji ke arah Donny, "bacot banget sih lo! Merusak momen ngerti, ga?"

Adra; gimana perasaanmu?

Tasya diam. Ia paham maksudnya, tapi ia tak paham tentang perasaannya sendiri. Takut, gelisah, bingung, menyelimutinya.

Adra; ke aku
Tasya; takut
Adra; takut?
Tasya; takut gagal lagi.

Ditempatnya Donny menyimak setiap ucapan Tasya, ia mangut-mangut sesekali meledek adiknya yang bertelefon dibalik bantal. Tasya tidak mau obrolan alaynya didengar Donny, jadi mau tak mau ia bersembunyi dibalik bantal.

Deru nafas Adra terdengar disudut telfon. Kalau jadi Adra mungkin Tasya akan menyerah, mencari wanita baru yang lebih mudah percaya dan tanpa keragu-raguan. Tapi tolong diingat, yang membuat Tasya ragu adalah Adra sendiri. Adra yang menyia-nyiakan kesempatan dan kepercayaan dari Tasya dulu.

Adra; hatimu sekeras batu, Ra?
Suara Adra memang lembut, tapi Tasya tidak bodoh memaknai bahwa itu adalah sindiran.

Tasya; aku tau kamu kesel, karna aku terus-terusan ragu. Tapi kalau kamu inget, dulu aku kasih seluruh kepercayaan tanpa keragu-raguan, dan kamu tetep pergi. Sekarang kalau aku ragu, salahku?

Adra; Ra, aku udah berusaha semaksimal mungkin buat dapet simpatimu. Tolonglah hargai sedikit usahaku.

Tasya; kepercayaan gak bisa dipaksa, Dra. Dan ketika kamu hancurin kepercayaan yang orang lain kasih ke kamu, terus kamu minta dia tetep sepercaya dulu ke kamu, itu konyol. Ibarat barang yang rusak dan diperbaiki, mungkin kembali, tapi pasti tetep ada yang kurang, beda kaya awal beli.

Adra diam. Yah, apalagi yang bisa diucapkan kalau Tasya sudah mengutarakan berbagai macam perumpamaan paling memungkinkan atas protes Adra tentang kepercayaan?

Tasya; aku rasa kamu perlu pikirin lagi kesalahanmu. Urusan kamu berhenti berjuang buat aku atau enggak, itu terserah kamu. Aku tutup ya telfonnya.

Adra; iya

Sambungan telepon terputus.

Tasya menghela nafas lega. Ia sudah memutuskan hal yang paling tepat. Memegang teguh kepercayaan bahwa yang dijodohkan untukmu akan selalu kembali padamu, jodoh tidak akan tertukar, ia percaya tidak ada yang perlu disesali. Hubungannya dengan Adra sudah tamat dari lama, semua akan baik-baik saja seiring berjalannya waktu.

Donny menyodorkan se-cup es krim, "nih"

Tasya menerima dengan raut biasa saja, mungkin dia juga kaget kalau akan mengambil keputusan secepat ini. Secara tidak langsung ia membunuh harapan-harapannya tentang Adra yang akan kembali.

"adek gue udah gede" tambah Donny sembari mengacak kasar rambut Tasya.

"gue gak salah kan, Bang?" ucap Tasya datar.

Donny menggeleng, "kadang buat mencapai sesuatu yang besar kudu dibarengi usaha yang besar juga. Keputusan lo udah tepat, ulur aja kalo dia sayang dia bakal berjuang"

Tasya mengangguk-angguk.

"kalo dia gak balik tenang ada Niel sama Reynald yang setia nanti jandanya lo" tambah Donny.

Tasya memukul keras lengan Donny, "gue gak suka dijodoh-jodohin, kayak gak laku!"

"buka mata, buka hati. Lo cantik, laku keras dipasaran. Berhenti ngarep orang gak penting. Punya hati boleh tapi jangan mau dibegoin sama hati sendiri" tutur Donny.

"lo tuh ngaca, punya pacar aja gak pernah gaya-gayaan nasehatin gue soal cinta" cibir Tasya.

Donny merebut cup es krim yang berada dipangkuan Tasya, "ye bacot, siniin es krimnya. Emang gue bilang ini buat lo?"

"peritungan banget si anjing" balas Tasya kesal.

"MAMI, TASYA NGOMONG KASAR MULUTNYA MINTA DICABEIN" adu Donny setelah berhasil melangkah keluar dari kamar Tasya.

Tasya buru-buru menutup pintu kamarnya. Bisa bahaya kalau Maminya tau dia ngomong kasar. Wanita baik dinilai dari bagaimana ia bertutur kata, itu yang menjadi pedoman dalam keluarga Tasya. Benar-benar bisa dicabein kalau Tasya ke-gap ngomong kasar.

Anxiety [18+] End.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang