Bagian 20

319 17 0
                                    


Mata Tasya melebar ketika didapati seseorang yang tak asing dimatanya berdiri tegak disebrang jalan dengan mobil terparkir dibelakangnya. Posisi Tasya sekarang berada didekat halte kampus, menunggu Donny datang untuk membarenginya pulang.

Tubuh Tasya membatu, dengan sorot mata yang tak berkedip sedikitpun. Lelaki itu melambaikan tangan dengan senyum khas miliknya.

Ponsel Tasya berdering, ia merogoh tasnya lalu memencet tombol hijau tanpa melihat ke arah ponselnya. Masih tak mempercayai yang matanya lihat saat itu.

"lo dimana? gue udah digerbang" suara Donny disebrang sana sama sekali tidak mempengaruhi tatapan Tasya, "gue balik sendiri" pungkas Tasya lalu mematikan panggilan sepihak.

Tubuhnya yang kaku dipaksa melangkah mendekati lelaki disebrang jalan itu. Ia perlu memastikan ini kenyataan atau ilusi. Setelah jarak diantara keduanya tinggal selangkah, Tasya angkat bicara, "kamu, disini juga?" ucapnya.

Yah kalimat itu adalah kalimat Adra yang dulu-dulu itu. Tasya mengembalikannya kepada sang pemilik kalimat.

Adra mengangguk, "aku seneng kamu mau ketemu aku lagi"

Tasya resah. Awalnya dia pikir setelah menghabiskan waktu di Semarang dan kembali dipertemukan di Surabaya membuatnya terbiasa dengan Adra, tapi hal itu tidak berlaku sama sekali. Ia masih dag-dig-dug.

Adra membukakan pintu mobil untuk Tasya, Tasya melipir masuk dengan perasaan berkecambuk.

"kamu udah makan?" ucap Adra setelah menancap gas dan duduk dengan posisi ternyaman.

Tasya mentap Adra lalu mengangguk.

Beberapa detik setelahnya, keroncong perutnya terdengar.

Adra tertawa kecil, "mulut boleh bohong, perut selalu jujur. Mampir makan dulu ya" ucap Adra kemudian.

Tasya hanya mengangguk. Kemudian ia menoleh ke lawan arah, menggigit kesal bibirnya dan memukul perutnya yang tidak bisa diajak bernegosiasi.

Ia menoleh ke arah Adra, ingat ada sesuatu hal yang perlu dipastikan, "kamu disini berapa hari?"

Harapannya Adra hanya tinggal satu atau dua hari, karna setelah itu adalah kemerdekaan untuknya. Adra semacam punya radar untuk menemukan Tasya dimanapun Tasya berada. Ia khawatir kalau disetiap tempat yang dikunjungi akan ada Adra.

Adra yang tadi fokus pada jalanan kemudian menoleh sekilas ke arah Tasya, "seminggu"

Tasya mengangguk mengerti lalu meluruskan pandangannya. Sepersekian detiknya ia melotot ke arah Adra dengan mulut menga-nga, "seminggu?!"

Sadar tatapan Tasya mengarah kepadanya Adra balik melirik Tasya, "kenapa?"

"gak papa" balas Tasya cepat lalu buru-buru kembali mengalihkan pandangannya pada jalanan.

"dosa apa yang kulakukan Tuhan?!! Sampai-sampai Kau datangkan cobaan semacam ini lagi?!!" batinnya.

"mau makan apa?" tanya Adra.

Tasya ingat di depan ada warung bebek goreng. Ide picik muncul dengan sendirinya, semakin dekat letak tempat makan, semakin cepat ia pulang dan lari dari keterjebakannya dengan Adra.

"bebek goreng, ada bebek enak didepan" balas Tasya dengan riang.

"oke"

5 menit kemudian Tasya mendapati tulisan tertera diwarung bebek biasa ia makan, TUTUP SAMPAI MINGGU. Adra yang tidak tau letak tempat Bebek masih setia menyetir, "masih jauh ya?"

"ikutin aja jalannya" balas Tasya dengan senyum seadanya.

Dua kali putaran Tasya hanya untuk memastikan bahwa benar kalau bebek biasa ia makan tutup. Ia perlu memastikan siapatau tadi matanya tersadap, atau apalah.

Adra memberhentikan mobilnya, "ini jalan yang tadi, kan?"

"iya gue juga tau!" batin Tasya.

-c-

Setelah mereka berdua makan ditempat batagor langganan Tasya. Kini mereka masuk kedalam mobil, Adra tidak langsung menancap gasnya. Ia ingin menatap Tasya sampai puas, membalaskan dendam atas 3 bulan hubungan mereka tanpa pertemuan.

Seperti kebiasaannya untuk meminimalisirkan pembicaraan, Tasya membaca novel. Adra menatapi Tasya yang kini salah tingkah. Risih rasanya kalau ditatap terus-menerus begitu.

Tasya meletakkan novelnya dengan kesal, "ngapain sih ngeliatin terus?"

"aku seneng ngeliat kamu, Ra. Kamu cantik" balas Adra yang masih setia menatap Tasya dengan senyum menempel dibibirnya.

"udah banyak yang bilang" ucap Tasya santai.

Perasaan kesalnya sudah bergejolak. Ingin rasanya menumpahkan segalanya, masalahnya begitu banyak dan hidupnya begitu rumit semenjak Adra dan Reynald muncul. Kalimat itu kemarin keluar dari mulut Reynald dan sekarang dicopas Adra. Ah dasar lelaki tidak kreatif!

"akhirnya kamu jadi dirimu sendiri, Ra" ucap Adra.

"maksudnya?"

"ngeselin" balas Adra singkat.

"dan ngangenin" sambung Adra.

"aku gak ngeselin, aku cuma kesel sama berapa hari ini" ucap Tasya.

Aneh, kenapa dia menjelaskan sesuatu untuk hal yang tidak penting. Apa Tasya mulai takut kalau Adra memandangnya sebagai pribadi yang buruk?

Ia juga kesal dengan berbagai perasaannya yang minta Adra untuk diberi kesempatan kedua. Tasya cukup bodoh kalau menyangkut perasaan, ia selalu dikalahkan perasaannya sendiri. Prinsipnya tidak pacar-pacaran akan ambyar kalau Adra terus-menerus berdekatan dengannya. Apalagi Tasya sudah mulai memikirkan Adra dan gusar tentang perasaan Adra kalau ia sengaja mengabaikannya.

Tasya takut terjebak lagi. Takut sendiri lagi. Dan takut ditinggalkan lagi. Ia ingin kehidupannya kembali seperti dulu, tanpa Reynald dan Adra. Meskipun akan tetap kelabu setidaknya ia tidak perlu memikirkan perasaan orang lain. Ia tidak perlu repot-repot khawatir kalau tidak menerima kabar dari pasangannya, tidak ada cemburu dan semua akan aman. Ia hidup untuk dirinya sendiri, tanpa kekangan.

"kamu bisa lampiasin kekeselanmu ke aku" ucap Adra.

Adra meraih tangan Tasya, lalu mengomando Tasya untuk memukul badan Adra, "yang keras mukulnya, ah kamu lemah" ledek Adra.

Tasya mengepal lalu memukul keras ke dada Adra sampai berbunyi BUG..BUG.. Adra meringis kesakitan, tapi tidak juga mengeluarkan suara. Takut kalau Tasya akan merasa bersalah. Adra menegangkan tubuhnya sampai dirasa Tasya puas memukul badannya.

"udah?" ucap Adra kemudian.

Tasya mengangguk, "lega"

"emang kalo lagi kesel kudu dilampiasin ke orangnya langsung ya" tambahnya.

Dahi Adra bergelombang, "kamu kesel ke aku?"

Tasya menganggukkan kepala.

"kenapa?"

"yakin mau denger alesannya?"

Sekarang gantian Adra yang menganggukkan kepala.

"aku bingung, Dra. Selama ini aku udah coba bentengin diri biar gak jatuh cinta lagi. Karna luka yang kamu kasih waktu itu cukup sempurna buat aku. Aku takut sakit hati lagi. Dan skarang kamu dateng, awalnya semua biasa aja, tapi makin kesini muncul rasa khawatir dari aku buat kamu. Aku takut" jelas Tasya panjang lebar.

Iya, ini waktu yang tepat untuk menjelaskan semuanya. Keragu-raguannya atas Adra dan perasaannya yang bergejolak itu. Tasya butuh solusi untuk dirinya sendiri. Ia perlu memastikan perasaan Adra nyata atau hanya main-main saja. Membicarakan hal semacam ini memang harus face to face karna mata tidak pernah berbohong.

Adra menghela nafas ia menggenggam tangan Tasya, "aku tau kamu takut, tapi kali ini aja kasih aku kesempatan lagi. Aku janji gak akan ngulang kesalahanku dulu" ucap Adra.

Tasya memeriksa mata Adra, mencari-cari kebohongan disana tapi ternyata tidak ada. Adra tulus.

"kita jalani aja dulu" balas Tasya.

Adra mengangguk mengerti, "asal kamu jadi dirimu sendiri. Kamu gak perlu jaim, aku tau sifat aslimu"

Tasya melongo, "stalker!" batinnya.

Anxiety [18+] End.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang