Bagian 40

215 12 0
                                    

Cafe Tasya, tempat nongkrong paling strategis diantara Kia, Rere dan Tasya adalah disini. Cafenya juga bagus, instragamable, meskipun harga setiap item disini membuat orang berpikir dua kali untuk kesini.

Perkumpulan ini dirancang oleh Rere, katanya ada yang perlu dibicarakan. Tapi dia yang belum datang sampai saat ini. Memang tukang ngaret!

"sori-sori macet" ucap Rere ngos-ngosan seperti dikejar-kejar setan.

"lo tuh ya ngajak-ngajak tapi telat!" cibir Kia dengan pelototan pedas. Pantas saja Kia melotot begitu, Rere bukan hanya telat hitungan menit tapi sudah satu jam setengah.

"diem deh, Kia" balas Rere yang masih bersusah payah mengatur nafas.

"lo mau ngomongin apa?" sahut Tasya yang sedari tadi memilih jadi penonton.

Rere memajukan duduknya, "Reyna" ucapnya perlahan.

"cari mati nih anak, Reyna kerja disini lo mau ngomongin dia disini?!" lagi-lagi Kia angkat bicara dengan nada yang tak biasa.

"dia lagi gak masuk, kan pulang keJogja" sahut Tasya dengan nada santai.

Tasya mengangkat tangan untuk memanggil pelayan, ketika Cici mau mendatanginya Tasya menahan dengan tangannya. Cici mengangguk, "biasanya 3" ucap Tasya dari mejanya. Cici kembali mengangguk dan sesegera mungkin menyiapkan pesanan Tasya.

"nah itu, lo salah. Dia diJakarta" ucap Rere setelah dirasa berhasil mengatur nafasnya.

"Ha?!" balas Kia bingung.

"kemarin gue jalan sama Vino, terus gue ngeliat dia masuk ke rumah dukun aborsi" suara Rere yang sekarang ini persis sekali dengan ibu-ibu penggosip dikomplek rumah Tasya.

"WHAT THE FUCK?!" teriak Kia.

Suara Kia berhasil memecahkan keheningan. Seluruh pasang mata tertuju pada meja mereka. Bertahan beberapa detik sampai semua kembali pada aktivitasnya sendiri-sendiri. Kia menutup mulutnya rapat-rapat lalu menyipitkan mata dan memukul kepalanya berkali-kali, "goblok-goblok-goblok" ucapnya semacam menyebut.

"emang-emang-emang" ledek Rere menirukan gaya bicara Kia barusan.

"salah liat kali" balas Tasya enteng.

"salah liat? Kalo salah liat pasti cuma gue doang, tapi ini Vino juga ngeliat. Dan lo tau apa? Eh.. Lo tau siapa?" wajah Rere benar-bener menyimpan teka-teki.

"udah deh jangan mulai tebak-tebakan, buruan" balas Tasya kesal. Dia yang paling bodoh kalau diajak main tebak-tebakan, jadi ia nyerah duluan.

"apanya yang siapa?" sahut Kia setelah berhasil menghilangkan rasa malunya.

Rere tersenyum renyah pada Cici yang barusan mengantar pesanannya, "yang nganterin dia" kemudian menyesap kopinya, "gila Sya, cafe lo emang juara" ucapnya lagi dengan dua jempol teracung ke arah Tasya.

"siapa?" sahut Kia ikut penasaran.

"Reynald" balas Rere singkat.

Kia berusaha mengurutkan cerita abstrak yang dibawakan Rere malam ini. Kalau urusan gosip menggosip atau mengurut cerita keahlian Kia memang tidak pernah ada duanya, "bentar, jadi maksud lo si Reyna aborsi bayinya Reynald?"

Rere memasukkan waffle kedalam mulutnya, "yups"

Baru Rere menutup mulutnya Kia langsung tidak mempercayai ucapan Rere, "gak mungkinlah!"

"secara kita tau Reyna anak alim, dia ser..."

"mungkin" belum selesai Kia bicara Tasya langsung memotong ucapannya.

Mata Kia menyipit mendengar ucapan Tasya, "what the?" balas Kia tak percaya, "ini apaan sih? Gue gak ngerti" tambah Kia yang sampai saat ini belum bisa mencerna asumsi-asumsi gila kedua temannya.

Tasya berusaha mengingat ceritanya beberapa bulan yang lalu. Masih ada potongan-potongan cerita yang bisa diceritakan dan menjadi pembenaran atas pernyataan Rere barusan, "gue sempet kerumah Reynald, terus ada cewe dikamar dia. Cewe itu ngemis dijadiin pacar dan pertanggung jawaban. Gue inget banget kalo gue kenal suaranya, tapi otak gue beneran lagi bego sampe gak tau itu suara siapa" ia memejamkan mata berusaha mengingat kelanjutan ceritanya.

Dua menit setelah ia berhasil mengingat sisa-sisa ceritanya, Tasya kembali meneruskan, "Pas gue tanya Reynald katanya dia punya perjanjian sama tuh cewe. Tentang tidur bareng gitu. Gue gak pahamlah. Bisa jadi itu cewe beneran Reyna"

"bentar, lo gak bisa ngenalin suara sahabat lo sendiri?" pertanyaan Rere membuat Kia yang sedang menelaah cerita mendadak kesal, "lo kok fokusnya disitu sih?"

"ya Tasya goblok banget suara sahabat sendiri gak kenal" ucap Rere membela diri.

"waktu itu gue fokus ke masalah gue sama Reynald. Gak kepikiran yang lainnya" kini Tasya yang membela diri.

Kia geleng-geleng kepala dengan wajah datar seperti orang linglung, "gue masih gak percaya"

Saat itu juga segerombolan lelaki memasuki cafe, bercengkrama dan tertawa kesana-kemari. Telinga Rere menangkap satu suara yang dikenal, Vino. Ia meraih kepala Tasya dan Kia agar menunduk dan keberadaannya tidak tercium radar oleh Vino. Kia berusaha mendongakkan kepalanya agar normal kembali, "apaan sih lo"

Rere melotot kearahnya, "diem, liat tuh" ditunjuk Vino dan beberapa anak The King yang duduk tak jauh dari meja mereka.

"lah? Bukannya Vino diare? Itu kan alesan dia gak bisa nganter lo?" ucap Kia.

"mangkannya diemin dulu, beberapa menit lagi gue grebek tuh cowo" tangan Rere mengepal seolah siap lepas landas untuk meninju pipi Vino sampai biru.

Dimejanya Vino sedang bersenang-senang. Tertawa bahagia dan bertukar candaan dengan teman-temannya, "gitu bagus ketawa aja sebelum ajal lo jemput!" ucap Rere dimejanya.

Dadanya panas dan tidak bisa lagi menahan amarah. Rere bangkit dari mejanya. Tasya memberi isyarat Kia untuk menemani Rere agar bisa mengontrol emosinya. Kia mangut-mangut mengerti.

"VINO!" teriak Rere.

Vino terlonjak kaget matanya melotot tak percaya persis orang yang bertemu dengan malaikat pencabut nyawa, "pantes gitu lo kaget ketemu sama gue?! Gue ini pacar lo. Lupa lo?!" suara Rere jauh dari kata ramah.

Reflek Vino meletakkan ponselnya diatas meja yang sudah dibalik layarnya. Tangan lancang Kia membalik ponsel Vino ketika Vino masih kaget dengan kedatangan Rere, "pantes aja dia kaget, orang lagi nonton bokep" ucap Kia kemudian.

"kelakuan ya lo!"

Vino hanya cengar-cengir, tidak ada pembelaan sama sekali. Rere membuka ponselnya, mencari pesan terakhir yang Vino kirim, "ini, tiga jam yang lalu lo bilang diare. Gimana udah sembuh diarenya?!" ucap Rere sembari menunjukkan ponselnya yang berisi pesan Vino

Wafdha membaca pesannya, "beb, maaf gue diare nih. Bolak-balik kamar mandi. Lo bareng Kia aja ya"

"diare katanya, guys" tambah Wafdha seolah memberi minyak tanah pada amarah Rere yang sedang menyala-nyala.

"oh... dia...re..." ucap teman-teman Vino serempak seolah sedang paduan suara.

Vino tak berkutik, "maaf beb, janji gak gitu lagi" ucapnya sembari mengacungkan kelingking.

"kalo lo langgar, gue patahin tuh kelingking?!" ancam Rere sebelum pergi meninggalkan meja Vino.

Kia dada-dada meledek ke arah Vino yang masih terlihat ketakutan menghadapi Rere, "taik lo!" umpat Vino sembari melotot.

Anxiety [18+] End.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang