Semenjak kejadian di toko vas tadi Rere mendadak menjadi pendiam. Setiap kali diajak bicara jawabannya hanya sekata-sekata. Semacam mematikan segala bentuk topik yang dimulai Daniel. Matanya selalu menghindari segala bentuk kontak mata dengan Daniel.
Rere menatap Daniel yang diam dan fokus pada kemudi, "kenapa lo ngajak gue jalan?" ucapnya mencoba bicara senormal mungkin.
"karna Tasya bilang lo mecahin vas bunga Maminya" balas Daniel cepak.
"gitu doang?"
Daniel mengangguk.
Kecewa. Perasaan itu hadir. Rere terlalu cepat menafsirkan perhatian Daniel yang hanya membawanya kedalam jurang kekecewaan. Kepalanya tertunduk ia begitu malu dengan dirinya sendiri. Tapi yang namanya Rere, penjelasan detail selalu dikejar.
"beneran itu doang, Niel?" ucapnya sekali lagi, ia ingin dapat jawaban yang lain. Atau sekedar memastikan pendengaraannya yang tadi tidak salah.
Daniel memberhentikan mobilnya, melipir dikiri jalan, "gue pengen perbaiki hubungan kita"
Pipi Rere mengembang senyum, "perbaiki?" ucapnya memastikan lagi.
Wanita adalah mahluk pasti. Ia akan terus menanyakan sesuatu hal secara terus-menerus meskipun tau jawabannya. Bukan ragu, hanya butuh diyakinkan.
"iya, gue minta maaf soal kemarin pas dirumah Tasya" balas Daniel.
Kali ini Rere semakin yakin kalau Daniel ingin meneruskan hubungan mereka yang sempat kandas ditengah jalan. Perasaannya bahagia, patah hatinya karena Vino beberapa hari yang lalu serasa menguap dengan sendirinya. Ingin rasanya ia menelpon Kia dan memaki-makinya kalau kali ini apa yang dikatakan kartu Tarot Kia tidak benar terjadi. Lihat? Kehilangan Vino malah mendatangkan Daniel.
"terus?" tanya Rere dengan nada selidik
"pengen perbaiki hubungan kita, Rere" ulang Daniel pada kalimatnya yang tadi. Mata Daniel tampak kesal.
"perbaiki yang gimana?" suara Rere yang sekarang lebih mengarah pada godaan yang semakin membuat Daniel geleng-geleng, "pertemanan kita"
Deg. Pertemanan? Hmm. Begini ya rasanya terlalu berharap dan kenyataan tak sesuai harapan. Sakit. Senyum sumringah yang tadi menghias indah pada bibir Rere berubah menjadi garis tipis.
"pertemanan?" ulang Rere memastikan. Suaranya memelan bahkan diusahakan agar telinga Daniel tidak menangkap ucapannya. Ia belum bisa menerima kenyataan.
"Re, lo tau kan perasaan gue buat siapa?"
"Tasya" balas Rere. Ia berusaha tetap tegar dihadapan Daniel. Prinsipnya adalah jangan nampak lemah dihadapan orang yang menyakitimu karna hal itu hanya membuat mereka merasa semakin menang. Hatinya cukup sakit, tapi ia berusaha menguatkan hatinya.
Berkali-kali ia berkomat-kamit, "jangan nangis-jangan nangis"
Air matanya tidak cukup kuat untuk ditahan lebih lama. Kebetulan sedikit lagi mereka sampai dirumah Tasya, "jalan gih Niel, gue ada perlu sama Tasya" ucapnya masih dengan nada yang normal.
Daniel mengangguk lalu memacu mobilnya. Entah buta atau sengaja pura-pura tidak tau, Daniel nampak biasa saja dengan Rere yang sekarang. Atau Rere yang terlalu pandai menutupi sakitnya? Entah. Keadaan dimobil menjadi sunyi sampai-sampai hembusan nafas diantara keduanya terdengar jelas.
-c-
Lebih dari satu jam Rere menangis, membasahi bantal Tasya dan membuat Tasya semakin geli karena ingusnya dilap ke sembarang tempat. Selimut kesayangan Tasya jadi korban atas kesedihan Rere.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anxiety [18+] End.
RomanceAda dua opsi ketika seseorang memilih kembali; memperbaiki kesalahan atau memperburuk keadaan -Donny. Semua berjalan sebagaimana mestinya, Tasya dengan kehidupan barunya, tanpa Adra. Buyar ketika pertemuan pertama mereka diSemarang. Menghabiskan wak...