Demi menebus kesalahannya beberapa hari yang lalu Vino mengatur sarapan pagi romantis dirumah Rere. Semua hidangan diatas meja benar-benar ia masak sendiri, maklum Vino sering memasak sendiri dirumah.Vino sedang sibuk menata meja agar nampak romantis. Dengan bunga-bunga mawar merah dan beberapa balon ditali pada bagian kursi. Satu balon besar bertuliskan "Sorry, Re" Tanganya mengotak-atik piring-piring dimeja agar terlihat rapi dan cantik. Ini harus jadi acara paling romantis diantara keduanya.
Dibalut piyama Rere menuruni tangga dan menguap beberapa kali. Jam sudah menunjukkan pukul 9.47 tapi dia baru saja bangun. Vino menyiapkan senyum paling indah untuk meluluhkan hati Rere dipagi hari.
Satu alis Rere terangkat, "ngapain lo disini?" ucapnya dengan nada tak senang.
Vino berjalan mendekatinya masih konsisten dengan senyum dibibirnya, "gue mau minta maaf, Beb"
"berhenti disitu!" sentak Rere yang membuat gerakan Vino terhenti saat itu juga.
"itu apa?" kini pandangan Rere beralih pada meja kecil dan dua kursi yang sudah dihias balon-balon, "siapa ulang tahun?" tambah Rere.
"gue mau minta maaf, pake itu" tunjuk Vino ke arah meja yang sudah ia siapkan dari subuh.
Ah, semalaman Vino menginap dirumah Rere tepatnya dikamar pembantu. Memikirkan sesuatu hal yang dapat meluluhlantakkan kekesalan Rere karena dibohongi beberapa hari lalu. Semenjak insiden ke-gap di cafe Rere sama sekali tidak membalas pesannya apalagi mengangkat telponnya. Membuat Vino khawatir.
Rere melangkah mendekati meja yang tadi disiapkan Vino, mencicipi puding coklat berbentuk love yang sudah diberi taburan keju dan topping strawberry. Ia mengangguk-angguk karena dengan sekali gigitan puding itu seolah meluncur tanpa halangan kedalam mulutnya.
Mata Rere melotot tak percaya, "Enak banget!!" teriaknya dalam hati.
Vino yang menyadari perubahan mimik wajah Rere memberanikan diri kembali bicara, "gimana?"
Enak, tapi ia masih kesal akhirnya dengan sengaja Rere berbohong, "biasa aja"
Vino mengangguk disertai senyum tipis meledek dan anggukan-anggukan, "oh biasa aja?" Ia tau betul kalau Rere yang sekarang ini masih gengsi mengakui masakannya yang memang enak.
"ayo dong beb maafin gue, kemarin gue boong juga karena gue bosen diledekin bucin mulu" kali ini Vino benar-benar berusaha jujur atas apa yang terjadi.
Rere terlalu dominan dan suka mengatur semenjak saat itu juga Vino jadi sering dipanggil bucin oleh beberapa temannya. Lelaki mana yang sudi disebut bucin? Apalagi oleh teman-teman mainnya, menurunkan derajat saja!
Rere menghela nafas kasar.
Ditempatnya berdiri Vino berkali-kali menyebut nama Tuhan, ia takut kalau masalahnya akan semakin runyam.
"oke, gue maafin" ucap Rere menghentikan keheningan yang merambat sedari tadi.
Vino mendongak tak percaya, "beneran, Beb?" matanya berbinar. Ini Rere loh, manusia paling egois yang pernah dia kenal. Bisa sebaik ini? Woww!!
Rere menangguk ia sudah lebih dulu duduk dikursi yang Vino siapkan. Tangannya menepuk kursi disampingnya pertanda agar Vino segera duduk. Tanpa babibu lagi Vino langsung duduk disamping Rere dengan senyum sumringah, "gak usah senyum-senyum gitu, gue masih kesel!" tukas Rere.
"lo tuh Re, gak boleh marah-marah mulu sama gue. Ntar gue gak betah jadi pacar lo" tangan kanan Vino mencubit keras pada pipi Rere, membuat Rere kembali melotot kesal dan hampir melayangkan sendok pada kepala Vino karena kesakitan.
"sakit!!" teriak Rere kemudian mengelus-elus pipinya yang panas.
Vino sama sekali tidak merasa bersalah. Ia malah tertawa kegirangan melihat ekspresi lucu Rere yang mukanya kini ditekuk, "lucu banget sih" ucap Vino, tangannya hendak mencubit pipi kanan Rere tapi dengan sigap Rere mengangkat sendok upaya mengancam, "macem-macem ya lo!" sungut Rere.
"gue kangen tau Re, dulu awal pacaran lo manis banget. Ngalah-ngalahin ini puding" tutur Vino kemudian menunjuk puding coklat dihadapannya.
"lo juga, awal pacaran baik banget. Marah-marah juga gak pernah. Bohong apalagi? Sekarang? Udah sering ngamuk gak jelas, mana jadi tukang boong lagi. Ngaca!" cibir Rere mengurutkan list-list dosa Vino akhir-akhir ini.
"namanya juga manusia beb, gampang berubah-ubah. Maklumin bae, yang penting satu.." Vino menggantungkan ucapannya.
"apaan?"
Dengan wajah yang disetting seserius mungkin dan tangan yang menggenggam jemari Rere, Vino berucap, "jangan bosen sama gue"
"udah bosen, gimana dong?" goda Rere.
Dibanting tangan Rere dengan keras, "tae!"
"sakit, begoo!!!"
Ponsel Vino yang diletakkan diatas meja menyala. Tanpa diperintah fokus mata Rere mengarah pada ponsel yang berdering karena ditelpon. Syarif, nama itu yang muncul. Rere kembali melanjutkan aktifitasnya memotong daging tidak menghiraukan karna yang menelpon lelaki, "angkat aja" ucapnya santai.
Alih-alih mengangkat Vino malah membalikkan ponselnya, panggilan mati. Ia memperbaiki duduknya padahal posisinya sudah sangat bagus, beberapa kali ia batuk-batuk kecil. Wajahnya menjadi panik dan keringat mengucur pada pelipisnya. Gelagatnya persis orang ketakutan, "kenapa sih, No?"
Vino menggeleng kepala dengan kaku, sekedar mengelap keringat pada pelipisnya saja tangannya gemetaran.
Sekali lagi ponselnya berdering, "angkat aja" ucap Rere lagi.
Vino membalikkan ponselnya dengan tangan gemetar, mata Rere menyipit ia mencium tingkah aneh pacarnya. Diraih ponsel didepannya kemudian diangkat.
Baru juga tersambung suara cempreng nyerocos terdengar, membuat telinga Rere nyut-nyutan kemudian menarik ponsel Vino yang tadi ditempel pada telinganya, "Beb, kamu dimana sih? Aku udah nungguin lebih dari sejam!" suara wanita disebrang sana.
Rere menyipitkan mata, "ini siapa?" balas Rere hati-hati.
"Ha? Lo yang siapa? Kenapa hp pacar gue ada di lo?!"
Selama Rere mengangkat telepon ditempatnya Vino sedang merapal doa. Berharap Rere mau mendengarkan penjelasannya supaya semua menjadi baik-baik saja. Sepertinya doa Vino tidak dikabulkan. Mata binar Rere sepuluh menit yang lalu berubah menjadi sorot pedas yang semakin membuatnya bermandikan keringat.
Ditutup sambungan teleponnya. Deru nafas Rere begitu membara, emosinya meletup-letup. Tidak ada sekatapun yang keluar tapi Vino bisa merasakan kalau amarah Rere yang sekarang ini akan mengakhiri hubungan mereka berdua. Vino menatap bersalah ke arah Rere, "Re, maafin gue" kalimat itu satu-satunya yang bisa diucapkan.
"kita..putus" ucap Rere dengan nada datar. Pikir Vino, pacarnya itu akan mencaci makinya tapi ternyata ia salah.
Rere beranjak dari tempat duduknya memundurkan kursinya lalu melangkah pergi. Baru tiga langkah suara Vino berhasil menghentikan langkahnya, "kenapa gak marah?"
Rere menoleh sekilas, "apa yang bakal berubah kalo gue marah? Lo gak jadi selingkuh? Atau hubungan kita baik-baik aja? Gak, kan?"
"marah Re, gue pengen liat lo marah. Biar gue yang bajingan ini ngerasain akibat dari kelakuan gue" pinta Vino.
"beresin semuanya, gue ogah liat muka lo lagi" balas Rere kemudian berjalan menuju kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anxiety [18+] End.
RomanceAda dua opsi ketika seseorang memilih kembali; memperbaiki kesalahan atau memperburuk keadaan -Donny. Semua berjalan sebagaimana mestinya, Tasya dengan kehidupan barunya, tanpa Adra. Buyar ketika pertemuan pertama mereka diSemarang. Menghabiskan wak...