Masih pada rutinitas yang tidak akan berubah, Tasya baringan diatas ranjang sembari menonton drama korea. Tangannya tak berhenti mencomot keripik kentang didalam toples, remahan keripik kentang juga berceceran diatas ranjangnya. Kebiasaan lama yang tidak akan berubah.Tawa dan tangis bergantian melewati wajah Tasya. Pelupuk mata Tasya membengkak, seharian dari bangun pagi sampai pukul 22.30 Tasya tidak bergerak dari tempat tidurnya, kecuali untuk mengambil camilan dan minuman di lemari es.
Donny membuka kamar Tasya tanpa mengetuk, "Hoi"
Tasya buru-buru menyeka air mata yang masih tergenang dimatanya, "ketuk dulu kenapa sih!"
"kebanyakan nonton drama jadi ratu drama kan lo. Nangis gak jelas gara-gara film, lebay!" cibir Donny.
"brisik" balas Tasya tak mau tau.
Donny menyodorkan selembar kertas, "nih"
Tasya meraih, "apaan nih?"
"budayakan membaca sebelum bertanya" balas Donny, ia merebut toples keripik kentang dari tangan Tasya.
"tiket kereta?! SEMARANG?!" Tasya berteriak antusias. Pipinya mengembangkan senyum bahagia. Ia mendekati Donny, memeluk abangnya dan menghujani Donny dengan ciuman.
"lo emang terdabes, Bang!" tambah Tasya.
Donny mangut-mangut, mulutnya masih dipenuhi dengan snack keripik kentang milik Tasya, "gue udah booking-in hotelnya, lo tinggal berangkat aja"
"berapa hari?"
"tiga"
"tiga doang?" senyum Tasya yang tadinya sumringah mendadak melemah.
"tadinya seminggu, terus Mami bilang tanggal 8 mau ke Surabaya"
"ngapain?"
"Oma sakit, pengen ketemu lo"
"apapun itu makasih Bang, lo emang bener-bener terbaik" ucap Tasya kemudian menggelayutkan tangan dileher Donny, tidak berhenti tersenyum bahagia. Bersyukur rasanya punya abang sepengertian Donny.
Donny mengangguk-angguk, bibirnya ditekuk kebawah dan dahinya mengernyit. Dibaca dari raut wajahnya mengisyaratkan "kalo ada maunya baru baek lo"
"oh iya, lo kapan ke Jogja?" basa-basi adalah hal yang patut dilakukan oleh Tasya disituasi seperti ini.
"gue anter lo ke hotel dulu, baru cus Jogja"
"lo ikut gue ke Semarang?!"
"lo pikir gue tega ngebiarin adik gue berangkat sendirian?" Donny mengacak kasar rambut adiknya itu lalu berjalan keluar dari kamar Tasya.
Mengantisipasi agar tidak ada perdebatan antara dia dan adiknya. Tasya yang bawel itu akan mengomel kalau dibututi layak anak kecil.
-c-
Semalam Tasya kerepotan memilah baju yang akan ia bawa untuk 3 hari di Semarang. Tiket dari Donny ternyata untuk keesokan harinya. Sialan memang abangnya yang satu itu.
Tasya menuruni tangga menuju meja makan sembari menggeret koper kecil berwarna merah. Disana sudah ada Mami, Papa, dan Donny yang lebih dulu sarapan. Papa Tasya sudah mengenakan setelan jas kantoran. Donny dengan kaos hitam polos dengan celana pendek warna coklat. Maminya masih memakai piyama berendra.
"pagii" ucap Tasya.
"berangkat sekarang, Dek?" ucap Desthi yang tak lain adalah Mami Tasya dan Donny.
Tasya mengangguk antusias dengan senyum yang sama sekali belum lepas semenjak diberi tiket gratis ke Semarang oleh Donny.
Melihat Mang Asep berlalu lalang Tasya ingat akan kopernya, "Mang, tolong bawain ke mobil ya"
"Siap, Non" balas Mang Asep.
"Kak, adeknya dijagain" ucap Desthi yang nampak masih sibuk mengoleskan selai pada roti tawar didepannya.
Dilanjut dengan pertanyaan untuk Tasya, "mau selai apa, Dek?"
Donny melirik ke arah Tasya yang sibuk dengan ponselnya. Yang dilirik tidak sadar juga sebab terlalu fokus, "udah gede dia, bisa jaga diri sendiri"
"kacang, Ma" balas Tasya.
"Kakk" satu kata keluar dari mulut Ardhi, Sang Papa. Tapi sudah berhasil membuat bulu kuduk Donny merinding.
"iya-iya" ucap Donny dengan pasrah.
-c-
Perjalanan Jakarta-Semarang memakan waktu.... Dari stasiun menuju hotel keduanya harus naik taksi terlebih dahulu. Tasya yang merasa lelah perjalanan panjang itu langsung menjatuhkan tubuhnya diatas ranjang. Sedangkan Donny duduk di sofa sembari nonton tv ditemani makanan ringan yang sempat ia beli disupermarket tadi.
Tasya meraih ponselnya, mencari tempat wisata di Semarang pada google, "kemana hari ini?" ucapnya.
"lawang sewu" sahut Donny.
"gak deh, food street aja" tukas Tasya.
Makan-makan adalah hal wajib yang harus dilakukan ketika luar kotaan. Setelah makan-makan ia akan mencari tempat wisata untuk dikunjungi. Kamera sudah seperti senjata perang yang akan segera ia gunakan memotret keindahan Semarang. Coba kalau Semarang bercuaca dingin, Tasya pasti tidak mau pulang ke Jakarta.
Donny masih berada dihotel selama dua jam, jadwal keberangkatan kereta dari Semarang-Jogja tepat pukul 10.45
"Bang, mau ikut ke food street gak?"
"gak ah, habis ini gue perjalan lagi. Capek"
Tasya mendesah kesal, sambil memasukkan dompet, kamera, dan ponsel pada tas kecil miliknya. Semarang akan dilalui seorang diri. Ah sialnya. Coba dia punya pacar, pasti lebih menyenangkan.
Tasya menulis destinasi yang mungkin untuk didatangi selama ia di Semarang pada kertas kecil. Ia menandai centang pada kata food street.
Donny memberikan secarik kertas, "nih, alamat Erfina temen gue, kalo lo bosen sendirian dateng kerumahnya aja. Gue udah hubungin dia buat nitipin lo"
Tasya bengong, memikirkan Abangnya itu kesambet petir darimana bisa sebaik dan seperduli itu dengannya.
"ambil bego" tambah Donny.
Tasya meraih kertas dari Donny, "thx u"
-c-
Tasya berhenti didepan food street, hamparan manusia terpampang nyata didepannya. Ia berhenti berjalan, memejamkan matanya, menarik nafas dengan perlahan kemudian dihembuskan. Ia menikmati semilir angin yang mempontang-pantingkan rambutnya, setelah bergelut diibukota yang notabene menyesakkan dada, cukup terbayar dengan keadaan Semarang yang membuatnya merasa lebih tenang.
"harusnya Donny ikut" batinnya.
Dikeluarkan kamera didalam tas slempangnya, ia memotret beberapa kegiatan orang-orang. Sesekali ia mampir makan, merasakan makanan-makanan dari Semarang yang semakin membuatnya betah. Orang-orang yang lumayan ramah membuat Tasya yakin bahwa ini adalah surga ketiga setelah Jogja dan Surabaya.
Kakinya tak berhenti menyusuri jalanan Semarang. Kota ini memang panas, tak jauh berbeda dari Jakarta dan Surabaya. Tapi suasana seperti ini membuatnya makin rindu dengan kota kelahirannya, Surabaya.
Tasya menggantungkan kamera dilehernya, memotret spot yang dirasa menarik. Matanya menangkap kerumunan manusia yang rela berdesak-desakan demi semangkok bakso. Ia tersenyum, suka sekali dengan manusia-manusia bermoral yang taat akan peraturan.
Ia berjalan disekitar food street, langkahnya terhenti ketika seseorang menyebut namanya.
"Kara"
Jantung Tasya berdegup kencang, "suara itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Anxiety [18+] End.
RomantikAda dua opsi ketika seseorang memilih kembali; memperbaiki kesalahan atau memperburuk keadaan -Donny. Semua berjalan sebagaimana mestinya, Tasya dengan kehidupan barunya, tanpa Adra. Buyar ketika pertemuan pertama mereka diSemarang. Menghabiskan wak...