Ditempat yang sama, taman. Kemarin Adra mengomando Tasya untuk pergi ke taman esoknya. Sebenarnya Tasya tidak begitu ingin tau kado dari Adra. Ia sudah memantapkan hati untuk move on. Jujur saja, Adra yang dulu ia kenal dengan sekarang yang bersamanya sedikit berbeda.Dulu Adra pribadi yang pemalu. Dan kadang ia suka terbata-bata apalagi kalau harus mengungkapkan perasaannya. Di kehidupan nyata Adra sama sekali tidak gagap. Ia juga terlihat seperti lelaki normal yang tidak pemalu. Adra yang dulu terkontaminasi virus baru? Mungkin.
Tasya menaruh curiga kalau Adra akan berani bermain wanita. Siaga satu agar hatinya tidak patah untuk kedua kalinya.
Adra duduk dengan tenang, membenahi kacamatanya yang miring, "Ra ini. Bukanya nanti pas aku udah gak ada ya?"
"nunggu kamu meninggal?" balas Tasya.
Mungkin itu bentuk kekesalan Tasya yang tertimbun selama dua hari ini. Tiba-tiba saja mulutnya bisa keceplosan begitu.
"eh maaf" tambah Tasya.
"aku malu kalo kamu buka pas ada aku. Bukanya di hotel aja ya" suara Adra masih sangat tenang, bahkan ketika ia mendengar mulut nyablak Tasya. Sama sekali tidak menjadi masalah untuknya.
Tasya mengangguk mengerti, ia memasukkan box hitam dengan pita merah didalam totebag miliknya.
"kamu mau ke lawang sewu?"
"Damn it!"
Potensi meramal yang terdapat dalam diri Adra makin lama makin terasah. Selayaknya pisau yang semakin tajam. Darimana taunya manusia itu kalau Tasya berencana akan ke Lawang Sewu. Tasya bahkan tidak menunjukkan list destinasi yang wajib di kunjungi ketika di Semarang pada Adra. Tapi selalu apa-apa yang hendak Tasya kerjakan, di hari itu juga Adra selalu menawarkan terlebih dahulu. Ini rencana melarikan diri benar-benar tidak akan terjadi? Oh, Tuhan!
Adra membukakan pintu mobil untuk Tasya yang sudah ia sewa dari rental. Senyum tanpa dosa masih setia melekat dibibirnya. Ia bahkan tidak sadar kalau sebenarnya Tasya ingin sekali lari darinya. Antara polos dan pemerjuang cinta, entah mana yang cocok disandingkan untuk Adra.
"menurut kamu mencintai itu apa?"
"wadaw topiknya berat" Tasya membatin. Perasaannya mendadak tidak enak. Benar-benar tidak bisa ditebak manusia yang satu ini.
"kalo nyetir udah nyetir aja, ngapain kasih kuis dadakan gini sih!" sepertinya Tasya punya hobi baru, yaitu; mencibir Adra dalam diri.
Bakat terpendam dalam diri Tasya; mencibir tanpa bercermin.
"mencintai ya? kutukan. Dicintai baru keajaiban" balas Tasya seadanya, Tasya buru-buru membuang muka. Ia sama sekali tidak tau apa yang baru keluar dari mulutnya itu.
"menurut aku mencintai mungkin kutukan, tapi mencintai kamu suatu kehormatan" Adra melirik ke arah Tasya tepat setelah bibirnya berhenti bicara.
"alah-alah gaya-gayaan, dulu ditinggalin tanpa kabar. Modus lo kardus!" sekali lagi dirinya mencibir Adra.
"bisa aja" balas Tasya dengan tawa super garing. Ia masih belum bisa menyesuaikan diri ketika berdekatan dengan Adra.
-c-
Lawang Sewu, menurut sejarah gedung lawang sewu merupakan salah satu bangunan megah yang ada di kota Semarang. Lawang sewu diambil dari bahasa jawa, lawang artinya pintu dan sewu artinya seribu. Secara keseluruhan Lawang Sewu artinya Gedung Pintu Seribu.
Tasya terengah melihat gedung kokoh dihadapannya. Gedung yang menonjolkan keindahannya. Terdapat taman yang nampak tertata dengan rapi. Dihalaman tengah terdapat sebuah pohon mangga besar yang memayungi sebagian halaman.
Pada bagian halaman Tasya dan Adra disuguhi koleksi lokomotif kereta api yang menurut sejarah pernah beroperasi di Semarang. Tasya memotret beberapa bagian kereta api. Kereta api berwarna hitam yang masih bagus karena mendapat perawatan pengelolah gedung.
Tasya juga memotret koleksi kereta api berwarna biru dengan ukuran yang lebih mini. Adapula koleksi mesin ketik pada zaman dahulu. Tasya juga membaca beberapa tulisan histori di Lawang Sewu.
Mulut Tasya sesekali berkomat-kamit, Adra yang berada disampingnya dengan suka rela membawakan tas milik Tasya sementara Tasya sibuk memotret kesana-kemari. Sesekali Tasya meminta tolong untuk difotokan oleh Adra dan Adra tanpa sepengetahuan Tasya memotret Tasya dengan kamera ponselnya.
"Tiga ratus satu..Tiga ratus dua.." komat-kamit mulut Tasya yang kemudian terdengar ditelinga Adra.
"kamu ngapain?" ucap Adra.
"ngitung pintu" balas Tasya acuh.
"tadi nyampe berapa? kan lupa!!" Tasya geram karena lupa akan hitungannya.
"udahlah aku nyerah, pokoknya ini pintu gak nyampe seribu" balas Tasya kesal. Bibirnya mengerucut.
Adra yang gemas dengan tingkah laku Tasya kemudian mencubit kecil pipi Tasya, "lucu banget kamu"
Mungkin untuk pertama dalam 3 hari ini adalah momen dimana Tasya mulai bisa membiasakan diri dengan Adra. Adra pasti senang karena pada akhirnya usahanya dalam mendekati Tasya sedikit mengalami peningkatan.
Tasya dan Adra menuruni ruang bawa tanah. Disana merupakan tempat pembuangan air dan pada sisi lorong terdapat pipa besi untuk mengalirkan air bersih. Suasananya gelap, Adra pembawa senter agar bisa melihat ruangan dan lorong itu. Tasya yang phobia dengan gelap, tak henti-hentinya merengek untuk segera keluar. Beberapa kali ia memeluk erat lengan Adra dan mencubit Adra kalau Adra iseng mematikan senternya.
Adra mematikan senternya.
"aku takut" ucap Tasya, suaranya menunjukkan ia benar-benar ketakutan.
"kan gak sendirian, ada aku" balas Adra, tangan Adra yang tidak digunakan untuk memegang senter mengelus kepala Tasya dengan penuh kasih sayang.
"kamu tau hal yang paling aku takutin?" ucap Tasya.
Keduanya masih berjalan menyusuri lorong.
Adra menggeleng, "apa?"
"gelap dan sendiri" balas Tasya.
"ada aku, Ra. Aku jagain"
"setahun lalu kamu juga ngomong gitu, tapi kamu pergi" entah dorongan darimana untuk pertama kalinya Tasya menunjukkan perasaannya.
Adra menghentikan langkahnya, "dan saat itu kamu takut?"
Tasya mengangguk. Ia benar-benar sadar kalau yang barusan keluar dari mulutnya adalah sebuah kesalahan. Ia mengutuk dirinya sendiri. Memaki dirinya sendiri, "kok gue kebawa suasana sih!"
"aku gak akan ulangin itu lagi, Ra. Janji!" Adra mengacungkan kelingkingnya.
"coba itung berapa janji yang udah kamu ingkari?" balas Tasya.
Ah peduli apa dengan anggapan Adra terhadapnya, lagipula Tasya sudah membuka isi hatinya kenapa tidak sekalian membuka kekesalannya terhadap Adra. Biar saja Adra tau, kalau selama ini ia begitu jahat meninggalkan Tasya sendirian.
"maaf, Ra" ucap Adra, suaranya melemah. Ia meneruskan perjalanannya dengan tatapan kosong.
Kalimat itu lagi, bosan Tasya mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anxiety [18+] End.
RomanceAda dua opsi ketika seseorang memilih kembali; memperbaiki kesalahan atau memperburuk keadaan -Donny. Semua berjalan sebagaimana mestinya, Tasya dengan kehidupan barunya, tanpa Adra. Buyar ketika pertemuan pertama mereka diSemarang. Menghabiskan wak...