"ngapain sih tuh muka ditekuk mulu? Gak sekalian masukin koper?" cibir Donny yang tiba-tiba duduk disamping Tasya.Tasya sedang menonton tv diruang keluarga. Wajahnya muram karena Adra belum menghubunginya juga selama hampir sebulan ini. Tasya bahkan sudah mengirim ribuan pesan pada sosial media Adra. Menelpon tapi tidak pernah diangkat. Bahkan WAnya tidak pernah online dari hari terakhir Adra menelpon Tasya.
Tasya menatap lesu pada Donny, "jangan diketawain"
Donny mencomot snack dipangkuan Tasya, "iya"
"Adra gak ngehubungi gue hampir sebulan ini" ucap Tasya lemah. Ia kembali memfokuskan pandangan pada layar besar didepannya. Melakukan gerakan monoton memasukkan snack kedalam mulutnya.
"gue bilang juga apa, ada yang pasti masih aja sama yang gak pasti. Ada yang deket malah milih yang jauh" tutur Donny.
"Maksud lo?" balas Tasya bingung.
Disituasi begini otak Tasya akan bekerja lamban. Kegalauan sangat mempengaruhi kerja otaknya. Ia sekarang lebih mirip zombie hidup. Mungkin berpegang teguh pada hidup segan mati tak mau. Entah, Tasya yang sekarang kacau sekali. Inilah faktor utama kenapa dia enggan berhubungan lagi dengan hal yang berbau cinta. Sebab perasaannya yang lemah itu berimbas pada kehidupannya didunia nyata.
"Reynald" balas Donny singkat.
Tasya menghela nafas, "gue capek lo selalu ngomongin Reynald"
"terus lo mau Daniel?"
Tasya menatap Donny tak percaya, "Ha?"
Kenapa Donny tidak pernah paham bagaimana posisinya yang sekarang sih? Hati tidak pernah bisa dipaksa. Kalau Tasya sudah memilih Adra, mau bagaimana lagi? Lagipula yang bisa membolak-balikkan hatikan hanya Tuhan, Tasya cuma menjalani nasibnya saja.
"Reynald yang terbaik buat lo"
Tasya naik pitam, kali ini ia benar-benar kesal, "Reynald gak sebaik yang lo kira!"
"kenapa?" jawab Donny enteng. Tapi nadanya benar-benar jelas mengintimidasi Tasya.
Tasya menoleh ke arah tv, "lupain" ucapnya acuh.
-c-
Hari ini Tasya sengaja sarapan telat. Kekesalannya pada Donny benar-benar tak dapat dibendung lagi. Donny terlalu banyak ikut campur dengan urusannya, membuatnya semakin malas. Tasya sudah cukup dewasa untuk memutuskan dengan siapa dia membangun hubungan, dan Donny tidak cukup hak untuk mengaturnya lagi.
"Pagi, Ma" sapanya pada Desthi yang hampir selesai sarapan. Tasya mencium sekilas pipi Desthi yang dibalas ciuman sekilas pula.
Ia duduk tepat didepan Desthi, "Donny udah berangkat dari tadi. Kamu baru berangkat?" ucap Desthi seraya meletakkan roti selai dipiring Tasya.
"iya aku bawa mobil sendiri" balas Tasya acuh.
"berantem lagi?" ucap Mami Tasya cemas sebelum menyesap teh hangatnya.
Tasya menggeleng, kemudian melirik ke arloji yang melingkar dipergelangan tangannya sembari meneguk susu, "uhukkk"
Tenggorokkannya tersedak. Terpintas jalanan Jakarta yang menyesakkan. Ah, telat lagi?!! Buru-buru diraih kunci mobil didepannya lalu menyalimi Maminya yang hanya bisa geleng-geleng melihat kelakuan anak wanitanya ini.
Ia berlari memasuki garasi, berharap Mang Asep sudah mencuci mobilnya yang beberapa hari lalu tersiram hujan dan terciprat comberan. Senyum terlukis dibibirnya, syukurlah mobilnya sudah mengkilat seperti baru. Ah harusnya ia berterima kasih semenjak insiden mobilnya ditabrak Mariya, ia memodif mobilnya menjadi seperti baru lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anxiety [18+] End.
RomanceAda dua opsi ketika seseorang memilih kembali; memperbaiki kesalahan atau memperburuk keadaan -Donny. Semua berjalan sebagaimana mestinya, Tasya dengan kehidupan barunya, tanpa Adra. Buyar ketika pertemuan pertama mereka diSemarang. Menghabiskan wak...