Bagian 41

213 13 0
                                    


Lagi, Adra menghilang lagi. Tasya semakin bingung dengan kelakuan Adra yang suka menghilang. Tiga minggu tanpa kabar, sekarang mau alasan apalagi? Hpnya yang baru disadap juga? Basi! Kalau Tasya harus kembali ke Jogja untuk menemui Adra lagi ia mulai meragukan cinta Adra. Setaunya hubungan itu berdua, saling berjuang. Kalau hanya Tasya yang berjuang, masih pantas disebut hubungan? Rasanya tidak.

Ia tidak bisa bodo amat ketika masih menyanding status pacaran dengan Adra. Kecuali Adra memutuskannya dengan jelas, itu beda cerita. Benar-benar ya, lelaki memang berjuang diawal. Sudah lebih dari setengah jam yang lalu Tasya membolak-balikkan badannya diatas ranjang. Kepalanya berpikir keras. Oh! Ia ingat, pernah meninggalkan kontak pada teman kos Adra.

"Agil-Agil-Agil" komat kamit mulut Tasya mencari-cari kontak yang bernama Agil. Terakhir chat sudah cukup lama, dua minggu yang lalu. Chatnya pasti tenggelam. Si Agil ini juga lelaki yang genit, suka menabur gombalan pada Tasya. Tasya jadi tidak nyaman kalau terus-menerus berhubungan dengannya.

Nah! Ketemu. Tanpa basa-basi langsung diketik pesan untuk Agil.

Tasya : Agil?

Tasya mengigit bibir bagian bawahnya dengan ponsel bermode getar diperutnya. Perutnya ini bagian paling sensitif jadi bisa langsung tau kalau ada getaran sedikit. Tiga menit kemudian Tasya mendapat balasan.

Agil : iya Kara?

Dengan kecepatan penuh Tasya mengetik balasan, ia takut kalau nantinya Agil mendadak repot.

Tasya : bisa telfon?
Agil : bisa banget, aku atau kamu duluan?

Tuhkan, sifat lelaki! Genit! Baru juga kenal.

Tasya langsung memencet tombol telepon, tak butuh selang waktu langsung diangkat, "Kenapa Kara? Kangen?" suara disebrang telepon membuat makanan-makanan diperut Tasya hendak membludak keluar. Mual.

"eh, enggak. Mau nanyain Adra" balas Tasya setelah diam cukup lama.

"Adra udah pindah"

"Lagi?!"

"sekitar tiga minggu lalu dia didatengi cowo, namanya.. Ref.. Ren..Reg.."

"Reynald?" ucap Tasya membenarkan.

"ah iya, Reynald"

Lagi? Reynald lagi? Reynald benar-benar.

"dipukuli sebelum disuruh pindah"

"Kara? Kara cantik?"

Tasya bangun dari lamunanya, "makasih Agil, aku tutup telponnya"

Belum sampai ditutup telponnya suara Agil kembali terdengar, "eh bentar"

Tasya mengurungkan niatnya pikirnya mungkin Agil masih ingin menyampaikan informasi, "kenapa?"

"masih kangen"

"WTF?! Sakit jiwa nih cowo!" Batin Tasya.

"aku ada urusan, maaf ya" ucap Tasya lagi kemudian langsung memutus panggilannya tanpa persetujuan Agil.

"Pantes namanya Agil. Agil kan kepanjangan dari A...ku gila" cibir Tasya.

-c-

Bersyukurnya malam ini jalanan Jakarta sedang lengang. Semesta seolah berpihak pada kegusaran Tasya. Ia sudah memikirkan hal yang paling tepat untuk dilakukan. Mendatangi Reynald dan mengultimatumnya. Sudah cukup bersabar ia selama ini. Menjalani hubungan yang dinahkodai oleh Reynald hanya karena sebuah vidio abal-abal hasil rekayasa Si Psiko Reynald.

Melihat jalanan yang bersahabat, Tasya memacu mobilnya dengan kecepatan sedang. Bahkan yang menekan pedal gas mobil bukan kakinya melainkan jempolnya. Ada begitu banyak naskah yang perlu disusun sebelum bertemu Reynald. Beberapa kali beradu argumen Tasya selalu kalah.

Anxiety [18+] End.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang