Bagian 4

6.4K 63 2
                                    

3 hal yang paling dinanti anak kuliahan; dosen tidak hadir, pulang, dan libur semester.

"Libur semester tlah tiba.. Libur semester tlah tiba. Hore.. Hore.. Hore!" Rere menyanyikan lagu milik Tasya Kamila dengan riang gembira.

Cukup adil rasanya, setelah diperbudak dengan berbagai macam tugas dan ujian-ujian. Menghirup udara segar selama satu bulan setengah akan sedikit menyejukkan suasana hati. Sebelum pada akhirnya otak-otak mereka harus kembali didoktrin oleh berbagai macam tugas susulan. Hidup didunia perkuliahan memang tidak pernah mudah dilalui.

"Sya, liburan kemana?" tanya Rere pada Tasya.

"belum kepikiran" balas Tasya santai.

Padahal Tasya sudah memikirkan rencana liburannya jauh-jauh sebelum libur semester tiba. Semarang. Entah, apa yang istimewa dari Semarang. Tasya hanya mendengar simpang siur keindahan kota tersebut, tanpa pernah mendatangi secara langsung.

Untuknya, Semarang semacam obat atas kerinduan. Tempat berpulang bagi hati yang patah arang. Itu yang menancap dalam benaknya.

Adra, manusia yang paling antusias setiap kali menceritakan Semarang. Dia yang paling bisa bercerita secara runtut. Setiap jalanan Semarang, Candi atau bahkan suhu panas pada kota itu. Dari cerita Adra, Tasya menyimpulkan bahwa Semarang harus masuk daftar kota yang ia kunjungi.

Anehnya, Adra yang kini hilang itu masih meninggalkan seberkas kenangan. Cerita-cerita Adra masih begitu melekat pada ingatan. Setelah Adra pergi, ia sudah menjelma menjadi sesuatu yang mengakar dalam tubuh Tasya. Mungkin ia sudah merajai pembuluh nadi. Atau malah mengalir disetiap darah tanpa Tasya sadari.

Rere membalikkan badannya. Dibangku belakang Rere terdapat Reyna. Wanita paling kalem diantara mereka berempat. Bertolak belakang dengan Rere yang nyablak, Reyna cenderung kalem.

Reyna semacam diberi kelebihan untuk memecahkan setiap masalah teman-temannya. Kata-kata yang keluar dari mulut Reyna semacam sihir, selalu bisa membuat yang mendengarkan tertegun dan memikirkan. Reyna pantas menjadi penerus Mario Teguh.

"Na, liburan kemana?"

Reyna melirik sekilas ke arah Rere, sebelum akhirnya kembali membaca novel miliknya. Reyna yang paling rajin, mengingat dia anak pertama dari tiga bersaudara. Reyna tidak berasal dari keluarga mapan, sekedar untuk kuliah Reyna harus pontang-panting cari beasiswa. Itulah sebabnya Reyna semacam tidak punya waktu untuk bersenang-senang. Memikirkan liburan semester? tidak mungkin.

Vino melotot ke arah Rere. Rere yang menyadari kesalahannya, hanya tersenyum kaku kemudian membalikkan badan. Bisa ditebak, Reyna akan cari pekerjaan selama liburan.

"Na, cafe Omku butuh karyawan. Kamu mau kerja disitu selama liburan?" ucap Rere perlahan. Takut kalau ucapannya menyinggung perasaan Reyna.

Rere, Tasya, Vino selalu berbicara aku-kamu kalau dengan Reyna. Mengingat Reyna asli jogja dan sedikit kaku kalau diajak bicara dengan logat Jakartaan.

Reyna tersenyum, "aku udah terima kerjaan dari Abangnya Tasya"

Tasya yang namanya disebut reflek menoleh, "Donny?!"

Reyna mengangguk.

-c-

Tasya menjatuhkan tubuhnya diranjang. Memandangi langit-langit kamar yang sudah dibuat sedemikian rupa agar mirip dengan langit. Kamar Tasya sedikit unik. Dulu untuk pertama kalinya ketika ia ikut kunjungan ke planetarium, ia langsung merengek minta dibuatkan kamar dengan langit-langit yang sama persis dengan apa yang dia lihat diplanetarium.

Jadi sekarang, setiap lampu kamarnya dimatikan, ia bisa menjumpai berbagai benda langit semacam bintang, bulan, dll menyala dilangit-langit kamarnya. Kamarnya terkesan kanak-kanak, tapi ia suka dan merasa tenang dengan itu. Bertambah tua bukan berarti meninggalkan kebiasaan lama, kan?

Anxiety [18+] End.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang