Bagian 33

182 10 0
                                    


Sore tepat pukul jam 5 teman-teman Tasya sudah pulang masing-masing kerumah. Saat itu juga Tasya punya waktu untuk istirahat sebelum berperang dengan tugas-tugas yang dibebankan Nenek Sihir terhadapnya. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul 21.00 ia membuka lemari es, mencari-cari snack yang bisa diajaknya menemani mengerjakan tugas.

Si Nenek Sihir masih saja memberinya tugas yang tak karuan banyaknya. Tasya menatap sedih pada lemari es nya yang hanya berisi air mineral dan susu kotak, "jajan gue pada kemana?" ucapnya bermonolog, bola matanya berputar kearah pintu.

Ia berjalan menuju kamar Donny, "lo ambil snack-snack dikamar gue?" ucapnya tak perduli seberapa banyak  teman-teman Donny yang memadati kamar abangnya tersebut. Donny mengangguk santai. Ia terlalu fokus pada game yang sedang dimainkan sekarang.

"tai!" umpat Tasya lalu melempar bantal ke arah abangnya yang sialan itu.

Tasya kembali ke kamarnya, mengambil kunci mobil dan menyahut jaket abu-abu didekat kursi meja belajarnya. Terlalu malas berbasa-basi dengan Donny, kekesalannya tentang Reynald malam itu masih terus berjalan ia hanya menunggu Donny meminta maaf.

-c-

Tasya memasuki minimarket dekat rumahnya, meskipun dekat ia lebih pilih naik mobil karena pakaiannya yang sekarang ini bisa membuatnya masuk angin. Tasya hanya memakai kaos tipis yang dibalut jaket dengan celana pendek sepaha, bahkan celananya tenggelam oleh jaketnya. Kalau dilihat-lihat malah persis orang sedang tidak pakai celana.

Jajaran rapi snack menghampar didepannya, ia mengambil satu persatu dari snack kentang, snack  singkong, keripik tahu, keripik usus atau apalah itu. Trolinya dipenuhi jajanan. Satu hal yang tidak boleh dilupakan, buah. Meskipun mengkonsumsi snack secara berlebih Tasya juga menyeimbangkan dengan konsumsi buah.

Ia meraih sekotak anggur hijau sambil melihat pada kertas yang bertulis list-list buah yang habis di lemari es nya tadi, belum sampai diambil tangan lain menarik anggur hijaunya, "Sya?" ucap seseorang disampingnya.

Tasya mendongakkan kepala, "Iel? Lo kok?"

"iya, gue disuruh beli snack sama Donny" balas Daniel sebelum Tasya meneruskan bicaranya.

Tasya mangut-mangut mengerti, "buat lo aja" ucap Tasya lalu mendorong trolinya.

Kaki Daniel menghalangi roda troli, "gue mau ngomong"

Tasya menatap malas, "ngomong aja" trolinya didorong kuat lalu melindas kaki Daniel.

Daniel berjalan sejajar disampingnya, "lo liat gue sama Rere tadi?"

"hmm"

"perasaan lo..gimana?" Daniel sedang mengorek informasi, harapannya agar Tasya cemburu. Tapi wajah Tasya tetap biasa-biasa saja, "biasa aja"

"lo beneran gak bisa buka hati buat gue, Sya?" suara Daniel memelan, mungkin ia terlalu takut mengatakan hal semacam ini. Tapi perasaannya butuh kepastian.

Tasya diam.

"apa gak jahat buat lo ngorbanin perasaan gue demi Rere?" tambah Daniel.

Tasya menghela nafas, "lo udah tau jawabannya, Iel. Gausa nanyain sesuatu yang lo udah tau jawabannya. Gausa ngusahain sesuatu yang lo udah tau hasilnya. Cuma bikin cape" balas Tasya pelan. Ia mencoba memberi pengertian agar Daniel berhenti mengharapkannya, "gue bakal ngerasa jahat kalo ngebiarin lo berharap terus, jadi kali ini gue tekanin kalo gue gaada rasa sama lo" tutur Tasya.

"Dan.. gue udah punya pacar" tambah Tasya.

Perubahan ekspresi Daniel yang secara langsung membuat Tasya merasa bersalah, tapi ia yakin kalau yang dilakukan sudah sangat benar. Akan begitu jahat untuknya membiarkan lelaki yang tidak disukai terus-terusan berharap dengannya. Sudah ada contohnya, Reynald si Psiko. Takutnya kalau kelakuan Reynald yang sekarang akan terjadi pada Daniel kedepannya. Lebih baik diakhiri sekarang daripada keadaannya semakin berlarut dan perasaan Daniel semakin membesar terhadapnya.

Anxiety [18+] End.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang