Akhirnya, setelah dua hari mengumpulkan mood yang berceceran, Diandra berangkat ke Solo. Sedikit kecewa karena ia tak mendapati Yudhistira di stasiun. Ia pikir, akan bertemu dengan pria itu lagi. Namun ternyata tidak. Padahal, ia sengaja berangkat di jam yang sama. Juga duduk di tempat yang sama.
Kamera yang menempel di wajahnya itu ia turunkan. Bibir yang dipoles lipstik berwarna nude tersenyum miring kala mengingat sesosok laki-laki bernama Yudhistira. Apa kabarnya ya, kira-kira? Semoga sudah sehat. Diandra merasa tertarik dengan laki-laki itu. Sifat kerja kerasnya, dan tanggung jawabnya. Meskipun baru saja bangun dari pingsan, laki-laki itu tetap mengantar Diandra hingga kos. Diandra yakin, meskipun jika kosnya tidak berhadapan dengan kos Yudhis, laki-laki itu pasti tetap akan mengantarnya. Diandra merasa, Yudhistira begitu menghormatinya meskipun baru pertama kali bertemu.
Diandra memotret kerbau bule yang tengah diberi makan oleh seorang anak kecil. Kerbau ini, adalah hewan yang disakralkan oleh Keraton Kasunanan Surakarta. Disebut kerbau bule karena ia tidak berkulit hitam seperti kerbau pada umumnya. Kulitnya putih, seperti 'bule' yang berarti orang-orang ras kaukasia. Diandra belum pernah melihat kerbau yang seperti ini sebelumnya. Unik. Kerbau ini juga akan diajak berkeliling ketika malam satu suro sebagai salah satu tradisi. Mungkin nanti Diandra akan tradisi tahunan itu.
Gadis dengan kemeja jeans itu berjalan mendekat ke arah sebuah gerobak bertuliskan 'es dawet'. Gerobak inilah yang tadi menjadi objek fotonya. Sebuah gerobak sederhana lengkap dengan sepasang lansia yang selalu menyunggingkan senyum ramah. Ia ingin mencicipi makanan -atau mungkin minuman, Diandra tak tahu- itu sambil meminta izin kepada si pemilik karena ia telah memotret mereka diam-diam tadi.
"Saya beli satu." Ujarnya sambil memamerkan telunjuk. Kedua orang itu tersenyum lebar sambil menyiapkan pesanan sang pembeli dengan sigap.
"Nggih, monggo." Meskipun tidak tahu arti dari kata yang diucapkan penjual, Diandra hanya mengangguk. Lalu kemudian duduk karena bapak penjual memberi gestur menunjuk bangku plastik di dekatnya. Semangkuk es dawet kemudian datang. Rasa segar dan manis menyapa indra pengecap Diandra yang sejak tadi mulai mengering karena terlalu lama berjalan. Apalagi ketika matahari sedang terik seperti ini. Enak sekali. Yudhistira sudah pernah mencoba makanan ini belum ya? Lain kali, ia akan ajak laki-laki itu kesini untuk menikmati es dawet.
***
Azka memacu kendaraannya secepat yang ia bisa ketika membaca pesan dari Ibu Kos Yudhis. Katanya, Yudhistira sudah tidak keluar dari kamarnya sejak 2 hari lalu. Di hari terakhir ia berangkat kerja, Yudhis tidak bekerja sampai sore. Hanya sampai siang. Ibu Kos juga bilang bahwa di hari itu, Yudhis nampaknya tengah tidak dalam keadaan baik. Tentu saja Azka khawatir. Ia bahkan tidak memperdulikan lagi pekerjaannya di kantor. Terlalu takut kalau terjadi sesuatu dengan sang kakak.
"Mas! Mas Yudhis!" Azka mengetuk pintu dengan sedikit keras. Di dalam sana, Yudhis terbangun dari tidur karena suara gaduh di luar. Ia ingin bangun untuk membukakan pintu, namun tulangnya seolah lenyap tak bersisa.
Kini ponselnya berdering. Tapi lagi-lagi, Yudhis tak mampu mengambil. Jadi ia biarkan saja benda itu berbunyi di atas meja kerja. Yudhis kembali memejamkan mata. Hari ini kondisinya semakin memburuk. Pasti Azka akan marah-marah setelah mengetahui keadaannya.
"Mas, ini kunci cadangan." Samar-samar Yudhis mendengar suara Ibu Kos. Kemudian, pintu kamarnya terbuka dengan kasar. Menampilkan Azka dengan wajah khawatir.
Azka menatap kamar Yudhistira yang sedikit berantakan. Sebungkus roti yang tinggal separuh tergeletak di atas lantai. Botol air mineral berada di dekatnya. Obat-obat yang berceceran juga menambah kotor karpet merah yang melapisi kamar mungil itu.
"Mas Yudhis!" laki-laki itu berjalan mendekat.
"Ka, kamu udah pulang kerja? Mas beliin makanan ya?" Azka terenyuh. Disaat seperti ini saja kakaknya masih sempat memikirkan keadaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find
RomanceDiandra pikir, Dad hanya akan pergi sebentar, kemudian kembali dengan membawa banyak hadiah seperti biasa. Namun ternyata, ia tak kembali bahkan setelah delapan tahun berlalu. Membuat gadis itu mencarinya ke Indonesia, dimana Dad berasal. Kemudian m...