Yudhistira tidak tahu, harus menempatkan diri sebagai apa kali ini. Apakah seorang leader dalam konseling kelompok, seorang anak, kekasih, atau calon mantu. Pertemuan ini terlalu tiba-tiba. Hingga rasanya membingungkan untuknya. Yudhis tak menyangka, bahwa dalam perjalanannya kemari, sama saja dengan mengakhiri misi Diandra.
Dalam perjalanan, ia sudah membayangkan bagaimana pertemuan antara Ibu dan Diandra akan berakhir indah. Rancangan-rancangan membahagiakan tentang pernikahan seolah sudah berada di depan matanya. Tentang gaun beludru hitam dengan bordir prada (emas) yang akan mereka kenakan, paes di kening Diandra, dan keris yang akan menjadi aksesoris di belakang tubuhnya.
Namun sekarang, rancangan itu hancur lebur dalam sekejap. Mereka terlalu santai dalam mengerjakan soal. Hingga bel tanda waktu habis berdering, mereka kebingungan sendiri. Yudhis diambang kebingungan. Tak mengerti bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Diandra. Sementara keduanya masih sama eratnya memegang ego. Sejak tadi, ia hanya merapal, beri jalan terbaik, Tuhan.
"Dad harus pulang!" suara Diandra menyadarkan Yudhis bahwa ada situasi yang harus ia lalui malam ini.
"Gak bisa! Dia suami saya, jadi harus tetap di sini." Ibu seolah berubah menjadi orang lain. Ia tidak bersikap ramah lagi kepada gadis kesayangannya. Kini, bahkan membentak Diandra yang sejak tadi berusaha mengubah pendirian Ayahnya.
Diandra abaikan seruan marah wanita setengah baya itu, "delapan tahun aku tunggu Dad. tapi ternyata Dad gak pulang. Jadi aku cari ke sini. Kak Ansel sama Kak Danish bilang buat stop. Tapi aku gak dengar mereka." Diandra memandang Dad dengan kedua mata berkaca. Seolah ingin membuat sebersit iba muncul dari dalam hati pria itu.
"Cause I love you. We need you. Kasihan Mum." Gadis itu terisak kala melanjutkan ucapannya.
"Berapa kali saya harus bilang, Diandra? Orang yang kamu panggil Dad itu, sudah menikah dengan saya. Dia harus tetap di sini!" Yudhis memeluk Ibu yang mulai kehilangan kendali
"Tapi Dad belum bercerai dengan Mum. Mereka masih suami istri. Pernikahan kalian pasti tidak sah!" Diandra berujar tak mau kalah. Ibu bungkam seketika. Pernikahan mereka memang tidak sah secara negara, karena perbedaan keyakinan. Namun apa artinya sebuah pengesahan negara, jika nafsu sudah menguasai. Bahkan, berselingkuh dan menyakiti banyak orang pun rela mereka lakukan.
"Bu," Yudhis yang sejak tadi hanya mematung kali ini mencoba bersuara. "Biarkan Om Wira pergi sama Diandra."
Ibu menatap Yudhis kecewa. Ia tak menyangka, Yudhis tidak membelanya. Seolah putranya itu bersekongkol dengan Diandra untuk memisahkannya dengan Wira. Atau apakah ini tujuan Yudhis? Mendadak berbagai prasangka buruk kepada Yudhis menghujani pikiran.
Yudhis menghela nafas berat, "aku tahu rasanya kehilangan Ayah. Aku gak mau, Diandra merasakan hal yang sama. Tolong, Bu. Jangan ada lagi orang yang hancur karena keegoisan kalian."
Ibu menunduk. Tak tahu lagi harus berkata apa. Hanya ada isakkan yang mampu keluar dari bibirnya. Di satu sisi ia merasa salah, namun di lain sisi, ia merasa mempertahankan Wira merupakan sebuah keharusan.
"Lihat Azka. Kecewanya gak sembuh meskipun sudah bertahun-tahun berlalu." Yudhis peluk erat Ibunya.
"Diandra, dengar," Dad memusatkan atensi pada putri tunggalnya, "Dad akan pulang. Bukan buat Mum. Tapi buat kalian. Kamu, Danish dan Ansel."
Ibu mendongak. Menatap suaminya dengan pandangan terkejut. Om Wira bangkit dari duduk, kemudian berjalan ke arah kamar. Ibu mengikuti dengan teriakan makian. Yudhistira hanya bisa menghela nafas pasrah mendengar keributan yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find
RomanceDiandra pikir, Dad hanya akan pergi sebentar, kemudian kembali dengan membawa banyak hadiah seperti biasa. Namun ternyata, ia tak kembali bahkan setelah delapan tahun berlalu. Membuat gadis itu mencarinya ke Indonesia, dimana Dad berasal. Kemudian m...