Yudhis sebal. Kemarin, ia ditinggalkan Ayah di rumah nenek. Om Jati, adik Ayah terus mengatakan bahwa ia sengaja ditinggal karena Ayah dan Ibu mau pergi jalan-jalan ke Disneyland. Hanya berdua, tanpa Yudhis. Tentu Yudhis kesal dan kecewa. Hingga hanya menangis yang bisa ia lakukan.
Kemudian nenek memperkenalkan seorang teman yang tinggal di sebelah rumah. Anjani namanya. Perlahan, Yudhis melupakan fakta bahwa ia ditinggal sendiri karena terlalu asyik bermain dengan si teman baru. Namun sekarang, Ayah tiba-tiba datang. Memaksa untuk pulang. Bahkan ketika Yudhis mengatakan tidak mau.
Dengan bibir yang tertekuk ke bawah, dan mata yang basah, Yudhis hanya bisa diam di sebelah Ayah. Pria itu tertawa pelan sambil mengusap kepala sang putra dengan tangannya yang besar, "Om Jati bohong."
"Tapi aku belum mau pulang!" ujar Yudhis kesal. Awas saja, nanti aku adukan Ibu.
Suara tangis Yudhis membahana kala memasuki rumah. Ibu buru-buru keluar sambil meletakkan telunjuk di bibir. Wanita itu menyetarakan tingginya dengan Yudhis, kemudian memberi pelukan hangat, lengkap dengan tepukan di punggung.
"Aku belum mau pulang, Bu. Aku masih mau main."
"Besok lagi, ya, mainnya? Sekarang diam dulu." Ibu mengusap air terjun di pipi putranya.
Yudhis yang masih terisak memandang ke bawah ketika menemukan hal janggal di sana, "Ibu..., perutnya hilang."
Wanita cantik itu tertawa geli, "iya, Yudhis udah jadi Mas sekarang."
"Mas Yudhis, lihat siapa ini?" Ayah tiba-tiba muncul dengan seorang bayi di kedua tangannya. Yudhis berjalan mendekat dengan pelan. Penasaran dengan 'boneka kecil' yang serupa dengan milik Anjani.
Ayah duduk di sofa. Membuat Yudhis dengan mudah melihat bayi itu dengan mudah. Ibu menuntun tangan mungilnya untuk menyentuh bayi yang dibedong selimut berwarna biru itu.
"Lucu, ya?" Yudhis melihat bayi itu penuh tanya. Dari mana datangnya?
Seolah tahu kebingungan putranya, Ibu menjelaskan, "Ini adik di perut Ibu. Adiknya Mas Yudhis."
Perlahan senyum Yudhis terlukis. Ternyata ini adik yang ia nantikan selama berbulan-bulan. Adik yang membuatnya dan Ayah berebut untuk mencium perut Ibu. Adik yang membuatnya dan Ayah berebut merasakan tendangannya. Yudhis resmi menjadi seorang kakak di usianya yang keempat.
"Halo, namanya siapa?" Yudhis bertanya seperti yang diajarkan Ibu ketika ia mulai masuk taman kanak-kanak.
"Abimanyu Azka Pramudya." Ayah mewakili untuk menjawab.
"Kok Ayah yang jawab sih?" Yudhis bersungut-sungut. Masih dendam dengan Ayah.
"Adik belum bisa bicara, kan masih kecil." Ibu menengahi. Ayah tertawa.
"Siapa tadi namanya?"
"Azka." Yudhis mengusap pelan kepala adiknya. Seperti yang dicontohkan Anjani kemarin.
"Abimanyu. Dek Abimanyu." Ayah membenarkan. Ayah pikir, Yudhistira dan Abimanyu akan terdengar lebih serupa.
"Azka!" Yudhis kembali bersungut-sungut. Tak mau mengalah. Ayah hanya menatapnya sebal, namun penuh pemakluman.
"Lebih bagus Abimanyu. Abimanyu itu artinya, kesatria yang baik hati, bertanggung jawab dan pemberani. Keren kan?"
"Nyu..., apa nyu..., Azka aja!" Yudhis sebal dengan nama yang dipilih Ayah. Terlalu sulit untuk dilafalkan. Ia lebih memilih 'Azka' sebagai nama panggilan untuk adiknya.
"Oke, oke. Azka aja, ya? Dek Azka?" Ibu kembali menjadi penengah. Yudhis mengangguk pelan sambil memandangi Azka yang mulai bergerak tak nyaman karena perdebatan Ayah dan kakaknya. Ayah hanya bisa pasrah dan mengalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find
RomanceDiandra pikir, Dad hanya akan pergi sebentar, kemudian kembali dengan membawa banyak hadiah seperti biasa. Namun ternyata, ia tak kembali bahkan setelah delapan tahun berlalu. Membuat gadis itu mencarinya ke Indonesia, dimana Dad berasal. Kemudian m...