36

146 19 24
                                    

 Hamparan sawah dengan model terasering yang membentang itu sangat indah. Dibingkai jendela mobil, terlihat seperti sebuah lukisan. Membuat gadis yang duduk di bangku bagian tengah itu terpana. Dengan raut terkagum, enggan melewatkan sedetikpun pemandangan di sepanjang jalan yang mereka lewati.

Lain dengan Diandra, Yudhis hanya diam saja. Pandangannya kosong, seolah hamparan padi yang masih hijau itu tak menarik perhatiannya sama sekali. Masih asyik dengan pikirannya sendiri. Yudhis masih tak mengerti apakah langkah yang ia buat benar atau salah. Namun berulang kali ia kuatkan hatinya, bahwa ada rumah yang menunggunya pulang. Tak akan ia biarkan Diandra menunggunya dalam ketidakjelasan lagi.

Sedikit banyak, yang membuat keyakinannya sedikit goyah adalah Azka. Tentang opininya malam itu, juga dengan fakta bahwa mereka sudah lama tidak bertemu. Apakah ketika ia menemukan Diandra sebagai tempatnya pulang, harus ada Azka yang harus ia lepaskan?

"Mas Yudhis?"

"Kenapa, Ka?"

Yudhis menoleh cepat. Namun yang ia dapati bukanlah sang adik. Melainkan kinasihnya. Dengan wajah cemberut menatap kecewa.

"Aku ngomong gak didengerin," Diandra memprotes, "and, I'm not Azka."

Yudhis mengusap wajahnya sambil tertawa kecil. Menyingkirkan 'wajah galau' yang ia tampilkan ketika mengingat Azka, "lagian, kenapa panggil Mas? Spontan, aku pikir Azka."

"Katanya, panggilan 'Mas' itu bukan cuma buat adik ke kakaknya. Tapi juga istri ke suaminya." Diandra tersenyum jahil bak anak kecil. Membuat Yudhis seketika merasa salah tingkah.

Pria itu membenarkan kacamatanya yang melorot. Kemudian menjawab seolah itu bukanlah hal besar, "iya, benar."

Diandra menoleh ke samping. Dimana penumpang travel yang lain sedang tidur. Kemudian kembali mendekat ke arah Yudhis sambil berbisik, "take me to be your Drupadi."

Dengan sebelah tangannya, Yudhis merangkul Diandra. Memeluk gadis itu ringan, dan meninggalkan hangat dari kecupan di kepala, "aku gak mau jadi Yudhistiranya Drupadi."

Diandra yang tadinya memeluk kekasihnya dari samping, kini menegakkan tubuh. Apa maksud dari kalimat Yudhis? Bukankah kini mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah orang tua Yudhis? Tentu tujuannya adalah merencanakan pernikahan, kan?

Melihat wajah kebingungan Diandra, Yudhis tertawa kecil, kemudian menjelaskan dengan lembut, "Drupadi itu..., bukan satu-satunya buat Yudhistira. Ada perempuan lain, namanya Dewika. Sedangkan buat aku, kamu satu-satunya, Diandra."

Diandra mendesah lega. Kemudian kembali memeluk kekasihnya erat. Dengan senyum lebar di wajah, seperti saat ia memenangkan kontes fotografi. Sedangkan Yudhistira dengan penuh kasih memeluk gadisnya. Merasa begitu tentram, seolah telah menemukan apa yang ia cari selama ini. Sebuah tempat ternyaman, dimana ia bisa bercerita tentang apa yang terjadi dengannya hari ini. Seseorang yang mau mendengarkan, termasuk keluh kesahnya setiap hari. Seseorang yang ia merasa nyaman untuk menunjukkan sisi rapuhnya kapanpun ia mau.

"Aku mau tunjukkan sesuatu." Dengan tepukan pelan di punggung Diandra, Yudhis memberi gestur untuk menyudahi pelukan mereka. Kemudian ia mengambil dompet di saku belakang. Menunjukkan kepada sang kinasih, tentang foto Ayah dan Ibu.

Dengan penuh penasaran, Diandra mengamati foto itu. Sepasang laki-laki dan perempuan dengan baju dan dandanan yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Terlihat unik, membuatnya ingin melihat secara langsung.

"Ini Ayah sama Ibu." Yudhis menunjuk orang tuanya secara bergantian. Seperti ketika menjelaskan cara mengisi tes kepada anak kecil. "On their wedding day."

FindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang