24

147 22 21
                                    

"I miss my family," ujar Diandra sambil memandang kosong ke arah sebuah keluarga kecil yang tengah bermain di bibir pantai. Seorang anak laki-laki yang mungkin umurnya kurang dari tiga tahun, tengah belajar berjalan. Kedua orang tuanya menunggu sambil merentangkan tangan. Kemudian langsung memeluk putranya kala ia berhasil berjalan sepuluh langkah untuk mendatangi mereka.

Gadis itu menoleh ke arah Yudhis dengan wajah sendu. Senyum tipis terlukis di wajah Yudhis. Pria itu membenarkan posisinya untuk menghadap ke arah diandra. Kemudian menyelipkan anak-anak rambut yang bermain-main di wajah gadis itu ke belakang telinganya.

"Tapi, keluargaku sudah bukan 'keluarga' lagi sejak Dad pergi. Rasanya aneh, ada yang kurang. Makanya aku ingin bawa Dad pulang." Yudhis bisa melihat kilat di kedua netra gadis itu. Opia, membuatnya tahu bahwa Diandra sama sepertinya. Yang selalu menjadikan topik tentang Ayah menjadi sesuatu yang menyedihkan.

"I get it, Diandra. Sejak Ayah meninggal..., rumah memang benar-benar sepi. Rasanya aneh, saya juga merasakan itu."

"Aku benar-benar ingin ketemu sama Dad. Banyak hal yang udah Dad lewatkan. Dad harus tahu, kalau sekarang aku udah jadi fotografer seperti dia." Tangan Yudhis lagi-lagi bergerak mengikuti hati. Ia merangkul bahu gadis itu, kemudian menariknya ke dalam pelukan. Tak peduli kalau mereka tak lebih dari sekedar teman. Namun sepertinya gadis dalam pelukannya itu juga tak mempedulikan hal yang sama. Ia tak menolak. Bahkan, terkesan mencari kenyamanan di sana.

"Jadi, Ayahmu fotografer juga, ya?"

Diandra mengangguk, "aku bukan yang paling pintar di kelas. Beda sama Kak Ansel yang selalu dapat nilai sempurna. Makanya, aku cari hal lain yang mungkin bisa aku lakukan dengan baik."

Keduanya diam sebentar kala angin membelai wajah. Menebarkan aroma laut yang khas. Hari sudah petang. Pengunjung pantai yang lain segera beranjak dari bibir pantai. Mengantri, memenuhi kamar mandi umum untuk membersihkan diri dan berganti baju. Sebagian lagi, mulai beranjak pulang. Menyudahi acara liburan di hari Minggu yang cerah ini. Untuk kemudian mempersiapkan diri menghadapi hari Senin yang datang esok hari.

Namun kedua orang itu sama sekali tak terusik. Diandra dan Yudhistira masih tak beranjak sedikitpun. Duduk beralaskan pasir pantai putih sambil menghadap ke arah laut yang surut. Seolah ingin memaksimalkan waktu yang mereka punya untuk bertemu. Sebelum hari ini habis, dan mereka harus pulang. Waktu yang mereka habiskan sejak pagi, seolah masih kurang.

"Awalnya, cuma ikut Dad. Trus, Dad ajari aku pakai kamera. Setelah itu, aku merasa keren banget karena bisa mengabadikan momen." Diandra menatap Yudhis. Kali ini matanya juga berkilat, namun dengan binar semangat. Seperti biasanya. Membuat Yudhis mendesah lega. Baginya Diandra identik dengan keceriaan. Bukan getir penuh kesedihan. Kemudian ia melanjutkan, "momen itu..., cuma datang satu kali. Meskipun kita datang ke tempat yang sama, di jam yang sama, dan orang yang sama, pasti momennya berbeda."

Yudhis melihat ke arah langit yang mulai gelap. Seolah sedang berpikir, "kalau yang kita lakukan sekarang, apa termasuk momen juga?"

Diandra mengangguk yakin, "obviously. Siapa yang jamin, kalau kamu gak sibuk dan menghilang lagi seperti kemarin?"

"Memangnya kenapa, kalau saya hilang?" Yudhis berujar lembut sambil menatap gadis itu. Dalam jarak sedekat ini, Diandra sungguh ingin mencium pipi Yudhis. Namun buru-buru ia urungkan kala ingat kalau ia ditolak.

"Aku sedih." Gadis cantik itu berujar percaya diri. Membuat lawan bicaranya terkikik geli. Diandra menatap Yudhis serius, "tapi aku akan cari. Sampai dapat. Seperti aku mencari Dad."

"Hubungan kamu dengan Dad sepertinya dekat banget."

"Benar. Kita berdua sering photo hunting, lihat pameran, ikut komunitas, aku juga sering ikut Dad jadi mentor di kelas fotografi." Diandra menjelaskan dengan semangat. Kemudian menoleh ke arah pria yang menemaninya jalan-jalan hari ini, "kalau kamu, Yudhis?"

FindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang