6

183 23 6
                                    

"Ann! Go home now! How dare you, Ann!" Teriakan Mom membuat kedua mata Diandra langsung terbuka penuh. Ya Tuhan, apa tidak ada waktu lain? Diandra bahkan belum sepenuhnya bangun. Nyawanya belum terkumpul dengan sempurna. Ponsel gadis itu berdering dan ia pikir itu adalah alarm. Namun kemudian, suara teriakan Mom membuat pagi Diandra langsung berantakan.

"Calm down, Mum. I will be back, tomorrow," Diandra terduduk dengan malas di atas tempat tidur yang berantakan.

"Kamu dibawa kabur sama Dad, ya? Mom akan lapor polisi, biar mereka bawa kamu kembali ke Inggris!"

"No, Mom. Aku bahkan belum ketemu sama Dad."

"Pulang, Ann!" suara tangisan terdengar setelah teriakan terakhir. Suara tangisan itu semakin mengecil. Pertanda kalau Mom menjauh dari ponsel.

"Diandra? Sorry, kakak gak tau. I just left her for a moment-"

"Kak Dipta?"

"Ya?"

"Is she getting worse?"

Keheningan menyelimuti selama beberapa saat. Diandra menatap cahaya matahari yang menelusup dari balik ventilasi di atas jendela. Seolah ingin tahu apa yang terjadi padanya di pagi yang cerah ini. Sinar matahari itu jatuh tepat di wajah gadis pemilik kamar. Membuat mata beriris coklat yang semakin lama semakin berair makin nampak berkilat.

"Uh.. hmm.. she's just.. she's just missing you. Mom thinks that Dad take you from her."

"Kak, I didn't find him yet."

"It's okay. Enjoy your time there. Oh, no. Mom! Ann, I will call you again later." Setetes air mata Diandra jatuh tepat ketika sambungan telepon terputus. Entah apa yang terjadi pada Mom disana. Ini benar-benar menyiksa. Diandra khawatir. Tapi tak ingin pulang dengan tangan kosong.

Diandra sudah mencoba menyebarkan poster soal Dad di internet. Juga sudah mencoba mencari sosial media Dad. Bahkan ia bergabung dengan komunitas orang hilang.

Namun semua itu belum membuahkan hasil. Posternya di instagram hanya dipenuhi komentar dari orang-orang yang bersimpati. Tak ada sedikitpun informasi yang ia dapat dari orang-orang itu. Mungkin salahnya juga. Foto yang ia gunakan pada poster itu adalah foto yang diambil sekitar sepuluh tahun lalu. Tentu sudah banyak perubahan pada wajah Dad. Mau bagaimana lagi, Dad paling anti difoto. Ia lebih suka berada di belakang kamera.

Thread yang ia buat di twitter juga tidak menjadi viral. Diandra sedikit menyesal, kenapa ia tidak jadi selebtwit saja? Mungkin ini semua bisa jadi lebih mudah. Komunitas orang hilang yang ia ikuti, belum banyak membantu. Mereka menyarankan untuk melakukan hal yang Diandra sudah lakukan. Sebagian besar dari mereka juga belum menemukan kerabat yang mereka cari. Namun setidaknya, dari mereka Diandra tahu apa arti pantang menyerah.

"Dad! Mau kemana?" gadis remaja berusia lima belas tahun itu baru saja keluar dari dalam bus yang mengantarnya pulang dari sekolah. Sejak seratus meter sebelum bus yang ia tumpangi berhenti di halte, Diandra sudah melihat Dad dengan koper besar miliknya. Berdiri di halte seolah memang tengah menanti bus.

"Diandra, Dad pergi dulu. Jadi anak baik, ya?" kemudian kecupan singkat mendarat di pipi kanan dan dahinya. Dad nampak buru-buru. Diandra bahkan belum sempat menjawab apapun. Namun ia telah menarik kopernya ke dalam bus. Mungkin Dad mau pergi keluar kota untuk menyelesaikan beberapa urusan seperti biasa. Dalam beberapa hari pasti akan pulang dengan membawa banyak souvenirs.

Gadis itu melambaikan tangan dengan senyum lebar. Dari kaca jendela bus yang semakin menjauh, ia bisa melihat Dad juga membalas lambaian tangannya. Bus berwarna merah itu semakin mengecil. Semakin menjauh dan memperlebar jarak antara dia dengan Dad. Senyum di wajah gadis itu hilang dalam sekejap. Kemudian, ia berbalik dan berjalan kembali ke rumah.

FindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang