13

139 22 5
                                    


Yudhis memelankan laju kendaraannya ketika melihat Diandra dari kejauhan. Gadis itu tengah berjalan ke arah jalan besar. Sendirian, tanpa siapapun bersamanya.

"Diandra?"

Panggilan dari Yudhis membuat Diandra sontak menghentikan langkah. Gadis itu menunduk. Menghindari tatapan Yudhistira. Terpikirkan bagaimana malunya ia karena dua kali mendapat penolakan dari Yudhis. Gadis itu mencengkram sling bagnya erat. 

"Mau kemana?" tanya laki-laki itu.

"Gejayan," jawab Diandra singkat. Yudhis tiba-tiba teringat. Beberapa hari yang lalu, gadis di depannya ini menanyakan dimana tempat bernama Gejayan. Juga bagaimana caranya kesana. Namun Yudhis terlewat untuk menjawab. Ia hanya menjawab pesan terbaru saja.

"Naik apa?" tanya Yudhis lagi. Bisa Yudhis lihat bahwa gadis itu hanya menggeleng, pertanda tak tahu. Diandra tidak berbohong. Yang terpikir oleh otaknya sekarang hanyalah bertanya kepada pramugari bus kota, apakah mereka bisa mengantarnya ke Gejayan atau tidak.

"Ayo saya antar." Lagi-lagi Diandra menggeleng.

"Gak apa-apa," paksa Yudhis.

"No, thanks." Gadis itu sambil mulai berjalan lagi. Ingin segera meninggalkan Yudhis.

"Diandra, penampilanmu mengundang orang iseng," ujar Yudhis sambil mengeraskan suaranya. Perempuan berambut ikal kecoklatan itu berhenti melangkah. Kemudian berbalik.

"Banyak orang yang suka nipu dan manfaatin bule kaya kamu," lanjut Yudhis. Laki-laki itu hanya khawatir terhadap Diandra. Dia tidak berbohong. Seringkali, ada beberapa orang yang iseng dengan turis mancanegara macam Diandra ini.

"Saya antar kamu ke Gejayan. Naik!" Yudhis tersenyum ketika Diandra berjalan ke arahnya. Kemudian memposisikan diri di jok belakang motor. Meskipun dengan ragu-ragu.

Deru motor Yudhis kembali beradu di jalanan ketika motor itu sudah berhasil keluar dari jalan kompleks yang sepi. Jalan besar itu ramai. Tak heran, karena ini jam pulang kantor. Apalagi mereka juga tinggal di sekitar Universitas. Tentu jam ini sedang macet-macetnya. Kolaborasi dari mahasiswa yang ingin pulang dan karyawan yang ingin segera rebahan. 

Laki-laki itu melirik penumpang di belakangnya melalui kaca spion. Diandra nampak mengamati jalanan dengan wajah datar. Sedari tadi, percakapan mereka hanya berlangsung satu arah. Hanya Yudhis yang berbicara. Sedangkan Diandra tak menjawab apapun. Hanya ada gelengan. Membuat Yudhis merasa aneh.

"Diandra?" gadis itu menoleh ke arahnya. Kemudian Yudhis melanjutkan, "Saya minta maaf menolak ajakanmu terus. Saya benar-benar sakit kemarin."

"Tapi aku lihat kamu gak sakit. Kamu bohong ya? Kalau kamu gak mau, gak apa. Katakan saja." Gadis itu menunduk sedih. Membuat Yudhis menghela nafas karena merasa bersalah.

"Kalau saya gak jemur baju, saya gak punya baju untuk ganti kan? Gak mungkin dong, saya gak pakai baju?" gadis itu menoleh ke arahnya. Membuat Yudhis tertawa kecil. Tanpa laki-laki berkacamata itu sangka, Diandra juga ikut tertawa kecil.

"Yahh, namanya juga anak kos. Sakit gak sakit, semuanya harus tetap jalan seperti gak ada apa-apa," tambah Yudhis lagi.

"Aku gak ngerti," balas Diandra dengan kernyitan di dahinya. Ia memang fasih berbahasa Indonesia. Namun terkadang ia tidak paham jika kalimat yang dikeluarkan lawan bicaranya dipenuhi slang atau sangat tidak baku.

"Maksud saya, karena saya anak kos, meskipun sakit harus tetap beraktivitas seperti biasa." Yudhis kembali melirik Diandra dari spion. Gadis itu mengangguk-angguk.

FindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang