30

162 26 15
                                    

"Hello, lil sister! Long time no see," Danish berseru riang. Diandra tertawa ringan. Baru kali ini ia bisa video call lagi dengan keluarganya di Inggris. Kali ini, keluarganya dalam formasi lengkap. Kedua kakaknya yang sibuk sedang ada di rumah. Mum juga duduk di tengah-tengah mereka berdua.

"Miss you." Setetes air mata Diandra meleleh. Kecanggihan teknologi memang membuatnya bisa melihat wajah mereka. Namun, ia masih belum merasa puas kalau belum memeluk secara langsung.

"We miss you too," Ansel membalas. Bibirnya tersenyum tipis.

"Ann lama gak video call, I'm sure, she met a man." Danish, kakak pertamanya berujar menggoda. Mengalihkan suasana sedih menjadi ceria lagi. Diandra tertawa kecil. Kemudian menghapus air mata di pipi.

"Ya! Tell me, who's he!" Ansel berujar sama semangatnya. Menagih Diandra untuk bercerita. Yang tak disadari mereka bertiga, senyum di wajah Mum telah hilang. Berganti dengan raut wajah keras dan tak suka.

"His name is..., Yudhistira. He's such a good boy, and we are officially a couple." Kedua kakaknya bersorak. Mum hanya menatap wajah putrinya melalui layar dengan wajah datar. Seolah tak terpengaruh dengan sorakan Ansel dan Danish.

"He have to meet us!" Danish berujar sok serius. Diandra mengangguk. Sudah pasti ia akan kenalkan Yudhistira pada keluarganya. Mereka hanya perlu mencari waktu yang tepat untuk terbang ke Inggris.

"Ann!" Kedua kakaknya berhenti ribut. Senyuman mendadak hilang di wajah mereka. Diandra pun sama. Mum memanggilnya dengan tegas.

"Remember when Mum said, no Indonesian boy?"

Gadis itu menggigit bibir, kemudian mengangguk pelan. Sebenarnya ia tidak menganggap peringatan Mum itu sebagai sesuatu yang serius. Ia hanya mengira bahwa itu hanyalah angan-angan Mum. Seperti layaknya ketika ia mengira Diandra dibawa kabur oleh Dad.

"But, he's a good boy, Mum. Why?"

"Please no, Ann!" Mum hanya mengatakan kalimat singkat itu. Tanpa alasan lebih lanjut. Kemudian bangkit dan meninggalkan kedua anak laki-lakinya. Ansel dan Danish memandang Mum bingung. Kemudian setelah beberapa saat, Ansel memutuskan untuk menyusul Mum.

"It's okay, don't worry." Danish berujar menenangkan. Kedua matanya yang berwarna biru memandang adiknya dengan tatapan teduh.

"It's the second time Mum said the same thing. I've talked about Yudhistira to Mum, and she said 'no Indonesian boy, Ann' without a reason."

"Maybe, it's just because Mum is worrying about you." Danish tersenyum. Seolah bukanlah sebuah masalah. Meskipun ia bertanya-tanya juga.

"Ann, how about..., Dad?" Danish mengalihkan topik.

"Dad," Diandra terdiam selama beberapa saat. Ia selalu sedih ketika membicarakan sosok pria yang sudah satu setengah tahun ia cari di Indonesia, "I still can't find him."

"It's okay, kamu bisa pulang meskipun belum ketemu sama Dad. Atau, kamu bisa pulang sebentar, kemudian balik ke Indonesia untuk cari Dad lagi. We miss you, Ann."

"Ya, I will back home," gadis itu mengangguk. Ia benar-benar merindukan keluarganya. Pulang sebentar tentu tak jadi masalah.

"Ann... I'm sorry, but I think, I have to say this." Pria itu terdiam selama beberapa saat. Berpikir. Semoga ia tak salah ucap sehingga bisa melukai hati adiknya. Namun, Danish rasa ini adalah suatu hal yang penting, "Stop looking for him. Let him go."

FindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang