"Mum, I met a boy. Dia... hmm... ganteng, baik, I think I have a crush on him."
Diandra bercerita dengan senyum malu-malu dan binar di kedua netra. Sejak dulu, ia selalu menjadi gadis kecil Mum yang selalu mengadukan apapun kepadanya. Termasuk masalah cinta. Mum tau siapa saja laki-laki yang pernah dekat dengan putri satu-satunya itu. Apa yang mereka lakukan di kencan pertama juga diceritakan oleh Diandra. Termasuk alasan mereka putus.
Diandra menatap Mum yang berada di layar laptop dengan wajah tersipu. Selain tengah berbunga-bunga karena jatuh cinta, ia juga senang karena Mum akhirnya keluar dari asylum. Itu artinya, Mum sudah lebih baik.
Namun senyum gadis itu ikut luntur kala senyum Mum juga hilang dari wajahnya. Kedua mata Mum membulat. Wajah yang mulai digurat kerutan usia itu mendekat ke arah layar laptop. Kemudian berseru, "no, Ann! Please, no Indonesian boy."
"Why?"
"No, Mum says no, it means no. Come back home now!"
Diandra baru akan membantah lagi kala sambungan video call terputus. Mum mematikan sambungan. Tanpa alasan. Hanya mengatakan kalau Diandra tak bisa melanjutkan cintanya kepada Yudhis. Tak mungkin Mum rasis kan? Pasti ada alasan yang lain.
Gadis dengan rambut terurai dan piyama itu menatap nanar layar laptop. Layar tipis itu kini sudah tidak menampilkan wajah Mum lagi. Padahal ia masih sangat merindukan wanita setengah baya itu. Diandra cukup terkejut dengan reaksi Mum. Sebelumnya, ia tak pernah seperti ini.
Gadis itu mendadak ragu. Ia percaya, Mum pasti akan selalu memberikan yang terbaik. Sejak dulu, ia selalu ragu jika Mum sudah mengatakan 'tidak'. Ketika ia masih remaja tanggung, beberapa kali membantah dan melawan. Semua itu selalu memiliki akhir yang sama. Buruk. Mum selalu benar.
Maka, ketika Mum mengatakan 'tidak' kali ini. Keraguan mendadak muncul ke permukaan. Berperang dengan egonya yang menginginkan Yudhis. Beradu dengan rasa cintanya dengan Yudhis yang semakin hari tumbuh semakin besar. Seolah tak bisa dihentikan.
Ingin Diandra menjelaskan kepada Mum mengapa ia begitu tertarik dengan pria itu. Tentang suaranya yang lembut, tentang senyum yang tak pernah hilang dari wajah, tanggung jawabnya, pekerja kerasnya. Semua hal dalam Yudhis seolah tak ada cela. Namun apa daya. Layar laptop kini bahkan telah menggelap karena terus dianggurkan. Sambungan video call sudah terputus. Juga, Mum yang seolah tak mau dibantah.
Mungkin Diandra akan jelaskan lain kali. Gadis itu begitu yakin bahwa Yudhis bukan pria yang buruk. Dia tak sembarangan menjatuhkan hatinya. Mum harus tahu itu. Semoga setelah itu Mum bisa memberikan restu. Sehingga tak ada keraguan lagi di hatinya.
"Yudhis, I'm stuck with you."
***
Gadis itu menekan tombol shutter. Kali ini, laki-laki berkacamata yang menemaninya menjelajahi taman sari menjadi objek. Senyuman Yudhis ia abadikan dalam memori kamera berwarna hitam itu. Ada banyak foto Yudhis yang sudah terperangkap dalam kameranya. Dari ekspresinya yang tengah mengamati arsitektur bangunan tua yang mereka kunjungi, Yudhis yang tengah membersihkan lensa kacamata hingga Yudhis yang tengah menyapa anak kecil yang lewat di dekat mereka.
"Kamu ambil foto saya, ya?"
Laki-laki itu berlari kecil. Mendekat ke arah Diandra yang berdiri di undakan tangga. Diandra tersenyum lebar sambil mengambil gambar Yudhis lagi. Wajah tampan itu berhasil ia abadikan untuk kesekian kali.
"Daripada ambil foto saya, mending ambil gambar tempat ini aja."
"Okay, okay," ujar Diandra sambil mengarahkan kameranya ke arah kolam yang bernama Pasiraman Umbul Binangun. Yudhistira memperhatikan gadis yang tengah asyik dengan dunianya. Diandra nampak senang sekali. Gadis pemilik rambut ikal kecoklatan itu begitu menikmati perjalanan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find
RomanceDiandra pikir, Dad hanya akan pergi sebentar, kemudian kembali dengan membawa banyak hadiah seperti biasa. Namun ternyata, ia tak kembali bahkan setelah delapan tahun berlalu. Membuat gadis itu mencarinya ke Indonesia, dimana Dad berasal. Kemudian m...