Yudhis masih berbicara dengan klien kala ponselnya berdering nyaring. Dengan gerakan cepat, ia menolak panggilan itu. Namun seolah hal yang penting, ponselnya kembali berbunyi. Membuat fokusnya dengan sang klien sempat terdistraksi. Yudhis meminta maaf. Kemudian mengubah ponselnya menjadi mode silent. Sekilas ia melihat bahwa yang menghubunginya adalah Diandra. Namun atas dasar profesionalisme, ia harus abaikan sang kekasih untuk kali ini.
Dengan haptics pada bahu si klien, Yudhis akhirnya mengakhiri sesi konseling. Baru setelah kliennya keluar, buru-buru Yudhis menghubungi Diandra. Bersiap menyampaikan maaf karena menolak panggilannya.
"Dad ketemu!" kalimat pendek itu langsung menyapa indera pendengarannya. Diucapkan dengan riang dan penuh keharuan. Gadis di seberang sana pasti tengah bahagia sekali. Lain dengan Yudhis yang merasa jantungnya jatuh ke perut. Pria itu tertegun sejenak.
Yudhis menelan ludah kasar, "Syukur. Terimakasih, Tuhan!"
"Aku mau ketemu Dad sore ini."
Yudhis yang tadinya bersandar pada punggung kursi mendadak menegakkan tubuh. Diandra begitu bersemangat. Ia bisa pahami itu. Setelah sekian lama akhirnya ia dapatkan apa yang dicari.
"Gimana kalau ketemu Dad nanti malam? Setelah aku pulang kerja. Kita berdua ketemu sama Dad." Yudhis mencoba memberi saran. Meskipun sudah satu setengah tahun tinggal di Jogja, ia tetap merasa tidak tega membiarkan Diandra berjalan sendiri.
"Gak mau. Aku mau ketemu Dad. Sekarang!" Yudhis melirik jam tangan Ayah yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah jam empat lebih. Bisa jadi, Diandra sudah bersiap untuk pergi.
"Diandra, dengar-"
"I will talk to you again later. Bye!" tukas Diandra. Sambungan telepon mati seketika. Bahkan ia tak memberi kesempatan bagi Yudhis untuk kembali berbicara.
Pria itu hanya bisa menghela nafas pasrah. Risiko menjadi pacar Diandra. Harus banyak-banyak sabar. Karena gadis itu tak akan berhenti sebelum mendapatkan apa yang ia mau. Ambisiusnya seolah sudah mendarah daging.
Yudhis menghela nafas. Akhirnya tiba hari dimana Diandra bertemu dengan Ayahnya. Lalu apa? Bahkan hingga kini, mereka belum bisa menjawab soal yang satu itu. Keduanya malah terlalu asyik menikmati kebersamaan, hingga lupa kalau ada pertanyaan yang harus dijawab.
Hingga waktu untuk menjawab soal habis. Keduanya hanya bisa kebingungan. Masih terlalu erat memegang ego masing-masing. Merasa sama-sama penting. Sama-sama merasa alasannya yang paling kuat.
Yudhis melamun. Mencoba mencari solusi untuk permasalahan ini. Apakah Inggris memang dermaga yang mereka cari?
"Permisi, Pak Yudhistira." Yudhis terlonjak karena ditarik paksa dari lamunan. Seorang perawat dengan map masuk ke dalam ruangannya setelah mengetuk pintu. Diikuti seorang wanita berumur tiga puluhan yang mengekor di belakang. Klien baru sudah datang.
***
Azka memusatkan pandangannya di tengah remang-remang lampu Alun-alun Kidul. Seorang gadis yang tengah duduk sambil menelungkupkan wajahnya dalam lipatan tangan menarik atensi. Baju dan ransel yang ia kenakan terasa tidak asing.
Motornya berhenti. Untuk beberapa saat, Azka perhatikan gadis itu. Hingga ia mengangkat wajah, Azka bisa tahu bahwa dugaannya tak salah. Pria itu mendesah, mau tak mau harus berurusan dengan Diandra kali ini. Karena kalau sampai Yudhis tahu Azka tak membawa gadisnya pulang, kakaknya pasti akan marah.
"Ngapain di sini?" Azka berjalan mendekat. Kemudian duduk tepat di sampingnya. Sedikit terkejut karena wajah kekasih kakaknya itu sembab dan basah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find
RomanceDiandra pikir, Dad hanya akan pergi sebentar, kemudian kembali dengan membawa banyak hadiah seperti biasa. Namun ternyata, ia tak kembali bahkan setelah delapan tahun berlalu. Membuat gadis itu mencarinya ke Indonesia, dimana Dad berasal. Kemudian m...