12

158 25 13
                                    

Yudhis pikir, ketika memaksakan tubuhnya untuk beraktivitas, ia akan menjadi lebih bertenaga. Namun nyatanya salah. Kini pandangannya malah berkunang. Suhu tubuhnya meninggi. Demam menjengkelkan itu datang lagi.

Sistem imunnya memang kacau. Makanya kekebalan tubuhnya buruk. Virus sedikit saja bisa membuatnya sakit. Yudhis disarankan untuk selalu mengenakan masker ketika pergi. Namun, terkadang ia malas. Bisa jadi, ini efek karena sudah beberapa hari belakangan ia melanggar saran dokter untuk mengenakan masker.

Bukan hanya itu. Yudhis juga harus selalu menjaga kebersihan. Dengan mencuci tangan misalnya. Namun bertemu banyak orang setiap hari tentu juga menjadi salah satu kendala.

Laki-laki itu melirik jam dinding. Jam satu siang. Sedari tadi ia menghabiskan waktu dengan membaca buku. Ia takut, kalau tertidur di waktu yang belum terlalu siang, akan menimbulkan kecurigaan dari Azka.

Dengan Azka yang tinggal bersamanya, berarti Yudhis harus lebih berhati-hati dalam bersikap. Anak sulung itu tak mau, adiknya khawatir dan terus memikirkan dirinya. Azka masih sangat muda, punya masa depan cerah, tak seharusnya dibebani dengan hal berat. Yudhis lebih suka menyimpan semua kesakitannya sendiri.

Yudhis melepas kacamata. Buku yang sudah ia baca setengah itu diberi pembatas, kemudian diletakan pada tumpukkan buku. Buku yang barusan ia baca adalah buku yang ia beli di toko buku bersama Diandra waktu itu. Ia jadi ingat dengan tatapan kesal Diandra tadi pagi. Soal gadis itu, ia tak mengerti. Hari ini, bertambah lagi tatapan matanya yang tak dapat Yudhis pahami. 

Tubuh itu rebah di atas kasur. Punggungnya yang mulai pegal karena telah duduk beberapa jam untuk membaca buku akhirnya menemukan sedikit kenyamanan. Kedua mata itu tertutup. Perlahan tenggelam dalam lelap.

Namun diantara tidurnya yang tidak tenang dan kesadarannya yang timbul tenggelam, bayangan wajah Diandra terus melintas. Apa gadis itu marah? Ya Tuhan, belum ada dua puluh empat jam, Yudhis sudah membuat marah dua orang gadis. Yudhis nampak seperti laki-laki brengsek.

Sungguh, Yudhis tak berniat menolak ajakan gadis itu. Tapi memang waktu yang belum mengizinkan mereka untuk bertemu. Lagipula, Yudhis juga ingin membalas kebaikan Diandra.

Atau mungkin, Diandra mengira bahwa ia bohong? Yudhis bilang sedang sakit. Mungkin gadis cantik itu mengira ia benar-benar sakit hingga tak bisa bangun dari tempat tidur sehingga menolak ajakannya. Namun ketika melihatnya menjemur pakaian di rooftop, ia menganggap Yudhis bohong?

Keringat dingin membasahi pria itu. Ia menghela nafas berat. Tubuhnya benar-benar terasa tidak enak. Yudhis juga bisa merasakan kalau tubuhnya mulai menggigil. Yang juga berarti suhunya meningkat. Mekanisme tubuhnya untuk melawan bakteri dan virus yang masuk ke dalam tubuh. Yudhis tentu paham itu dengan jelas.

"Diandra?"

Azka yang sedang berselancar di dunia maya menoleh. Diandra? Siapa itu? nama itu terdengar asing. Ia mengernyit. Sejak kapan, Yudhis dekat dengan seorang gadis? Kalau iya, ini kemajuan.

Setahu Azka, Yudhis belum dekat dengan gadis manapun lagi semenjak patah hati terhebatnya empat tahun lalu, setelah ia diwisuda S1. Pacarnya, pergi ke luar kota untuk melanjutkan studi dan memutuskannya karena tidak mau menjalani hubungan jarak jauh. Namun belum lama, mantan Yudhis itu sudah menggandeng laki-laki lain. Membuat Yudhis merasa dikhianati.

Azka berjalan mendekat ke arah Yudhis. Melihat kakaknya bermandikan keringat, Azka pikir Yudhis kegerahan. Memang tidak banyak ventilasi di kamar ini. Hanya ada sebuah jendela kecil. Azka berinisiatif membuka pintu. Membiarkan angin lebih leluasa masuk agar Yudhis lebih nyaman tidur.

"Wih, Azka!"

Laki-laki itu mendapati Banyu yang melintas di depan kamarnya ketika membuka pintu. Teman satu regu ketika masa orientasi yang terkenal suka menjadi badut penghibur itu menyapanya dengan ceria. Azka menyandarkan tubuh pada bingkai pintu. Kemudian membuka percakapan dengan sang teman lama.

FindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang