25

147 24 12
                                    

Diandra menurunkan kamera dari wajah. Sejak tadi, fokusnya hilang. Tak ia temukan, meskipun sudah berusaha. Layar kameranya menampilkan gambar yang blur. Entah teknik apa itu. Seluruh pikirannya disita oleh Yudhis. Namun rasanya tak ada yang bisa ia lakukan. Seolah ada sesuatu yang menghalanginya bahkan hanya untuk sekedar mengirimkan pesan kepada pria itu.

Kehilangan satu orang yang berarti saja sudah membuatnya sedih tak karuan. Apa yang akan terjadi jika ia kehilangan dua sekaligus? Anemia aplastik, dua kata yang terus terulang di kepalanya sejak diucapkan oleh Yudhis. Suatu hal yang belum pernah ia dengar sebelumnya. Ia pikir, anemia itu akan sembuh dengan mudah setelah minum obat penambah darah. Tapi kata Yudhis, semua itu percuma. Obat penambah darah tak membantu sama sekali. Karena yang menjadi masalah adalah sumsum tulang yang malas menjalankan tugasnya.

Gadis itu kembali mendongak. Mengarahkan wajah ke arah panggung kala telinganya menangkap gemuruh suara tepuk tangan penonton. Membuatnya tersadar kalau ia tidak sendirian di tempat ini. Kenopsia, Diandra merasa sepi di tempat yang begitu riuh. Seolah terkurung dalam sebuah balon transparan dimana hanya ada dirinya di sana.

Sita diculik Rahwana. Perempuan cantik dengan rambut panjang di atas panggung itu ditarik pergi oleh sang raksasa. Kesalahannya, karena menjulurkan tangan untuk memberi derma kepada peminta-minta yang ternyata Rahwana. Diandra begitu dibuat penasaran oleh cerita Ramayana. Tadinya, ingin mengajak Yudhistira. Namun, mengingat dinginnya hubungan mereka belakangan ini, tentu ia mengurungkan niat.

Lagi-lagi air matanya menetes. Kali ini tak ada isakkan. Tidak seperti ketika ia mencari tahu tentang anemia yang ada tambahan kata 'aplastik' di belakangnya. Diandra sampai tak sadar kalau isakannya menyelinap masuk ke kamar Yulia. Membuat gadis yang sudah banyak membantunya itu mengetuk pintu, menanyakan apa ia baik-baik saja. Akhirnya, Yulia lagi-lagi menjadi orang yang ia mintai pendapat.

"Sebagai suster, aku tahu jelas gimana susahnya merawat orang sakit. Banyak yang harus dikorbankan. Secara waktu, otomatis gak punya banyak waktu untuk pergi berdua. Belum lagi tenaga, biaya dan..., perasaan."

Diandra menghela nafas berat. Benar yang dikatakan Yulia. Mungkin ini yang dimaksud 'menghambat' oleh Yudhis. Tentu itu bukan hal yang mudah, bagi siapapun itu.

"Pernah ada pasienku, yang drop karena ditinggal pacarnya. Keluarganya, memaki dan gak terima. Padahal, menurutku, ya gak salah juga. Semua orang berhak memilih kan, Di? Mungkin, pacarnya memang sudah gak sanggup."

Diandra menatap kosong ke arah panggung dimana Hanuman dan kawanannya menyerbu istana Rahwana. Melompat ke setiap atap, menyebarkan api ke rumah-rumah dengan ekornya. Membuat wilayah yang dikuasai Rahwana terbakar seketika.

Decak kagum, berselingan dengan tepukan tangan. Diselipi kilatan blitz kamera. Dan lampu sorot yang berkedip-kedip untuk membangun suasana. Berlatar candi Prambanan, dan langit malam, pertunjukkan itu terlihat luar biasa. Namun semua itu rasanya tak mampu membuat Diandra bersemangat seperti biasanya.

Sekarang, tinggal Diandra yang memutuskan. Apakah ia akan menjadi tokoh protagonis dalam cerita. Perempuan kuat yang selalu menemani dalam keadaan tak menguntungkan untuknya sekalipun. Atau pergi begitu saja. Bahkan sebelum mendapat apa yang ia cari.

Tentang penyesalan yang juga disebut Yulia dalam nasihatnya. Katanya, Diandra hanya akan menghabiskan waktu. Kemudian ia akan menyesal karena ada banyak hal yang ia lewatkan. Mungkin ia akan melewatkan kencan romantis ketika bepergian keluar negeri, mendaki gunung, atau apapun itu. Yang tak bisa ia lakukan dengan pria macam Yudhistira.

Belum lagi, soal waktu. Tentang berapa lama Diandra akan tetap di sini. Misinya kemari, untuk mencari Dad. Ketika sudah menemukan apa yang ia cari, ia harus pergi. Lalu apa? Apa hubungan mereka akan selesai begitu saja?

FindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang