Malam hari tiba. Lio--ayah Diandra kini sedang berada di ruang kerjannya bersama dengan tumpukkan dokumen yang membuat kepala pusing.
Ia terlihat tenang mengerjakan pekerjaannya hingga tidak sadar jika sang istri masuk ke dalam ruang kerjanya dan duduk di sofa yang ada.
Lio menonggak menatap kehadiran istrinya dengan acuh lalu melanjutkan kegiatannya lagi.
"Mas,"
Lio hanya berdehem tanpa mengalihkan perhatiannya.
"Boleh ga sih aku minta tambah uang bulanan? Ada yang mau aku beli mingggu ini."
"Ga."
"Ayo lah, Mas. Tambah sepuluh juta aja."
Lio membanting pulpen di tangannya. Menatap istrinya tajam. "Boros amat sih jadi perempuan! Emang kamu kira uang saya cuma buat kamu? Kesenangan kamu? Saya kerja capek, kamu di rumah cuma bisa minta, minta dan minta." Lio menarik napasnya. "Suami kerja keras buat kebutuhan rumah, uang sekolah dan uang jajan anak kamu. Kamu kira jajan Arga sebulan berapa? Lebih dari sepuluh juta. Belum minta ini itu."
"Ya, itukan udah tugas kamu. Kenapa marah sama aku?"
"Saya tau. Tapi setidaknya kamu mengerti. Hemat-hemat lah. Jadi perempuan sih ga bisa ngatur keuangan." Lio fokus lagi pada dokumen di atas meja.
Fiona beranjak bangkit dari duduknya, berdiri di depan meja kerja suaminya dengan bersilang dada.
"Kamu marah kaya gini karena uangmu habis buat beli rumah dan motor anak sialan itu, kan?! Aku cuma minta sepuluh juta aja kamu marah. Sedangkan anak sialan itu tanpa dia minta selalu di belikan barang-barang yang mahal. Hebat kamu, ya!"
Lio hanya merespon dengan helaan napas. Fiona selalu banyak keinginan dan jika tidak di tururuti maka Diandra lah yang menjadi kambing hitamnya.
"Kalo begini terus, aku mau ngadu sama Mamah aja! Sekalian aku ke rumah Abila, minta dia bawa anak sialan itu ikut sama dia biar kamu ga bisa kasih uang lagi sama-"
Brak!
Meja di gebrak kencang oleh Lio. Pria itu berdiri mendekat pada istrinya. "Cukup, Fi. Makin hari kamu makin keterlaluan. Mulut kamu semakin lama semakin kurang aja sama saya."
"Kenapa? Kamu takut ga bisa ketemu lagi sama Abila, kan. Kamu takut Abila kecewa sama kamu karena ga bisa urus keponakkannya dengan benar, iya kan!"
Plak!
Bibirnya belum tertutup Lio sudah memberikannya tamparan. Fiona memegangi pipi kirinya yang baru saja di tampar dengan pandangan sayu.
"Seharusnya kamu tau diri. Beruntung saya tidak menceraikan kamu. Jangan mentang-mentang hubungan kita di dukung keluarga secara penuh kamu jadi kurang aja, ya. Saya menikahi kamu atas paksaan Papah saya dan Arga lahir pun karena saya di paksa untuk cepat-cepat punya anak dari kamu." napas Lio naik turun.
"Kamu tau, saya melakukan hal itu dengan kamu karena paksaan. Dan pada saat melakukannya pun wajah Abila yang saya bayangkan. Jadi, ga usah terlalu percaya diri. Kamu lapor Mamah saya pun ga masalah. Tinggal saya lapor sama Ayah kamu kalo anak perempuannya keluar masuk hotel dengan pria yang berbeda setiap minggunya."
Lio melangkah.
"Kamu pikir aku takut? Mamah dan Papah kamu pasti bakalan shok kalo tau anaknya selalu main sama jalang di club malam. Dan lagi, mereka bakalan marah besar sama kamu kalo tau selama lima belas tahun lamanya kita sudah ga berhubungan. Kamu pikir aku takut?!" Fiona menantang Lio dengan ancaman maut miliknya namun siapa sangka jika Lio di depan pintu tersenyum remah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Povera Ragazza [Selesai]
Teen FictionSeries # 8 Diandra Larasati *** Hari ulang tahunnya terasa berbeda dari tahun biasanya. Ulang tahunnya yang ke delapan belas seakan menjadi dunia baru untuk Diandra. *** Belum genap usia delapan belas tahun, Diandra di paksa tinggal sendiri oleh s...