Sepuluh menit setelahnya, Lio datang dengan wajah malasnya. Ia melangkah masuk tapi yang ia temui hanya kesepian. Kakinya berjalan masuk ke dalam kamar Diandra yang begitu manarik perhatian. Matanya terpaku dengan pandangan mengarah pada Dion--adik iparnya yang tengah terduduk dengan tidak berdaya di samping meja rias anaknya. Tangan Dion di ikat, wajahnya memar dan terakhir mulut yang berdarah.
"Ada apa ini Dion" tanya Lio belum sadar jika ada kedua anaknya di pojok ruangan.
"Hampir memperkosa Diandra." suara Arga masuk kedalam gendang telinga Lio. Wajah kaget yang begitu jelas terlihat. Dengan panik Lio mendekat pada kedua anaknya, mengangkat tubuh Diandra yang lemah dari tubuh Arga beralih pada Ranjang. Arga beranjak dari duduknya, menggerakkan tubuhnya yang pegal karena menahan Diandra. Ia tidak bisa berdiri itulah yang membuat Arga menunggu Lio.
Arga mendekat pada Dion, menendang kaki Dion tanpa perduli sopan santun.
"Sampai mental Dian rusak, gue pastiin masa depan lo bakalan jauh lebih rusak dari yang lo duga!"
Bugh! Arga menendang tulang kering Dion kemudian berjalan keluar kamar Diandra meninggalkan Lio, Dion dan Diandra.
Lio menyelimuti anak perempuan yang masih memejamkan mata. Tatapan matanya langsung mengarah pada leher Diandra yang memiliki dua bekas tanda kepemilikkan yang di pastikan milik Dion.
Amarah Lio memuncak. Dengan begitu emosi Lio menendang Dion dengan membabi buta. Memukuli wajah, perut bahkan dua kali Lio menendnag junior milik Dion hingga pria di bawah Lio itu meringsut kesakitan. Suaranya saja tidak terdengar.
"Sialan! Ku pastikan kau membayar ulahmu, Dion!!"
Dion menonggak, menatap Lio dengan senyum miring. "Bu-Bukan, kah. Diandra an-anak yang ti-tidak kau inginkan? Me-mengapa kau semarah ini? Ber-berikan saja dia untukku..." lemah Dion berucap.
"Jaga ucapanmu, Bajingan! Diandra adalah anakku. Dia tidak pantas untuk pria hypersex seperti mu, Dion!"
"Kau-kau. Kau dan anakmu adalah pengganggu. Pa-padahal, ak-aku hampir berhasil men-menciumnya-"
Bugh!
Lio kembali menyerang Dion secara membabi buta. Arga yang berdiri di depan pintu masih memandang Dion penuh amarah. Sebenci-bencinya Arga pada Diandra. Diandra tetap kakaknya. Hampir satu minggu tinggal dengan Diandra, Arga merasakan hangatnya perlakuan Diandra walau tidak begitu ketara.
Arga bahkan memaki dirinya sendiri ketika sore hari mencemooh, memaki dan membuat Diandra sedih. Namun, di pagi harinya, Diandra membuatkan sarapan untuknya.
Diandra juga sering mengirimkannya uang jajan tambahan walaupun besarnya hanya dua puluh ribu sehari.
Titik rasa bersalah Arga ada di saat melihat Diandra pingsan di dalam dekapannya. Wajah kakak tiri yang selalu ia caci maki dengan mulutnya itu membuat rasa bersalah Arga muncul dengan sendirinya. Berulang kali Arga mengucapkan maaf ketiga mengingat perlakuan dirinya tempo lalu yang membiarkan Diandra berurusan dengan tiga gadis bar-bar itu.
Lio melempar kaleng kosong di tangannya pada Dion. Menatap nyalang Dion yang masih membuka mata walua kondisinya begitu memperihatinkan.
"Sentuh Dian sekali lagi, mati di tangan gue lo banjingan!"
Lio sepontan terdiam. Ucapan Arga benar-benar di luar nalar. Apa Arga sudah menganggap Diandra kakaknya? Sepertinya iya.
"Dian!"
"Lio!"
Dua suara saling memanggil terdengar nyaring. Sepertinya itu Abila dan juga Lia. Lio hafal betul suara dua wanita itu. Tidak lama, Abila dan Lia masuk kedalam kamar, terdiam kaku seperti dirinya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Povera Ragazza [Selesai]
Roman pour AdolescentsSeries # 8 Diandra Larasati *** Hari ulang tahunnya terasa berbeda dari tahun biasanya. Ulang tahunnya yang ke delapan belas seakan menjadi dunia baru untuk Diandra. *** Belum genap usia delapan belas tahun, Diandra di paksa tinggal sendiri oleh s...